NovelToon NovelToon
Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Suster Kesayangan CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / CEO / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ra za

Sebuah kecelakaan tragis merenggut segalanya dari leon—kesehatan, kepercayaan diri, bahkan wanita yang dicintainya. Dulu ia adalah CEO muda paling bersinar di kotanya. Kini, ia hanya pria lumpuh yang terkurung dalam kamar, membiarkan amarah dan kesepian melumpuhkan jiwanya.

Satu demi satu perawat angkat kaki, tak sanggup menghadapi sikap Leon yang dingin, sinis, dan mudah meledak. Hingga muncullah seorang gadis muda, seorang suster baru yang lemah lembut namun penuh keteguhan hati.

Ia datang bukan hanya membawa perawatan medis, tapi juga ketulusan dan harapan.
Mampukah ia menembus dinding hati Leon yang membeku?
Atau justru akan pergi seperti yang lain, meninggalkan pria itu semakin tenggelam dalam luka dan kehilangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ra za, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Biarkan Saja

Episode 19 – Luka, Sorotan, dan Sikap Tenang

Hari itu menjadi awal baru bagi Leon Mahesa. Setelah sekian lama menghilang dari peredaran, kini ia kembali menapakkan eksistensinya sebagai pemimpin Mahesa Group. Meski tubuhnya tak lagi sempurna seperti dulu, kharisma dan kewibawaan pria itu tetap utuh. Kursi roda yang menopangnya tak mampu menghapus aura kepemimpinannya.

Rapat yang ia pimpin pagi ini berlangsung dengan tertib dan tegas. Para petinggi perusahaan duduk di sekeliling meja panjang ruang rapat utama, memperhatikan setiap kalimat yang keluar dari mulut Leon. Sikapnya tenang, tatapannya tajam, dan semua keputusan yang ia ambil mencerminkan bahwa ia masih pemimpin sejati.

Tidak ada rasa kasihan yang ia harapkan. Tidak ada keluhan yang ia keluarkan. Leon tetaplah Leon yang dulu tegas, cerdas, dan penuh karisma.

Menjelang senja, jam kantor pun usai. Suasana di lantai eksekutif mulai lengang. Nayla bersiap dengan tugas barunya yang kini tidak hanya mendampingi Leon di rumah, tapi juga mengurus segala keperluannya di luar rumah, termasuk menemaninya pulang dari kantor.

Hari ini adalah hari pertama Nayla menjalani tugas itu. Di sisi lain, ini juga hari pertama bagi seluruh karyawan Mahesa Group melihat wanita muda yang mendorong kursi roda sang CEO. Sejak pagi, bisik-bisik tentang Nayla tidak berhenti terdengar.

Leon dan Nayla pun keluar dari gedung perusahaan dengan mobil khusus yang telah dimodifikasi demi kenyamanan Leon. Supir pribadi keluarga Mahesa telah siap membawa mereka pulang. Dan Rafa ikut serta kedalam mobil tersebut. Karena mobil Rafa ada dirumah Leon.

Mobil meluncur pelan di antara padatnya jalanan ibu kota. Di dalam kabin yang nyaman, suasana hening sesekali dipenuhi obrolan ringan antara Rafa dan supir. Leon hanya duduk diam, menatap ke luar jendela sambil berpikir, sedangkan Nayla duduk di sampingnya, sesekali melirik keadaan Leon, memastikan pria itu baik-baik saja.

Tiba-tiba, Rafa mengerutkan kening saat membuka ponselnya. Ia baru saja menerima tautan dari grup rekan media yang ia kenal.

"Leon..." Rafa menoleh pelan, namun tidak langsung menyampaikan. Ia memilih menyimpannya dulu untuk nanti.

Begitu tiba di kediaman keluarga Mahesa, Leon langsung diarahkan masuk ke dalam oleh Nayla dan Rafa. Dengan sigap, Nayla membantu mendorong kursi roda Leon hingga ke ruang tengah.

"Nayla, kau bisa ke kamarmu dulu. Istirahat dan bersihkan diri. Aku dan Rafa ada hal yang perlu dibicarakan," ucap Leon sambil menatap sekilas ke arah wanita itu.

"Baik, Tuan," jawab Nayla sopan, lalu segera berjalan ke lantai atas menuju kamarnya.

Setelah Nayla pergi, Rafa pun mendorong Leon menuju ruang kerja pribadi pria itu yang terletak di dalam kamar.

Setelah memastikan pintu tertutup, Leon bertanya, "Ada apa, Rafa? Dari tadi kau terlihat menahan sesuatu. Seperti ada hal penting yang ingin kau bicarakan."

Rafa menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkan ponselnya. Ia membuka salah satu artikel yang baru saja dirilis media online.

"Begini, Leon... Saat di mobil tadi, aku menerima berita ini," ucap Rafa, memperlihatkan layar ponselnya ke arah Leon.

Leon menyipitkan mata, membaca judul yang cukup provokatif:

"Leon Mahesa Kembali ke Kantor dengan Seorang Wanita Misterius! Apakah Dia Kekasih Baru Sang CEO?"

Di bawah judul itu terpampang foto dirinya bersama Nayla saat keluar dari gedung Mahesa Group. Beberapa komentar di kolom bawah menyudutkan keadaannya. Ada yang mempertanyakan kapasitasnya sebagai pemimpin karena kondisinya saat ini, ada pula yang meragukan wanita yang bersamanya.

Leon membaca sekilas, lalu menghela napas pelan. Tanpa menunjukkan emosi berlebih, ia berkata datar, "Biarkan saja. Itu pasti ulah orang-orang yang tidak menyukaiku. Mereka mencoba menjatuhkanku dengan cara murahan seperti ini."

Rafa terkejut, tidak menyangka Leon bisa menanggapinya dengan tenang.

“Kau... tidak marah?” tanyanya hati-hati.

Leon menggeleng pelan. “Tidak semua hal harus ditanggapi dengan emosi, Rafa. Jika aku marah setiap kali orang menjelekkan aku, maka aku tak akan pernah tenang. Biarkan mereka bicara. Waktu akan membuktikan siapa yang layak, siapa yang tidak.”

Rafa tersenyum kecil. Ia senang melihat sahabatnya sudah jauh lebih tenang dan dewasa. Namun ia tahu, masalah ini bisa berkembang.

"Kalau begitu, bagaimana dengan Nayla?" tanya Rafa lagi. "Dia juga masuk dalam berita ini. Kalau tidak ada penjelasan, bisa jadi Nayla ikut terseret dan dibicarakan macam-macam."

Leon terdiam sejenak. Tatapannya mengarah ke jendela, menatap langit senja yang mulai berubah warna.

"Aku tahu," ucapnya pelan. "Untuk Nayla... nanti akan aku jelaskan sendiri. Tapi bukan sekarang. Aku ingin menunggu sampai saat yang tepat."

Rafa mengangguk. Ia paham, jika Leon sudah bicara seperti itu, artinya pria itu punya rencana sendiri.

"Baiklah. Kalau begitu aku pamit dulu. Hari ini cukup melelahkan," ujar Rafa sambil berdiri.

Leon mengangguk, "Hati-hati di jalan. Dan terima kasih, Rafa... sudah ada di sisiku."

Rafa hanya tersenyum, lalu meninggalkan ruangan itu.

Di lantai atas, Nayla baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Ia berdiri di depan cermin, menyisir rambutnya pelan. Meski tak mendengar apa pun tentang berita itu, hatinya terasa tidak tenang. Ia tahu, berjalan di sisi pria seperti Leon akan selalu membawa perhatian. Dan perhatian itu tak selalu baik.

Namun satu hal yang Nayla yakini... Selama Leon masih membutuhkannya Nayla akan tetap berdiri di samping Leon, apapun yang terjadi.

---

Malam itu udara di kediaman Mahesa terasa lebih tenang dari biasanya. Usai mandi, Leon kembali ke kamarnya. Kursi rodanya berhenti di depan cermin besar, menampilkan sosok pria berwibawa yang kini tak lagi berjalan di atas kedua kakinya. Tapi malam ini, tak ada lagi tatapan benci atau kecewa pada bayangan dirinya. Yang ada hanya kesadaran bahwa ia masih memiliki kendali atas hidupnya.

Nayla mendekat perlahan dengan handuk kering di tangannya. Dengan gerakan lembut dan hati-hati, ia mulai mengeringkan rambut Leon. Setiap helai rambut yang disentuhnya seakan menjadi penghubung antara dua hati yang masih malu-malu menyadari keberadaan satu sama lain.

Leon diam sejenak, menikmati ketenangan yang ditawarkan momen itu. Suara handuk yang menyentuh rambut, aroma sabun yang masih melekat, dan kehadiran Nayla, semuanya membuat suasana terasa hangat.

“Nayla…aku ingin menanyakan sesuatu” suara Leon terdengar pelan tapi jelas.

Nayla berhenti sebentar, menatap Leon dari cermin. “Ada apa, Tuan? Tanyakan saja,” ujarnya lembut, lalu melanjutkan tugasnya.

Leon menatap cermin, bukan melihat dirinya, tapi menatap pantulan wajah perempuan yang kini begitu dekat dengannya.

“Kalau... kalau ada orang-orang di luar sana yang menjelekkanmu karena kau terus berada di sisiku dengan kondisiku seperti ini apa yang kau rasakan?”

Nayla sempat terdiam. Tangannya ikut berhenti mengeringkan rambut Leon. Ia menunduk sejenak, mencoba memilih kata dengan hati-hati.

“Kalau menurut saya, selama Tuan tidak merasa terganggu, ya biarkan saja. Mereka hanya bisa berasumsi. Mereka tidak benar-benar tahu seperti apa keadaan kita sebenarnya.”

Leon menoleh sedikit. Keningnya mengernyit.

“Kenapa kau justru memikirkan perasaanku? Seharusnya aku yang khawatir. Itu kan berita yang menyudutkanmu, bukan aku.”

Nayla tersenyum samar. “Tuan, saya di sini untuk membantu Tuan, bukan untuk menambah beban. Kalau saya menunjukkan bahwa saya terganggu, bukankah itu justru akan membuat Tuan makin merasa bersalah dan akhirnya... mungkin kembali menutup diri?”

Nada suaranya pelan, tapi penuh ketulusan. Ia menatap Leon dengan pandangan yang tenang, penuh rasa peduli yang tak dibuat-buat.

Leon terdiam. Hatinya terasa hangat, dan untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu, ia merasa benar-benar dipahami. Tak ada rasa kasihan di mata Nayla, hanya rasa hormat dan kejujuran. Dan itu membuat Leon merasa dihargai sebagai manusia seutuhnya.

“Aku tidak tahu... kenapa setiap kali bersamamu, aku merasa lebih tenang,” gumam Leon, nyaris tak terdengar.

Namun Nayla mendengarnya. Ia hanya tersenyum pelan dan kembali mengeringkan rambut Leon dengan lembut. “Kalau begitu... biarkan saya tetap berada di sisi Tuan, selama Tuan mengizinkan.”

Leon hanya menatap cermin. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, tapi senyum tipis yang terukir di sudut bibirnya sudah cukup menjawab Segalanya.

1
murniyati Spd
sangat bagus dan menarik untuk di baca /Good/
Guchuko
Sukses membuatku merasa seperti ikut dalam cerita!
Ververr
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
Zani: Terimakasih sudah mampir kak🥰, ditunggu update selanjutnya 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!