Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 - Panik
Kediaman Narendra.
"Habis darimana kamu?" Di depan rumah sudah ada Wulan berdiri sambil melipatkan kedua tangannya di dada.
"Bukan urusan Mama. Aku saja tidak pernah ikut campur urusan Mama," jawab Narendra seraya masuk.
"Tunggu!" Wulan menahan bahu Narendra agar anaknya tidak masuk dulu.
"Apa lagi sih, Mah? Rendra mau masuk, mau membersihkan diri."
"Sampai kapan kamu bersikap seperti ini pada Mama? Mama ini ibu kandung kamu, orang yang sudah melahirkan kamu, tapi kenapa sikap kamu seolah-olah mama ini tidak penting bagi kamu?"
Narendra mendongak, "Mama masih tanya kenapa aku bersikap seperti ini? Coba tanya sama Mama sendiri, apa aku penting buat Mama? Setiap kali Mama melakukan sesuatu tidak pernah mau meminta pendapat Rendra, dari dulu, dari jaman Papa ada. Dan waktu Mama nikah lagi apa Mama tanya perasaan Rendra? Tidak kan? Yang ada Mama malah pergi bersenang-senang tanpa mau peduli perasaan aku. Jadi, jangan minta dimengerti jika sikap Mama saja tidak mau mengerti aku." Hubungan Narendra dan Mamanya tidaklah baik-baik saja, keduanya seringkali perang dingin dan bersikap seperti ini. Semua bermula dari mamanya yang kerap kali sibuk bekerja tanpa peduli keluarga. Dan itu terus berlaku sampai saat ini.
Wulan menghela nafas, memang ia akui jika dirinya tidak pernah melibatkan Narendra dalam hal apapun juga. Dia juga sering bersikap cuek dan sering mengabaikan anaknya. Namun kali ini ada hal yang membuat dia ingin menegur Narendra, tentang Inara.
"Ok, mama akui kalau mama tidak pernah banyak meluangkan waktu sama kamu, tapi kali ini tolong dengarkan mama, lepaskan Naqeela dan jebloskan dia dalam penjara. Dia itu jahat, tidak baik buat kamu."
"Tidak perlu memberitahu Rendra karena aku tahu betul mana yang baik menurut aku. Kalau Mama tidak suka pilihan Rendra cukup pergi dari sini dan bawa suami pilihan Mama! Tidak usah mengkhawatirkan hubungan Rendra dengan Naqeela, tidak perlu bicara ini itu mengenai Inara, cukup diam saja perhatikan semua pergerakan kita." Lalu Narendra melepaskan tangan Wulan dari pundaknya, kemudian masuk lagi kedalam.
"Dia itu pe la cur, Narendra. Mama tidak suka dia menjadi istri kamu, mau ditaruh dimana muka kita kalau semua orang tahu?" Dan ucapan Mamanya langsung membuat Narendra berhenti.
"Darimana Mama tahu Naqeela pe la cur?"
"Papa kamu, dia bilang semuanya tentang Naqeela, dia tahu siapa perempuan itu dan dia kenal dengan orangtuanya," jawab Wulan mengakui kalau informasi yang dia dapatkan dari Seto.
Narendra tersenyum sinis. "Pantas saja informasinya ngawur, ternyata dari pria itu. Rendra tidak peduli!" jawabnya sambil kembali masuk kedalam rumah.
"Narendra tunggu dulu, kamu tidak bisa begini. Narendra! Dengarkan mama, kamu harus nurut sama mama."
"Sudahlah sayang, jangan mengejar Narendra. Biarkan dia tahu dengan sendirinya, pasti suatu hari nanti akan menyesal," sahut Seto tiba-tiba. Dari tadi dia mendengar pembicaraan Wulan dan Narendra ketika baru sampai sana. Dadanya bergemuruh marah saat Narendra menyebut dirinya.
"Dan tidak akan saya biarkan kalian bersama. Akan saya pastikan kau jijik padanya dan menceraikan dia."
"Tapi dia tidak mau mendengarkan aku, bagaimana kalau wanita itu merencanakan sesuatu? Mau menguras harta kita, mungkin." Semakin ngawur saja pemikiran Wulan.
"Jangan gegabah bertindak, yang ada kamu makin dibenci sama Narendra. Lebih baik kamu biarkan saja dulu sampai busuknya wanita itu diketahui oleh Narendra."
Wulan menghela nafas.
"Sudah, jangan emosi. Mendingan kamu temani saya tidur, ayo." Seto merangkul pundak Wulan, membawa wanita itu kedalam kamar. "Sebentar lagi Naqeela lnakan lepas dari kamu, Narendra. Saya ini saya pastikan dia menjadi milik saya," ucapnya dalam hati seraya menyeringai.
*****
Tok .. Tok .. Tok ...
Pintu di ketuk, Naqeela baru saja masuk kedalam rumah, akan tetapi pintu berbunyi di ketuk.
"Kenapa tidak masuk saja, ini kan rumah dia," gumamnya seraya berbalik menghampiri pintu.
Tok .. Tok .. Tok ...
"Iya tunggu sebentar," ucapnya sambil membuka pintu. "Tu ..." matanya terbelalak, "kamu!"
Ia terkejut mengetahui siapa sosok dibalik pintu itu, Fadhil.
"Hai sayang, kita ketemu lagi." Senyum pria itu sangat menakutkan.
"Darimana kamu tahu rumah ini?" Pandangnya memperhatikan sekitar, ini tempat baru dan tidak mungkin Fadhil tahu. Akan tetapi darimana pria ini bisa tahu alamatnya?
"Kamu tidak perlu tahu darimana aku tahu alamat rumah ini, yang penting aku bisa menemukan kamu." Fadhil mendekati Naqeela.
"Pergi dari sini! Cepat!" sentaknya panik.
"Naqeela siapa yang bertamu?" teriak Mulyana dari dalam.
"Oh rupanya ada suara bapak kamu," ujarnya seraya menarik tangan Naqeela.
"Lepaskan tangan aku! Kamu mau apa?" Naqeela memberontak, tapi Fadhil segera membekap mulutnya Naqeela menggunakan sapu tangan. Pandangan gadis itu mulai buram, perlahan pandangannya menutup.
"Naqeela, si ... Fadhil! Apa yang kamu lakukan?" Namun Fadhil sudah memasukan Naqeela kedalam mobil.
"Fadhil kembalikan Naqeela! Zae ... Zae ..."
Zae berlari, ia yang baru selesai mandi mendengar teriakan bapaknya dan masih mengenakan handuk. "Ada apa, Pak?"
"Cepat hubungi Narendra, Kakak kamu di culik Fadhil!"
"Apa!? Di culik?!"
*****
Kediaman Narendra.
"Apa?! Di culik!? Ok, ok, saya akan segera kesana." Baru saja masuk kamar, Narendra sudah mendapatkan kabar tidak enak tentang Inara.
"Kurang ajar, pasti ini ada sangkut pautnya dengan Seto," ujarnya seraya mengepal tangan.
"Jika benar ini ulah Seto yang melibatkan Fadhil, tidak akan saya biarkan Seto lolos."