follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Saat Aruni sedang asyik menikmati suapan terakhirnya, tiba-tiba sebuah suara yang sangat familier menyapa telinganya. Suara seorang pria yang sempat singgah di hatinya, namun dihancurkan oleh keputusan ibunya. Aruni terhenyak, sendoknya nyaris terjatuh. Ia menoleh, dan benar saja. Seorang pria tinggi dengan perawakan kulit sedikit gelap itu berdiri di samping mejanya, dengan senyuman yang dulu begitu Aruni kenali.
"Mbak Aruni?" sapa pria itu, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tulus. "Ini kamu, Mbak Aruni?"
Itu adalah Ahmad.
Aruni mencoba menguasai diri, senyum tipis terukir di bibirnya.
"Mas Ahmad? Ya Allah, Mas, kamu... apa kabar?" Ia berusaha bersikap ramah, meskipun jantungnya berdegup tak karuan.
"Alhamdulillah baik, mbak Aruni. Kamu sendiri bagaimana?" jawab Ahmad, senyumnya semakin lebar. "Tidak menyangka bisa bertemu kamu di sini."
"Iya, aku juga tidak menyangka bisa bertemu disini, Mas," kata Aruni menyembunyikan rasa gugupnya. "Mas Ahmad sedang apa di Jakarta?"
"Aku sedang menyetorkan hasil kebun dan sawah ke rumah paman di sini, sekalian jalan-jalan sebentar. Biasanya aku hanya setor di bank saja. Tapi entah kenapa kali ini aku ingin datang langsung kesini. Dan ternyata ini alasannya. " jelas Ahmad sambil terkekeh.
"Tidak disangka malah bertemu kamu di sini." Ia sesekali melirik Tante Dina yang duduk di sebelah Aruni dengan ekspresi kurang senang kepadanya.
Tante Dina memang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Ahmad. Ia melirik pria itu dari atas sampai bawah. Penampilan Ahmad yang sederhana dengan kemeja kotak-kotak dan sandal selop, Mungkin dimata orang awam penampilan Ahmad sudah bagus.
Tapi entah kenapa tante Dina malah membandingkannya dengan Rico. Jika dibandingkan dengan Rico jauh dari kesan rapi, Rico yang selalu berpenampilan menarik, walau hanya pakai kaos dan celana pendek. Jika dibandingkan dengan Ahmad, bagaikan langit dan bumi, pikir Tante Dina. Rasa kesalnya pada Bu Yanti kembali muncul saat melihat pria itu.
"Aku kira, Ahmad itu orangnya seprti apa. Kalau seperti ini mah, nggak ada ruginya Aruni pisah sama dia. Apalagi kalau punya mertua seperti, ibunya. Bisa-bisa keponakanku ngenes sampai kurus. " gumamnya sambil komat kamit.
"Oh, begitu ya, Mas. Semoga lancar urusannya," kata Aruni, mencoba mengakhiri percakapan.
Tante Dina yang sudah kehilangan selera makannya karena makanan mereka juga sudah habis. Dia segera menyikut lengan Aruni. "Aruni, kita sudah selesai. Ayo kita pulang!" bisiknya tegas.
Aruni yang mengerti kode dari tantenya, segera beranjak. "Mas Ahmad, Aku permisi dulu ya. Mau pulang."
Ahmad terlihat kecewa, namun ia mengangguk. "Oh, iya, mbak. Hati-hati di jalan ya. Semoga kita bisa bertemu lagi."
Aruni hanya tersenyum tipis dan buru-buru pergi bersama Tante Dina meninggalkan Ahmad disana sendirian.
Sepanjang perjalanan pulang, Tante Dina terus saja mengomel. "Ya ampun, Run! Itu si Ahmad! Kok bisa-bisanya muncul di sini! Sudah tahu keponakan Tante sudah move on! Tante tidak suka melihat dia."
Aruni hanya diam, membiarkan Tante Dina meluapkan kekesalannya.
"Lihat saja penampilannya itu, Aku kira si Ahmad itu ganteng dan lebih muda darimu. Ternyata tua juga. " lanjut Tante Dina, merutuki ibunya yang sok-sokan menolak Aruni. "Sederhana begitu, malah sok jual mahal. Kalau dibandingkan dengan Rico, jelas Rico jauh lebih baik mana usianya juga nggak terlalu jauh beda darimu. Benar-benar tidak tahu diri!"
Aruni tersenyum tipis, membenarkan dalam hati perkataan tantenya. Perbandingan antara Ahmad dan Rico memang sangat mencolok. Bukan hanya dari penampilan, tapi juga dari cara mereka memperlakukan Aruni.
"Pokoknya Run, kamu harus jadi sama Rico. Agar kamu bisa menampar wajah dan mulut ibunya si Ahmad dan tetangga yang terus menggunjing mu. " lanjutnya lagi masih kesal.
Sesampainya di rumah, Tante Dina langsung meletakkan semua barang belanjaannya di dapur dan meminta Aruni membereskannya. Dia laku masuk kamar mencari suaminya, Om Amar yang sedang menemani Rubby tidur. Tanpa sepengetahuan Aruni, Tante Dina langsung menceritakan apa yang terjadi di kedai bakso tadi.
"Mas! Mas tahu siapa yang bertemu dengan kami di kedai bakso?!" seru Tante Dina, masih dengan nada kesal.
Om Amar mengerutkan kening. "Siapa, Sayang? Kok wajah kamu kesal begitu?"
"Si Ahmad! Mantan tunangannya Aruni itu! Ya ampun, Mas! Aku kesal sekali melihatnya! Sudah begitu, penampilannya juga biasa saja. Untung Aruni tidak jadi sama dia!" Tante Dina bercerita dengan menggebu-gebu, mendeskripsikan pertemuan singkat Aruni dengan Ahmad.
Om Amar mendengarkan dengan seksama, sesekali mengusap dagunya. Setelah mendengar cerita istrinya, ia mengangguk-angguk. "Ya sudahlah, namanya juga tidak sengaja bertemu. Yang penting Aruni tidak terpengaruh sama dia. Kalau hanya ngobrol basa basi kan wajar, ma."
"Tentu saja tidak! Aruni sudah mantap sama Rico!" kata Tante Dina yakin. "Tapi ini harus kuberitahu Rico. Dia harus tahu!"
Tanpa menunggu lama, Tante Dina langsung menghubungi Rico yang masih berada di Belanda.
"Assalamualaikum, Rico!" sapa Tante Dina, suaranya terdengar tegang di ujung telepon.
"Waalaikumsalam, Din. Ada apa? Kok suara mu kedengaran panik?" tanya Rico, merasakan ada yang tidak beres.
"Begini, Ric! Aku mau cerita. Tadi Aruni dan Aruni bertemu dengan Ahmad."
Rico terdiam, jantungnya berdesir. "Ahmad? Di mana, Din?"
Tante Dina menceritakan detail pertemuan tak terduga itu, lengkap dengan kekesalannya pada Ahmad dan ibunya. Rico mendengarkan dengan saksama, wajahnya berubah serius. Ada rasa cemburu yang tiba-tiba muncul di hatinya. Meskipun ia percaya pada Aruni, tetap saja ada kecemasan di hatinya.
"Begitu ceritanya, Rico. Pokoknya Aku nggak suka melihat dia," ujar Dina.
"Terima kasih informasinya, Din," kata Rico, suaranya sedikit tegang.
"Sebenarnya kapan kamu pulang? " tanya Dina tak sabaran.
"Entahlah, pekerjaan ku belum selesai. Tapi akan aku usahakan secepat nya. "
"Nah, gitu dong. Jangan biarkan keponakanku menunggu terlalu lama. Takut galau lagi dia, nanti berbalik memilih si Ahmad. " Dina berusaha menakuti Rico.
"Janganlah. Ya udah, aku tutup dulu. Aku mau mandi, baru bangun. "
Setelah menutup telepon, Rico menghela napas panjang. Bayangan Ahmad yang berdiri di samping Aruni, tersenyum, dan berbicara pada Aruni langsung memicu keinginan Rico untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang. Ia harus memastikan Aruni tidak kembali terpengaruh oleh masa lalu. Ia harus segera berada di sisi Aruni, melindunginya, dan membuktikan keseriusannya. Proyek ini memang penting, tapi Aruni jauh lebih penting.
Pertemuan tak terduga dengan Ahmad di Jakarta memicu gelombang emosi baru bagi Aruni, dan menyulut api cemburu dalam diri Rico. Akankah insiden ini mempercepat kepulangan Rico dan memperjelas hubungan mereka, ataukah Aruni akan kembali bimbang di antara masa lalu dan masa depan yang belum pasti?