NovelToon NovelToon
ANAK RAHASIA

ANAK RAHASIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Hamil di luar nikah
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: WikiPix

Rahasia kelam membayangi hidup Kamala dan Reyna. Tanpa mereka sadari, masa lalu yang penuh konspirasi telah menuntun mereka pada kehidupan yang tak seharusnya mereka jalanin.

Saat kepingan kebenaran mulai terungkap, Kamala dan Reyna harus menghadapi kenyataan pahit yang melibatkan keluarga, kebencian, dan dendam masa lalu. Akankah mereka menemukan kembali tempat yang seharusnya? Atau justru terseret lebih dalam dalam pusaran takdir yang mengikat mereka?

Sebuah kisah tentang pengkhianatan, dendam, dan pencarian jati diri yang akan mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WikiPix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NARASI Episode 19

Kamala menatap foto-foto di tangannya, mencoba mencari celah kebohongan di dalamnya.

"Apa benar… ini ibuku?" gumamnya pelan.

Kamala beralih ke dokumen yang lain, seperti akta kelahirannya, di mana ia dilahirkan, dan siapa saja nama keluarganya.

Matanya terpaku pada lembaran kertas yang menggambarkan asal-usulnya. Nama Ratna tertera jelas sebagai ibunya. Nama Bramantyo sebagai ayahnya. Dan di sana, tertulis namanya sendiri, Kamala. Sebagai anak dari mereka berdua.

Tangannya gemetar saat menyentuh dokumen itu. Rasa bingung, takut, dan marah bercampur menjadi satu. Bagaimana mungkin? Jika ini benar, berarti seumur hidupnya ia telah dibohongi.

"Tidak… ini pasti palsu," gumamnya, menolak kenyataan yang baru saja menghantamnya.

Tapi semakin ia mencoba mencari kesalahan dalam dokumen itu, semakin sulit ia menemukan alasan untuk menyangkalnya. Tanda tangan, cap resmi, semua tampak asli.

Kamala meremas lembaran itu, dadanya sesak. Jika benar Ratna adalah ibunya, lalu siapa Lasmini? Wanita yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang?

Air mata menggenang di pelupuk matanya. "Tidak mungkin… Bu Lasmini tidak mungkin membohongiku… Aku anaknya… bukan orang lain…"

Kamala segera menghapus air matanya. Ia tidak boleh terlihat goyah di depan putrinya, yang sedang beristirahat. Tanpa tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Kamala menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Jika Ratna benar-benar ibunya, maka ada banyak hal yang harus ia cari tahu.

Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Kenapa Lasmini yang membesarkannya? Dan mengapa baru sekarang Ratna muncul mengaku sebagai ibu kandungnya?

Ia meremas foto dan dokumen di tangannya, lalu mendesah panjang. Aku harus mencari tahu sendiri kebenarannya.

Tapi… bagaimana caranya?

Kamala berpikir keras. Ia harus mencari seseorang yang tahu tentang masa lalunya. Mungkin seseorang yang mengenal Lasmini.

Saat ia masih tenggelam dalam pikirannya, Reyna tiba-tiba bergerak pelan dan mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Ibu…" panggilnya dengan suara lemah.

Kamala segera menghapus jejak air matanya dan tersenyum lembut. "Ibu di sini, sayang. Kamu sudah merasa lebih baik?"

Reyna mengangguk pelan. "Aku haus…"

Kamala segera menuangkan air putih ke dalam gelas dan membantu Reyna minum.

Saat Reyna kembali bersandar ke bantal, Kamala membelai rambut putrinya dengan lembut. Untuk saat ini, ia harus fokus pada Reyna dulu. Masalah masa lalunya bisa ia selesaikan nanti.

Tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan tinggal diam. Kebenaran harus ditemukan, secepatnya.

******

Amanda, yang tengah berada di dekat rumah Indira, mendengarkan instruksi Ratna dengan saksama. Ia menekan tombol earphone-nya dan menjawab dengan suara pelan, "Baik, Tante. Aku akan berhati-hati."

Di dalam mobilnya, Ratna menatap jalanan dengan tatapan tajam. "Jangan sampai ada yang tahu kalau aku yang menyuruhmu. Masuklah dengan tenang, dan ambil dokumen itu tanpa ada yang mencurigai."

Amanda mengangguk meskipun Ratna tidak bisa melihatnya. "Aku mengerti. Tapi… di mana tepatnya dokumen itu disimpan?"

Ratna mendesah. "Di ruang kerja. Ada lemari besi di sana, dan kode keamanannya adalah tanggal lahirnya sendiri."

Amanda tersenyum kecil. "Mudah sekali."

"Tidak ada yang mudah kalau kau ceroboh," balas Ratna tajam.

"Aku ingin kau menyelesaikan ini dengan bersih. Setelah dapat dokumen itu, segera keluar dari sana dan hubungi aku."

"Baik, Tante," jawab Amanda yakin.

Ratna memutus sambungan teleponnya, lalu menatap ke luar jendela mobil. Bibirnya melengkung membentuk senyuman dingin.

"Indira… permainan ini baru saja dimulai."

Amanda melangkah mendekati ruangan kerja. Matanya dengan cermat mengamati sekeliling, memastikan tidak ada yang memperhatikannya.

Dengan langkah ringan, ia membuka pintu ruangan dengan pelan tapi pasti agar tidak menimbulkan suara.

Namun pintu terkunci.

Amanda tidak kehilangan akal, ia sudah mendapatkan kunci cadangan ruangan itu. Ia pun merogoh saku celananya untuk mengambil kunci tersebut, lalu memasukkannya ke dalam lubang kunci dengan hati-hati.

Begitu terdengar bunyi klik kecil, Amanda menarik napas lega. Ia membuka pintu perlahan dan melangkah masuk.

Ruangan itu dipenuhi rak buku dan dokumen-dokumen yang tertata rapi di meja. Di sudut ruangan, sebuah lemari besi berdiri kokoh. Itu pasti tempat dokumen yang dicari Ratna.

Tanpa membuang waktu, Amanda mendekati lemari itu dan menekan tombol angka pada keypadnya. Ia memasukkan tanggal lahir Indira seperti yang dikatakan Ratna.

Bip!

Lampu hijau menyala, dan pintu lemari terbuka. Amanda tersenyum puas. Dengan cepat, ia mulai membolak-balik dokumen di dalamnya, mencari sesuatu yang spesifik.

"Mana dokumen perusahaan itu…" gumamnya.

Tangannya akhirnya menemukan sebuah map cokelat dengan logo perusahaan Indira di atasnya. Ia membukanya dan memastikan isinya sesuai dengan yang diinstruksikan Ratna. Setelah yakin, Amanda segera memasukkan map itu ke dalam tasnya dan menutup kembali lemari besi.

Namun saat ia hendak berbalik, suara langkah kaki terdengar mendekati ruangan.

Jantungnya berdegup kencang.

Seseorang akan masuk!

Dengan cepat, Amanda bersembunyi di balik tirai besar di sudut ruangan.

Tak lama, pintu terbuka, dan seorang wanita masuk, Indira. Ia tampak lelah, mungkin baru pulang dari suatu tempat.

Indira berjalan menuju mejanya dan menghela napas panjang sebelum menjatuhkan diri di kursinya. Tangannya meraih beberapa dokumen di meja dan mulai membacanya.

Amanda menahan napas, berharap Indira tidak menyadari ada sesuatu yang berubah di ruangan itu.

Namun, detik berikutnya, Indira mengernyit. Pandangannya tertuju pada lemari besi.

Ia berdiri dan melangkah mendekatinya. Amanda semakin menegang. Jika Indira membuka lemari itu dan menyadari ada dokumen yang hilang…

Indira menekan tombol di keypad lemari, tapi kali ini ia memasukkan kode lain, bukan tanggal lahirnya.

Bip!

Lampu merah menyala.

Amanda menyadari sesuatu, Indira pasti sudah mengubah kode keamanannya!

Jadi… bagaimana mungkin kode yang dimasukkannya tadi berhasil membuka lemari?

Amanda menahan napasnya lebih lama. Jika Indira menemukan ada sesuatu yang janggal, maka segalanya bisa berantakan.

Indira mengerutkan kening, merasa ada yang aneh, tapi ia mengabaikannya. Mungkin ia salah memasukkan kode. Ia mencoba lagi, dan kali ini lemari besi terbuka seperti biasa.

Amanda yang masih bersembunyi di balik tirai menahan napasnya. Ia bersiap untuk kemungkinan terburuk jika Indira menyadari ada dokumen yang hilang.

Namun, Indira hanya mengambil sebuah berkas lain, lalu menutup kembali lemari besi tanpa mengecek isinya lebih lanjut. Ia tampak terlalu lelah untuk menyadari ada sesuatu yang salah.

Amanda diam di tempatnya, menunggu hingga Indira kembali duduk di kursinya. Setelah beberapa menit berlalu dan Indira tampak tenggelam dalam pekerjaannya, Amanda mengambil kesempatan itu untuk keluar dari ruangan.

Ia melangkah sepelan mungkin, memastikan tidak ada suara yang mencurigakan. Begitu sampai di pintu, ia menarik napas dalam-dalam, lalu dengan cekatan membukanya sedikit dan menyelinap keluar.

Begitu berada di luar, Amanda langsung berjalan cepat menuju pintu belakang rumah Indira. Ia menekan tombol panggilan di ponselnya.

"Tante, aku berhasil," bisiknya.

Di ujung telepon, Ratna tersenyum puas. "Bagus. Sekarang simpan dokumen itu, di kamarmu. Besok kau harus menemui diriku pukul setengah tujuh pagi, di tempat biasa."

Amanda mengiyakan sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dengan hati-hati, ia berjalan menuju kamarnya, memastikan tidak ada yang memperhatikannya.

Begitu sampai, ia segera mengunci pintu dan meletakkan tasnya di atas meja. Tangannya meraih map cokelat yang baru saja ia curi dari lemari besi Indira. Perlahan, ia membuka isinya dan mulai membaca.

Mata Amanda membelalak. Dokumen ini berisi rincian penting tentang perusahaan Indira, termasuk laporan keuangan, daftar investor, dan beberapa perjanjian kerja sama yang tampaknya sangat bernilai.

"Apa yang Tante Ratna rencanakan dengan ini?" gumam Amanda pelan.

Ia merasa sedikit gelisah. Selama ini, ia memang selalu mengikuti perintah Ratna tanpa banyak bertanya. Namun, kali ini, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Sesuatu yang bisa menghancurkan Indira.

Amanda menutup map itu dan menyembunyikannya di bawah tumpukan pakaian di lemarinya. Untuk saat ini, ia hanya perlu menunggu instruksi selanjutnya.

Sementara itu, di tempat lain, Ratna masih duduk di dalam mobil, menatap keluar jendela dengan ekspresi penuh kemenangan.

"Indira… kau tidak akan tahu apa yang menantimu."

Ratna menyalakan mesin mobilnya dan melaju perlahan meninggalkan area kantornya.

Sepanjang perjalanan, ia tersenyum puas membayangkan langkah selanjutnya. Dengan dokumen perusahaan Indira yang kini ada di tangannya, melalui Amanda, rencananya mulai berjalan dengan sempurna.

Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, membiarkan tatapan matanya menerawang ke luar kaca depan.

Langit sudah hampir berwarna oranye, jalanan cukup lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.

Pikirannya masih dipenuhi kebingungan. Apa yang harus ia lakukan dengan dokumen itu? Menjualnya ke pesaing Indira? Menggunakannya untuk menekan Indira agar menyerah?

Yang jelas, ia harus berhati-hati.

Setelah beberapa puluh menit berkendara, akhirnya Ratna sampai di rumahnya. Ia mematikan mesin, mengambil tasnya, lalu keluar dari mobil. Dengan langkah mantap, ia memasuki rumah dan menutup pintu rapat-rapat.

Begitu masuk ke dalam, ia langsung menuju ruang kerjanya, mengambil segelas anggur, lalu duduk di kursi dengan santai.

Ia menyesap anggurnya dengan perlahan, memikirkan pertemuannya dengan Kamala di rumah sakit tadi, yang masih terngiang di kepalanya.

Wajah Kamala yang penuh kebingungan dan emosi membuatnya tersenyum kecil.

"Pelan-pelan kau akan memahami semuanya, Kamala," gumamnya.

Ratna tahu bahwa Kamala tidak akan langsung mempercayai apa yang ia katakan. Tapi itu tidak masalah. Semua rencana sudah ia atur dengan matang. Yang perlu ia lakukan hanyalah menunggu waktu yang tepat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!