Kisah cinta dua orang insan yaitu seorang pria irit bicara dan tampan/ sang pemilik perusahaan terbesar nomor satu dengan seorang sekertaris cantik yang memiliki sifat manja.
"Asisten Han, apakah kamu menemukan wanita yang ku cari selama ini?" Tanya Bian.
"Belum, Tuan Bian," Sahut Han.
"Yasudah, keluar lah. Satu lagi, selalu cari informasi tetang wanita itu sampai dapat," Kata Bian.
"Baik, Tuan," Sahut Bian.
Dukung ceritanya ya!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Fitrianingsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menceritakan dari Awal
"Baiklah, saya akan ceritakan semuanya," Ucap Zena.
"Tetapi Bapak harus berjanji jangan beri tahu siapa pun, Ini rahasia keluarga saya," Sambungnya.
"Saya berjanji," Sahut Bian.
"Saat pertama saya duduk dibangku Sekolah Dasar, saya mempunyai seorang pengasuh khusus untuk mengasuh saya dan Kakak karena Bunda dan Ayah terkadang sibuk dengan urusan pekerjaan. Dan waktu itu....," Zena mulai bercerita kejadian dimasa lalunya.
*****
Flash Back On
Dirumah yang megah, terlihatlah keluarga Bagaskara yang hidupnya sangat bahagia.
"Bunda, besok Bunda dan Ayah kan yang menjemput ku dan Kakak di sekolah?" Tanya Zena yang masih kecil.
"Besok Bunda dan Ayah tidak bisa menjemputmu dan kakak, sayang. Besok Ayah dan Bunda sedang ada urusan. Jadi, besok kamu di jemput oleh Bibi Mira," Ucap Ninda dengan lembut pada putri kecilnya.
"Hmm, yasudah lah," Sahut Zena dengan lesu.
"Kan hanya sekali-kali kamu dijemput oleh Bibi Mira," Tutur Ninda pada putrinya.
"Iya," Sahut Zena. Ia sedikit kecewa.
"Sudahlah, Adikku. Kamu jangan sedih. Lain waktu Ayah dan Bunda jemput kita seperti biasa kok," Raka menyemangati adiknya itu. Ia memegang bahu adiknya.
"Iya Kak," Zena menjawab Raka.
"Benar yang dikatakan Kak Raka, sayang. Lusa, Bunda dan Ayah yang akan menjemput kalian," Sahut Ninda.
"Sore semuanya," Ucap Bram yang baru pulang kerja.
"Sore, Ayah," Sahut Raka seraya tersenyum. Ia pun mencium punggung tangan ayahnya.
"Sore juga, Ayah," Sahut Zena. Ia juga mencium punggung tangan ayahnya.
"Bagaimana pekerjaan mu, Suamiku?" Ninda bertanya pada Bram.
"Lancar," Sahut Bram dengan antusias. Lalu, ia melirik putri kecilnya.
"Eh, kenapa cemberut begitu, putriku tersayang?" Bram bertanya pada Zena. Lalu, ia jongkok menyetarakan putrinya.
"Besok Ayah dan Bunda sibuk ya?" Zena balik bertanya.
"Ya begitulah, sayang. Tapi hanya besok saja kok. Lusa tidak sibuk lagi," Ucap Bram.
"Baiklah, Ayah," Sahut Zena.
"Hmmm, Ini kesempatan emas ku, hahahah," Gumam orang yang berada dibalik pintu dekat dapur. Ya, siapa lagi kalau bukan pengasuh yang bernama Mira.
*****
Keesokan harinya, setelah Zena dan Raka pulang sekolah.
"Non Zena dan Tuan muda Raka, ayo kita pulang," Pengasuh Zena pun mengajak mereka pulang. Siapa lagi kalau bukan Mira.
"Baik, Bibi Mira," Sahut Raka. Ia masih berusia sebelas tahun dan masih duduk di kelas enam SD.
"Hmm," Sahut Zena. Ia masih berusia tujuh tahun dan masih duduk dikelas dua SD.
Lalu, Mira menyetop Taksi.
"Non Zena, Tuan muda Raka. Masuklah!" Perintah Mira.
"Bibi, kenapa kita harus naik taksi. Kenapa tidak dijemput oleh pak supir pribadi kita?," Ucap Raka.
"Pak supir tadi katanya sedang diare, jadi dia tidak bisa menjemput kita," Sahut Mira. Ia berbohong pada Raka.
"Oooh, yasudah lah," Sahut Raka.
Sedangkan Zena hanya diam saja.
Lalu, mereka naik tasi itu. Tetapi, Mira tidak membawa mereka pulang kerumah, melainkan ke suatu tempat yaitu rumah tua berdinding papan yang sedikit jauh dari rumah warga.
"Bibi Mira, kenapa kita malah kesini?" Tanya Zena pada Mira.
"Iya, Bibi. Ini kan rumah tua. Apakah kita tersesat?" Raka bertanya pada Mira.
"Tidak kok, kita tidak tersesat. Ini rumah Bibi waktu dulu. Bibi membawa kalian kesini karena Bibi rindu dengan rumah ini," Ucap Mira. Ia berbohong pada Zena dan Raka.
"Oooh, begitu ya, Bi," Sahut Raka. Sama sekali ia tidak merasa curiga pada Mira.
"Bibi akan masuk kedalam, apa kalian ingin masuk juga?" Tanya Mira.
"Apakah boleh?" Zena bertanya pada Mira. Mira pun mengangguk.
Mereka bertiga masuk keruangan itu.
"Non Zena dan Tuan muda Raka ingin mainan?" Tanya Mira pada Raka dan Zena.
"Mau-mau. Aku mau mainan boneka, Bi," Sahut Zena dengan antusias.
"Yasudah, ambil saja bonekanya di ruangan itu!" Ucap Mira pada Zena seraya menunjuk ruangan kecil yang seperti kamar.
"Dek, ini bukan rumah kita. Tidak boleh seperti itu," Raka menasehati adiknya.
"Tidak apa-apa, Tuan muda Raka. Biarkan saja non Zena mengambil mainan sesuka hatinya," Tutur Mira.
"Bibi saja bilang tidak apa-apa," Ucap Zena pada Raka.
"Yasudah, ayo aku temani kamu," Ucap Raka pada Zena.
"Tidak usah, aku bisa sendiri," Sahut Zena.
"Baiklah. Kalau begitu aku nunggu disini," Sahut Raka.
Zena pun masuk keruangan itu, tiba-tiba Mira mengunci kamar itu.
"Bibi, Kakak. Kenapa pintunya ditutup. Disini sangat gelap," Teriak Zena dari dalam ruangan itu. Ia mencoba untuk membuka pintu itu.
"Bibi Mira, apa yang kamu lakukan? Kenapa Bibi mengunci adik saya didalam ruangan itu," Raka bertanya pada Mira. Ia sedikit bingung apa maksud Mira.
Raka mendekati Mira.
"Bibi, buka pintunya. Kasihan dia didalam sendirian," Ucap Raka pada Mira. Ia berusaha merebut kunci itu. Tetapi, Mira memegang lengan Raka.
"Dasar anak bodoh. Aku membawa kalian kesini bukan untuk bermain, tapi untuk menyekap kalian," Ucap Mira dengan senyum semirk nya. Ia semakin kencang mencengkram tangan Raka.
"Apa yang kamu inginkan dari kami, kami hanya seorang anak kecil," Sahut Raka.
"Aku tidak ingin apa-apa dari anak kecil yang bodoh seperti kalian. Aku hanya ingin harta orang tua kalian. Hahah," Ucap Mira.
"Kakak, tolong aku. Aku takut kak, disini gelap," Zena berteriak dari dalam ruangan itu.
"Lepaskan adikku, Bibi. Kasihan dia sendirian disana," Ucap Raka.
"Adikmu tidak akan sendirian, karena aku akan memasukkan mu juga," Ucap Mira dengan senyum semirk nya.
Tiba-tiba.
"Lepaskan tangan ku!!" Perintah Mira. Ia merasa sakit di tangannya karena digigit oleh Raka. Lalu, Raka menginjak kaki dan menunjang perut Mira. Dan Mira pun tersungkur di lantai.
"Zena, bertahanlah didalam. Kakak akan menyelamatkanmu nanti," Teriak Raka. Lalu, ia lari keluar rumah tua itu untuk mencari bantuan.
"Jangan kabur kamu!!!" Teriak Mira.
"Kakak, jangan tinggalkan aku, aku takut" Ucap Zena. Air matanya pun terjatuh.
"Kakak, kumohon jangan pergi, hiks hiks," Zena pun menangis.
"Gadis kecil, tinggallah kamu disini sendirian, tidak ada yang bisa menemukanmu disini," Tutur Mira dari luar ruangan.
"Bibi, buka pintunya, kumohon. Aku sangat takut Bi, disini gelap sekali," Ucap Zena dengan suara lirih.
"Aku tidak perduli. Aku hanya ingin uang orang tua kalian. Sebelum aku mendapatkan uang yang ku mau dari orang tua mu, aku tidak akan melepaskan mu dan tidak akan membiarkanmu hidup!!" Teriak Mira. Lalu, ia meninggalkan Zena didalam ruangan itu.
"Bibi, kumohon. Aku benar-benar takut," Zena berkata sambil memukul-mukul pintu itu.
"Ayah, Bunda, Kakak. Tolong aku!" Ucap Zena. Tetapi, hasilnya nihil. Tidak ada satu orang pun yang mendengar teriakannya.
*****
Disisi lain, Raka menyetop taksi. Lalu, ia menyuruh sopir taksi itu menuju rumahnya, karena ia tahu nama alamat rumahnya. Sesampai rumah, ternyata kedua orang taunya sudah pulang.
"Putraku, kenapa kamu lari-lari dan kenapa menangis?. Mana adikmu?" Tanya Ninda.
"Ceritanya panjang. Sekarang Bunda dan Ayah harus menolong Zena. Zena di sekap oleh Bibi Mira di rumah tua," Tutur Raka. Air matanya sudah tumpah dari tadi.
'Apa!!' Ninda dan Bram terkejut. Seketika, Ninda pun lemas dan terduduk dilantai.
"Istriku, tenanglah dulu. Kita akan lapor polisi," Ucap Bram. Ia menenangkan istrinya.
"Suamiku, Putri kita dalam bahaya. Aku tidak ingin putriku kenapa-napa," Sahut Ninda lirih.
"Maafkan aku, Ayah, Bunda. Ini semua karena aku, hiks," Raka berbicara dengan sesenggukan.
*
*
*
*
*
Like, coment, vote
Bersambung...
maap ya thor bukan mau menggurui cuma sebagai pembaca jujur agak terganggu sedikit dengan cara penulisannya. tapi buat ceritanya mah menarik kok thor👍 semangat!!