NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEJAK CAHAYA DI PINTU TERSEMBUNYI

Cahaya samar itu masih menari di ujung penglihatan Sena saat ia membuka mata. Ruangan gelap yang mengurungnya sejak entah berapa lama kini berubah—bukan karena ada cahaya masuk dari luar, tetapi karena sesuatu di dalam dirinya sendiri mulai memancar. Ia merasakannya mengalir di bawah kulitnya, bercampur dengan detak jantungnya.

saat kegelapan memaksanya menghadapi ketakutan terdalam, di titik itulah sebuah percikan kuno terbangun. Dan kini, percikan itu mulai menunjukkan sifat aslinya.

Sena duduk perlahan, rantai yang membelenggunya kini terasa lebih longgar dari sebelumnya. Api jingga keemasan yang muncul dari dadanya membuat bayangan di dinding batu bergerak seperti makhluk hidup. Ia menatap ke telapak tangannya—api kecil itu muncul tanpa perintah.

“Cai…” bisiknya.

Nama itu menjadi jangkar. Setiap kali ia memikirkannya, api dalam tubuhnya semakin stabil, semakin hangat, semakin… kuat. Seolah-olah kehadiran Cai, meski jauh, mampu menyusun ulang serpihan kekuatannya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah logam dari arah lorong.

Sena memadamkan cahaya di telapak tangannya seketika, mencoba mengatur napas, meski jantungnya masih berdetak kencang dalam bekas kekagetan.

Pintu besi di ujung ruangan itu terbuka perlahan—dengan bunyi gesekan yang menyiksa.

Masuklah seseorang.

Bukan prajurit Api Merah biasa. Sosoknya lebih kecil, namun aura energinya tak bisa disepelekan. Jubah merah gelap menutupi tubuhnya, dan wajahnya tersembunyi di balik tudung. Namun gerakannya terlalu ringan untuk seorang prajurit. Terlalu halus. Terlalu… tidak berbahaya.

Sena merasa aneh.

Sosok itu berhenti lima langkah di depan Sena, diam sejenak, lalu berbicara dengan suara lembut yang jauh berbeda dari kebanyakan api.

“Aku tahu kau sudah bangun, Sena.”

Sena menegang, tapi ia menahan diri untuk tidak menyalakan kembali apinya.

“Siapa kau?” tanyanya, suaranya serak dan lemah namun tetap tegas.

Sosok itu tidak menjawab langsung. Ia melangkah mendekat, lalu meletakkan sebuah lendut kecil berisi air hitam di lantai. Cairan itu bukan air biasa. Sena dapat merasakan aroma logam di dalamnya—sejenis cairan yang dikenal sebagai Azhur, zat yang menetralkan energi api.

“Kau perlu minum ini, kalau tidak, tubuhmu akan terbakar dari dalam oleh percikan yang bangun semalam.”

Sena mengernyit.

“Kau ingin aku bertahan hidup?” tanyanya. “Kenapa?”

Kali ini sosok berjubah itu menghela napas.

“Aku tidak datang untuk melukaimu. Aku datang untuk… memperingatkanmu.”

Sena menajamkan tatapan, mencoba menembus kegelapan tudung itu, tapi cahaya ruangan terlalu lemah.

“Kalau begitu kenapa aku masih dirantai?”

“Karena mereka pikir kau masih pingsan,” jawab sosok itu pelan.

Sena mengepalkan tangan.

“Lalu siapa ‘mereka’? Komandan Api Merah?”

“Tidak hanya itu,” jawabnya. “Ada sesuatu yang lebih besar dari komandan itu. Seseorang yang memimpin operasi ini dari balik bayangan.”

Sena merasakan kedinginan menjalar ke punggungnya.

“Siapa?”

Sosok itu mendekat satu langkah lagi dan berkata dengan suara sangat lirih, seolah takut dinding pun bisa mendengar:

“Kaum Merah Tua.”

Sena menahan napas.

Kaum Merah Tua dikenal hanya sebagai legenda di kalangan api—kelompok purba yang pernah mencoba menguasai seluruh dimensi dengan sihir api kuno. Mereka lenyap ratusan tahun lalu. Setidaknya begitu yang diceritakan gurunya.

“Mustahil,” kata Sena.

“Tapi itulah kenyataannya,” jawab sosok itu. “Mereka kembali. Mereka membutuhkanmu karena percikan yang ada di tubuhmu berasal dari zaman sebelum dunia kita terpecah menjadi dimensi biru dan merah.”

Sena terdiam. Informasi itu seperti badai yang menyeretnya mundur ke masa lalu yang tidak ia pahami.

“Bagaimana mungkin aku memiliki percikan kuno?” tanyanya hampir tidak terdengar.

Sosok itu tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Sena dari balik bayangan.

“Kau tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, Sena.”

Sena membatu.

“Tubuhmu… berasal dari garis keturunan campuran. Setengah Bara Lembut… setengah Api Arkais.”

Sena memandangnya dengan mata membesar.

“Tidak… aku tidak mungkin…”

“Tanyakan saja pada dirimu sendiri,” sosok itu memotong pelan. “Apakah kau pernah melihat api lain yang sepertimu? Api yang tidak membakar, tetapi menyembuhkan? Api yang bersinar keemasan? Api yang justru menenangkan makhluk air?”

Pikiran Sena berlari ke segala arah.

Api keemasannya…

Cara Cai tidak terbakar ketika menyentuhnya…

Energi yang terasa seperti cahaya, bukan panas…

Semuanya tiba-tiba masuk akal.

Sosok itu melangkah mundur.

“Aku tidak punya banyak waktu. Mereka akan menyadari bahwa kau sudah sadar. Tapi dengarkan ini baik-baik…”

Ia mendekat kembali, kali ini membisikkan kalimat:

“Cai sedang mencarimu.”

Tubuh Sena bergetar.

“Aku tahu,” bisiknya. “Aku bisa merasakannya.”

“Lalu kau juga harus tahu,” lanjut sosok itu, “bahwa mereka akan menggunakan Cai untuk memaksamu membuka percikan kuno itu. Jika mereka berhasil… kedua dimensi bisa hancur.”

Sena menunduk, dadanya terasa sesak.

“Tidak… aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

Sosok itu mengangguk.

“Kalau begitu dengarkan baik-baik: mulai setelah ruangan ini gelap kembali… lari. Cari pintu dengan simbol lingkaran berlapis. Itu jalan keluar paling dekat.”

“Bagaimana dengan belenggu ini?” tanya Sena.

Sosok itu mengangkat tangan.

Api biru gelap berkedip dari jarinya—api yang bukan milik Api Merah maupun Bara Lembut.

Api itu menyelimuti rantai, dan dalam sekejap…

Crack!

Rantai itu retak. Crack!

Hingga patah seluruhnya.

Sena menatapnya terkejut.

“Apa—api apa itu?”

“Api bayangan,” jawab sosok itu pelan. “Sesuatu yang seharusnya sudah lenyap dari dunia ini.”

Sena hendak bergerak, tetapi sosok itu menahan bahunya.

“Satu hal lagi.”

Sena menunggu.

“Jika kau bertemu Cai… jangan biarkan dia menyentuh percikan dalam dadamu. Bila itu terjadi sebelum waktunya… kalian berdua bisa terserap ke inti dimensi.”

Sena terdiam. Sesuatu yang dingin merayap dari tulang punggungnya.

Dia tahu Cai akan melakukan apa saja untuk menyelamatkannya.

Termasuk hal paling berbahaya.

Sosok itu mengangkat tudungnya sedikit—cukup untuk menampilkan sepasang mata merah lembut yang penuh luka.

“Larilah, Sena,” katanya. “Dan ketika kau bertemu Cai… lindungi dia. Karena kebenaran dari percikan itu… jauh lebih mematikan daripada yang pernah kau bayangkan.”

Sebelum Sena sempat bertanya lebih jauh, sosok itu menepuk lantai sekali. Api biru gelap melompat keluar seperti kabut, dan seketika seluruh ruangan kembali gelap.

Sena sendirian lagi.

Tetapi kali ini…

Ia bebas.

Ia bangkit perlahan, meraih sisi dinding untuk menjaga keseimbangan. Kabut gelap yang tadi muncul perlahan menghilang. Dari kejauhan, ia mendengar suara prajurit mulai mendekat.

Tidak ada waktu.

Sena menutup mata. Api jingga keemasannya muncul kembali, kali ini lebih terang daripada sebelumnya—lebih stabil, lebih hangat, seperti cahaya matahari yang hidup dalam dadanya.

“Cai,” bisiknya.

“Bertahanlah.

Aku datang.”

Dengan itu, Sena mulai berlari ke dalam gelap—menuju pintu berlapis lingkaran, menuju kebebasan, menuju Cai.

Dan di balik kegelapan itu…

Sesuatu sudah menunggu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!