NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEMBILAN BELAS

Di bawah cahaya bulan yang remang-remang, Gala menatap langit malam yang luas di taman hotel tersebut. Pikirannya terasa berkecamuk saat sebuah tangan besar tiba-tiba menepuk punggungnya dari belakang, membuatnya tersentak sedikit. Dia menoleh dan mendapati Bara, sahabatnya yang ikut duduk di sebelahnya.

"Hey, bukankah ini malam pertamamu, kenapa kau malah duduk sendirian di luar?" goda Bara dengan nada riang.Gala hanya bisa tersenyum tipis mendengar candaan itu, matanya menerawang ke kegelapan yang pekat, mencari jawaban atas kekacauan yang ia rasakan.

"Malam pertama gak berlaku, bagi Nara, Bar. Bagaimana mau malam pertama, dia saja melihatku bergidik, seperti melihat om om,saja" desis Gala dengan nada lirih, penuh kekecewaan.Bara terkekeh mendengar penuturan sahabatnya, tetapi di balik tawanya, ia merasakan kesedihan mendalam untuk Gala. 

"Wah, parah juga ya. Tapi, sabar ya, Ga. Mungkin Nara butuh waktu untuk terbiasa,namun kamu harus tetap tegas menghadapinya" ujar Bara sambil menepuk-nepuk bahu Gala, berusaha menghibur.

Gala mengangguk pelan, mencoba meredakan kegelisahannya. Ia tahu ini bukan hanya tentang malam pertama, tetapi tentang bagaimana memulai kehidupan bersama seseorang yang bahkan merasa tidak nyaman di sisinya. Di bawah sinar bulan yang perlahan menyinari taman, Gala dan Bara terdiam, merenungkan nasib yang mungkin harus mereka hadapi.

"Masuklah, gak enak kalau yang lain melihatmu masih di taman di malam pertama kalian," Bara berbisik pelan, seperti mengingatkan. Gala hanya mengangguk setuju.

Kata-kata Bara benar, Gala pun tak ingin ada drama atau tatapan aneh dari keluarga besar Wibowo.

"Oke, aku kembali ke kamar," ucap Gala pelan sambil beranjak dari tempat duduk dan melangkahkan kaki menuju lantai atas. Ketika Gala membuka pintu kamar, ia melihat Nara sudah terbangun, duduk di tepi ranjang dengan tatapan dingin yang langsung menusuk. 

"Ada apa? Kenapa bangun? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanyak Gala pelan sambil mendekat, mencoba mencari jawaban di balik ekspresi Nara yang tak bersahabat. 

"Bukan urusanmu," jawabnya singkat, nadanya penuh ketus dan begitu kaku. Tatapan matanya tak menujukkan apapun selain kebencian, seperti tembok tebal yang memisahkan mereka.

Gala menahan napas sejenak, mencoba meredam kekhawatiran yang mulai merayap di dalam benaknya.

"Tidurlah lagi," ujar Gala pelan, berusaha tetap tenang meski hatinya seperti tersayat oleh penolakan Nara yang begitu tegas.

"Prof, Anda tak perlu menghawatirkan Saya" sahut Nara terdengar acuh.

"Tapi ini masih terlalu malam untuk bangun." ujar Gala lagi, meski Gala tahu, kata-katanya  hanya seperti angin lalu bagi Nara. Nara tak pernah benar-benar menerima kehadiran Gala di sisinya. Namun Gala mencoba tersenyum meski pahit, hanya untuk menutupi rasa perih yang kembali menyerang hatinya.

Hanya dua hari setelah pesta pernikahan yang megah, Gala dan Nara, sepasang pengantin baru, harus berpisah sejenak dari keramaian dan cinta keluarga Wibowo. Mereka bertolak kembali ke Semarang, meninggalkan kota Jakarta.

Dalam kabin pesawat yang gemuruh, Nara terlihat sedikit cemas saat pesawat bersiap untuk lepas landas. Tangan Gala yang besar dengan refleks menggenggam jemari Nara yang tampak kaku memegang kursi, seolah-olah berusaha meredakan ketakutan yang merayapi relung hatinya.

"Tenang lah. Ini hanya sebentar," Gala membisikkan kata-kata penghibur sambil menarik kepala Nara untuk bersandar pada dada bidangnya, tempat dimana Nara selalu merasa aman dalam dekapannya. Tapi sayang Nara selalu menyangkal kenyataan itu.

Nara, yang kali ini tidak memberikan perlawanan, seakan menyerahkan segenap kekhawatirannya kepada sang suami. Namun, seiring dengan pesawat yang mulai menemukan keseimbangannya di udara, ketegangan yang sebelumnya mewarnai wajah Nara perlahan mulai memudar.

Tangannya tiba-tiba mendorong dada Gala dengan lembut, sebagai isyarat untuk memberikan ruang. Senyum kecil tersungging di wajah Gala, mengamati gelagat istri tercintanya yang masih menyimpan sedikit gengsi di antara kedekatan mereka.

"Tolong jaga sikap," gumam Nara dengan nada yang masih tercampur antara jengkel dan geli memiliki suami tua. Mata Gala menyipit, menanggapi semburat ocehan Nara yang masih berusaha menjaga batas meskipun mereka kini adalah suami istri.

Gala membawa Nara ke apartemennya, sebuah tempat yang entah kenapa langsung membuat Nara merasa sesak. Setibanya di sana, Nara berjalan menuju kamar tamu, berharap bisa mendapatkan sedikit ruang untuk bernapas di tengah situasi aneh itu. Namun, tangan Gala dengan cepat meraih lengan Nara, memaksanya berhenti.

Seketika tangan besar Gala mengambil tas dan koper Nara tanpa meminta persetujuan, langkah kakinya mantap menuju kamar utama. "Kamu istriku," suaranya rendah namun tegas, menusuk seperti belati. "Suka atau tidak, kamu harus tidur di kamarku." Ujarnya tegas.

Nara memutar tubuh dengan gerakan tajam, menatap matanya penuh perlawanan.

"Prof, Anda tahu alasan saya setuju menikah dengan Anda?" ucap Nara pada akhirnya, suaranya penuh tekanan, mencoba menyampaikan betapa dia tidak menikmati satu detik pun dari situasi itu.

"Jika bukan karena memikirkan masa depan Mas Bara,yang tak ingin menikah kecuali saya menikah terlebih dahulu, saya tidak akan pernah menerima perjodohan ini. Jangan pernah berharap banyak dengan pernikahan ini." omel Nara.

Namun Gala tetap tenang, tak terusik dengan tatapan tajam Nara yang penuh kemarahan. "Ya, saya tahu itu. Tapi apa pun alasannya, kamu tetap istri sah dari Gala Wijaya," balasnya, suaranya bagai batu dingin.

"Dan sebagai suamimu, saya memiliki hak penuh atas dirimu," timpalnya lagi.

Dada Nara seakan mendidih mendengar kata-kata Gala. Rasanya seperti tonjok tepat di uluh hatinya. Saat kalimatnya yang seolah mengklaim bahwa Nara adalah miliknya.

 Tanpa pertimbangan apa pun. Gala membawa koper Nara ke kamar utama tanpa sedikit pun peduli pada ekspresi protes Nara. Hal itu, hanya bisa membuat Nara mendengus kesal. 

"Kenapa sih lelaki dewasa selalu bersikap seperti ini, selalu merasa segalanya bisa ditentukan atas nama kekuasaan mereka?" batin Nara geram. 

Pandangan Nara lurus ke arah punggung Gala  yang tetap berjalan dengan tenang, dan sungguh, keinginan untuk melemparkan sepatu yang ia pakai ke kepalanya terasa sangat menggiurkan. Tapi Nara tahu, itu tidak akan mengubah apa pun. Gala Wijaya bukan tipe pria yang bisa dikalahkan dengan kemarahan saja.

"Tunggu apa lagi..? Masuk!" suara Gala menggelegar, penuh perintah yang tidak mengizinkan adanya sanggahan. Nara  menghentak kaki, rasa kesal jelas menguasai tubuhnya, tetapi tetap saja Nara terpaksa membuntuti langkah Gala menuju kamar. Tidak ada pilihan lain.

"Beristirahatlah, aku akan membuatkan makanan untukmu. Setidaknya bisa sedikit mengganjal perut" ucap Gala sambil menyusun rapi pakaian yang tadi kubiarkan berantakan di atas tempat tidur—sikapnya tenang, tapi perhatian Gala selalu menusuk seperti jarum tajam.

Nara hanya diam, malas merespons. Suara Gala menggantung di udara, namun Nara  memilih mengalihkan perhatian ke layar ponsel, tangannya sambil mengetuk-ngetuk layar, mencoba untuk tidak menunjukkan bahwa ucapan dan tindakan pak dosennya itu, mampu mempengaruhi pikirannya.

Beberapa menit berlalu, aroma yang menggoda meresap masuk ke dalam rongga hidung Nara, membangkitkan gelombang kelaparan yang semakin dahsyat dalam perutnya.

"Makanlah, sudah matang," suara Gala yang merdu menggema memanggil Nara ke ruang makan. Nara yang diserang rasa lapar, meletakkan ponselnya, mata bersinar penuh antisipasi saat mengikuti langkah Gala menuju meja makan. 

Saat gigi Nara menembus butiran nasi goreng, rasa kenangan yang terlupakan seolah tersingkap kembali.

“Ada apa?” Gala menyelidik dengan pandangan penuh tanya saat melihat Nara mematung. "Nasi goreng ini...?" suara Nara tercekat, seakan terbawa ke masa lalu. Gala tersenyum lembut.

“Ya, nasi goreng kesukaanmu. Apakah kamu mengingat sesuatu?” Gale mencoba mengorek memori yang terpendam dalam ingatan sang istri.

"Tidak, tidak ada yang spesial," jawab Nara, Gala mengangguk pahit, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang menggelayut di dadanya.Kesedihannya tertangkap di sudut mata Gala, yang berusaha tersenyum lembut pada sang istri.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!