Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Joane merangsek maju, menghantamkan kepalan tinjunya ke wajah Leon, memutar tangan lelaki itu hingga nyaris patah.
Kemudian membenamkan kepalan tinju ke perut yang membuat Leon terpental jauh hingga punggungnya membentur lantai.
Serangan kecil dari Joane itu bahkan hampir meremukkan tulang. Hidungnya mengeluarkan cairan merah segar. Ia bahkan tak sanggup lagi berdiri.
Secepat kilat Rafa berlari ketika Joane hendak menyerang lagi. Berlutut di hadapan ayahnya.
"Jangan, Ayah! Ampuni Leon. Dia tidak jahat!"
Kerutan di dahi Joane semakin dalam.
"Raf, apa maksudnya ini? Kenapa kamu malah meminta dia diampuni?"
"Leon tidak jahat, Ayah! Dia hanya anak yang kurang beruntung. Aku jauh lebih beruntung mendapatkan Ayah Joane, tapi Leon tidak punya siapa-siapa untuk tempat mengadu. Saat dia butuh bimbingan, dia malah jatuh ke tangan yang salah."
Joane dan Gilang saling lirik satu sama lain, bingung. Tetapi mulai bisa menebak.
"Jangan bilang kalau Leon adalah ...." Ucapan Joane terhenti.
Seluruh tubuhnya bergetar. Satu hal yang ia harapkan, agar Rafa tidak mengecewakan dirinya.
"Jawab, Raf!" Untuk pertama kali dalam hidupnya, Joane membentak Rafa.
"Kamu belum menjawab, Raf! Rahasia apa yang kamu tutupi selama ini?" tanya Joane kembali, kali ini dengan nada lebih tenang.
"Maafkan aku, Ayah. Aku salah." Rafa masih menunduk, tak berani bersitatap dengan sang ayah.
"Jawab yang jujur, siapa dia? Apa hubunganmu dengannya sampai kamu harus berlutut untuknya? Padahal dia dengan lancang sudah membahayakan istri dan calon anakmu!" cecar Joane, melayangkan tatapan tajam.
Meskipun ia sudah mampu menebak jawabannya, setidaknya ia ingin mendengar langsung dari Rafa.
Rafa menoleh pada Leon yang mengerang kesakitan di balik punggungnya, menatap lelaki itu datar.
Manik cokelatnya kemudian tertuju pada Mia, yang masih duduk lemas dalam pelukan sang ayah.
Memindai wanita itu dari ujung kaki ke ujung kepala dan berhenti pada perut yang masih rata.
Memastikan istrinya baik-baik saja dan tidak ada lecet sedikit pun pada tubuhnya. Barulah ia dapat bernapas lega.
"Ayah, aku tidak akan mengampuni siapapun yang menyakiti istriku. Tapi, target dia yang sebenarnya bukanlah Mia."
"Bukan Mia? Lalu apa? Kamu tidak lihat dia menyandera istrimu dan mengikatnya?"
"Kalau dia memang mau menyakiti Mia dia sudah melakukannya sejak tadi. Tapi, target yang sebenarnya adalah aku. Dia kecewa padaku."
"Apa alasannya sampai dia harus kecewa?" Sesekali Joane menatap Leon yang masih belum bangkit.
Sepertinya serangan kecil darinya benar-benar membuat pemuda itu kehilangan energi.
"Ayah pasti bisa menebaknya. Leon... adalah adikku dari Ayah yang sama."
Mata Joane terpejam dengan hela napas panjang. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasa kecewa terhadap Rafa.
Gilang pun menunjukkan reaksi yang sama terkejutnya. Berbeda dengan Mia yang tampak biasa saja, seolah fakta yang baru terungkap sama sekali tak mengejutkannya.
"Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal sepenting ini dari Ayahmu! Apa selama ini kamu tidak menganggapku?" tanya Joane, ada nada kecewa dari setiap kata yang mendesis.
"Aku minta maaf, Ayah."
"Berarti dia punya dendam padaku karena aku sudah memenjarakan Ayahnya?" Gilang membuka suara setelah mampu mengurai rasa terkejut.
Rafa terdiam.
"Jangan bilang kalau dia adalah dalang di balik kejadian di vila. Apa dia yang sudah yang sudah mencampur obat ke minuman Mia?" Gilang tampak menahan amarah.
Rafa masih diam di tempat. Sejenak melirik Mia yang mulai berkaca-kaca. Lalu, kembali menunduk.
Seolah ragu untuk memberi jawaban, sebab Rafa tahu apa yang akan dilakukan Joane dan Gilang jika pelaku penjebakan di vila tertangkap.
Diamnya Rafa pun seolah menjadi jawaban. Gilang benar-benar tampak marah, terlihat dari tatapan matanya.
"Jadi, sebenarnya kamu tahu bahwa dia adalah pelakunya?"
Kali ini Rafa mengangguk.
"Aku sudah menyadarinya setelah malam kejadian itu."
Mendengar jawaban Rafa, Joane mendesahkan napas panjang. Pikirannya mulai mampu mengurai apa yang terjadi selama ini.
Termasuk tentang penyelidikan terhadap pelaku yang begitu sulit ditemukan, bahkan tidak ada jejak dan petunjuk sama sekali.
Sekarang ia mengerti bahwa semua karena ulah Rafa yang berusaha melindungi adiknya dan menutup semua jejak yang ada.
"Rafa, kamu tahu rasanya saat seorang Ayah merasa tidak cukup dipercaya anaknya? Itu sakit sekali, Nak."
"Aku tidak tahu harus bagaimana, Ayah. Satunya istriku dan satunya adikku."
"Sejak kapan kamu mengetahui hal ini?" Sikap Joane masih datar dan tenang saat melayangkan pertanyaan.
Rafa pun memberanikan diri mendongak menatap ayahnya.
"Aku pernah terluka dan kehilangan banyak darah saat terjebak dalam demo mahasiswa. Saat itu stok darah habis di mana-mana. Saat Ibu dan Ayah berkeliling mencari pendonor darah, ada yang datang diam-diam mendonorkan darahnya untukku. Orang itu adalah Leon."
Mia tersentak, ia ingat kejadian itu. Saat di mana Rafa terluka parah karena menyelamatkan dirinya.
Saat Rafa memeluknya di tengah kekacauan dan melindunginya.
Titik bening jatuh di pipi. Kecewa karena semua yang dikatakan Leon tentang Rafa ternyata benar adanya.
Bahwa mereka memiliki darah yang sama, bahkan Rafa melindungi kejahatan Leon. Kejadian di vila bahkan ia tutupi demi melindungi Leon.
"Awalnya, aku mengira dia melakukannya hanya karena merasa bersalah padaku, karena dia terlibat dalam demo mahasiswa itu. Tapi, setelah itu aku menyelidiki Leon dan tahu segalanya."
"Berarti sudah beberapa tahun lalu?"
"Iya, Ayah. Aku minta maaf. Aku tahu yang kulakukan salah, tapi aku tidak ada pilihan lain." Ia menatap Gilang. "Aku akan menerima hukuman apapun untuk menebusnya."
Leon yang belum dapat bangkit itu menatap punggung Rafa. Terkejut membuatnya kehilangan kata.
Bahkan ia tak menyadari bahwa Rafa sudah mengetahui fakta tentang mereka yang merupakan anak dari ayah yang sama.
Ia sendiri mengetahui lebih dulu kalau Rafa adalah kakaknya setelah melihat Rafa datang menemui ayahnya di rumah tahanan.
Pancaran kecewa terlihat jelas dalam tatapan Gilang.
"Aku tidak akan menghukummu. Tapi, dia ...." Gilang melirik Leon. "Aku belum bisa memaafkannya untuk semua kejahatan yang dia lakukan. Karena itu aku ingin kamu memilih antara Leon atau Mia!"
Rafa menunduk. Berada dalam dilema besar.
Jika ia menjawab memilih Mia, sudah bisa dipastikan Leon akan semakin menggila dan dapat membahayakan.
Sebaliknya, jika ia menjawab memilih Leon pun akan menyakiti hati semua orang.
Gilang menatap Joane. "Aku sudah dapat jawabannya." Kemudian merangkul putrinya. "Ayo, Nak. Kita pulang. Rafa butuh waktu untuk memikirkan semuanya!"
Sebelum melangkah, Mia masih sempat menatap suaminya. Matanya menjatuhkan cairan bening.
Semuanya terasa berat.
**
**
"Jadi kamu sudah tahu tentang aku?" tanya Leon sesaat setelah Rafa mendudukkannya ke sofa.
"Sudah lama."
"Kenapa tidak bilang?"
"Untuk apa? Supaya kamu bisa menghasutku untuk membenci keluarga Hadiwijaya?"
Leon meringis pelan. Sementara Rafa menuju dapur untuk mengambil kotak obat.
"Andai kamu tidak ikut minum jus jeruknya, semua tidak akan sekacau ini," desis Leon. Menatap Rafa yang sedang mengobati luka-lukanya.
Mengusap lebam dengan handuk kecil. Rafa menatap lelaki itu.
"Berhentilah. Kamu tidak akan bisa." Ia kembali duduk. "Kenapa kamu meneror Mia dan menghasutnya?" imbuh Rafa.
Leon tergugu dan bertanya-tanya bagaimana Rafa tahu kelakuannya selama ini. Namun, kemudian besikap tidak peduli.
"Aku ingin kamu dan dia berpisah. Kenapa juga harus menikahi anak musuh?"
Marah, kepalan tangan Rafa berlabuh ke wajah Leon untuk pertama kali.
"Kalau kamu bukan adikku, kamu pasti sudah mati di tanganku."
Akan tetapi, Rafa tumbuh dalam didikan Joane. Kelemahan Rafa hanya karena terlalu mencintai keluarganya. Ibunya, ayahnya dan adik-adiknya.
Leon hanya mendesis mengusap wajah yang lebam dan harus kembali mendapat hadiah dari Rafa.
"Mereka bukan musuhku. Seharusnya bukan musuhmu juga. Mereka tidak salah."
"Tapi mereka sudah memenjarakan Ayah! Seberharga apa mereka sampai kamu tidak bisa marah bahkan saat mereka berbuat tidak adil pada Ayahmu?"
Rafa mendesahkan napas panjang.
"Berbuat tidak adil seperti apa? Andai kamu tahu ... aku bahkan tidak punya kenangan apapun yang bisa kuingat tentang ayahku, selain trauma."
*************
*************
Dina sangat terkejut mia berkata istrinya dan mengandung anaknya, dina patah hati....
waktu interaksi dgn leon.