Seorang pemuda tanpa sengaja jiwanya berpindah ke tubuh seorang remaja di dunia lain. Dunia dimana yang kuat akan dihormati dan yang lemah menjadi santapan. Dimana aku? Itulah kata pertama yang diucapkannya ketika tiba di dunia yang tidak dikenalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mdlz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedua Puluh Delapan
Kewaspadaan Arsa tidak hanya kepada dua orang yang tersisa dari keganjilan notifikasi System. Tapi juga terhadap empat orang yang sempat mengejarnya ke kedalaman hutan, yakni ketika dirinya menyelamatkan gadis bernama Acha.
Sambil memandangi bola embun beracun buatannya, Arsa berkata di dalam hati. ‘Ini bisa jadi Bom Nuklir jika berada dibumi. Karena ini buatanku, sebaiknya aku namakan apa, ya?’
‘Bom saklir? Taklir? Ah, kenapa namanya serasa aneh!’ Arsa tersenyum konyol, menggeleng kecil atas pikirannya itu, ‘Kenapa pikiranku jadi Koclak! hahaha…’
Kembali fokus, Arsa membagi bola embun beracun buatannya menjadi sepuluh bagian yang lebih kecil. Dengan energi mental, dia membungkus setiap bola embun itu.
‘ini bisa jadi rencana cadangan jika bertemu dengan sesuatu yang sial!,’ mengatakan itu di benak, Arsa menyimpan kesepuluh senjata barunya itu.
System. “Ding! Selamat, Tuan. Karena mampu menciptakan senjata sendiri, Tuan mendapatkan hadiah kejutan, satu Kupon Undian.”
“Eh?” kaget Arsa sambil tertegun sejenak, tetapi langsung bersemangat, gembira mendengar notifikasi system yang tak terduga.
Menyebarkan indra spiritualnya lebih luas, Arsa mendeteksi adanya keberadaan pihak lain dalam jangkauan persepsinya, di duga pihak lain itu adalah kelompok yang sama.
Terdeteksi adanya delapan orang. Dua orang dalam keadaan vitalitas yang lemah, dan enam lainnya masih dalam kondisi segar bugar, Arsa sedikit bersemangat.
Perlu diketahui, sekalipun Arsa menyebarkan indra spiritualnya hingga maksimal, hal ini tidak akan disadari oleh pihak lain. Dan untuk saat ini, berdasarkan level Teknik Pernapasannya, hanya mereka yang berkekuatan Tahap Kaisar ke atas yang dapat menyadarinya.
Patut pula sebagai catatan, yang disebut tingkat Tinggi dalam kultivasi, adalah tingkat Ketujuh, tingkat Kedelapan, dan tingkat Kesembilan dalam setiap tahapnya.
Sedangkan tingkat Keempat hingga tingkat Kelima, disebut sebagai bagian dari tingkat menengah. Dan yang paling bawah adalah tingkat Rendah, yakni tingkat Pertama hingga tingkat Ketiga dalam setiap Tahap Kultivasi.
‘Kenapa orangnya bertambah? Apa sebelumnya masih ada yang belum datang?’ pikir Arsa menerka-nerka, langsung mengaktifkan tekniknya, ‘Mata Dewa!’
Sesuai dengan deteksi indra spiritualnya, visi Arsa menangkap adanya enam orang pada titik yang sama, yang mana keenamnya sedang berlutut di hadapan seorang lelaki tua.
Lelaki tua itu tampak dalam kondisi lemah, menyandarkan tubuhnya pada sebongkah batu, terletak di tepian lahan yang agak lapang di tengah hutan kegelapan.
Dari kejauhan, tepatnya arah timur laut dari lahan agak lapang itu, Arsa terus mengamati sambil berpikir keras, ‘Bagaimana aku akan melemparkan bola embun beracun ini? Jaraknya terlalu jauh!’
Sangat beralasan bagi Arsa mempertimbangkan jarak. Untuk saat ini, lapisan energi mental yang membungkus embun beracun, memiliki daya tahan yang masih terbatas.
‘Kekuatan keenamnya berada pada Tahap Prajurit Alam. Jika aku langsung melawan mereka, aku bisa dicekik sampai mati,’ otak Arsa terus berputar, mencari cara untuk menyerang secara diam-diam.
Tiba-tiba Arsa mendapati dua orang terbang dengan santai kearahnya. Ia menyeringai dan bergumam dalam hati. ‘Pucuk dicinta, ulam pun tiba.’
Berpindah ke dahan pohon dengan dedaunan yang lebih lebat, Arsa mencari posisi yang akan dilalui oleh kedua orang itu, mengendap dalam senyap, menyiapkan ancang-ancang.
Tepat ketika keduanya menutup jarak sekitar lima meter, saat itu juga. Arsa melemparkan bola embun beracun kearah mereka, meledak tak lama kemudian, tepat di depan wajah dua orang itu.
Seketika, dua orang itu jatuh dari udara dengan bunyi gedebuk, ngik dua kali. Arsa tetap diam di tempat, menunggu reaksi racun jiwa yang telah merasuk, memperhatikan setiap prosesnya.
“Argh, kenapa tiba-tiba kepalaku sakit sekali!” rintih orang pertama sambil memegangi kepalanya sendiri.
Orang kedua juga mengalami hal yang sama, “Aku juga! Seluruh tulangku saat ini terasa sangat nyeri! Arrgh!”
Detik berikutnya, kepala kedua orang itu langsung terpisah dari badan, “Slash! Slash!”
Dengan perlahan, Arsa mendarat dari atas pohon, memeriksa tubuh keduanya dengan cepat, orang yang baru saja dia penggal dalam senyap menggunakan bilah energi mental.
‘Baju Besi Kekaisaran?’
Arsa terkejut heran. Kedua sosok yang dipenggalnya, ternyata menggunakan baju besi dengan ciri khas khusus, yang ditutupi pakaian kain pada umunya.
Tidak ingin berpikir terlalu banyak, Arsa melepas dan mengambil semua benda berharga dari kedua mayat, paling utama adalah cincin ruang yang melingkar di jari mereka berdua.
Mengeluarkan Topeng Siluman, Arsa mengubah penampilannya, nyaris sempurna menjadi salah satu dari dua orang yang baru saja dipenggalnya.
‘Masih ada puluhan mayat, berarti ada banyak harta yang masih tersebar. Mari kita panen!’ sambil tersenyum, Arsa memulai aksinya.
Masuk kelahan agak lapang itu, menuju orang yang tersisa, Arsa berlari terhuyung sambil berteriak seoalah tak berdaya, “Kami terkena racun! Kami terkena racun! Tolong! Tolooong…!”
Melihat seseorang sedang berlari terseok-seok, keempat orang yang masih segar bugar bergegas. Mereka menghampiri Arsa yang sedang dalam penyamaran.
“Dimana kamu terkena racun?” tanya salah seorang dari mereka berempat yang datang menghampiri Arsa.
Arsa berpura-pura sangat ketakutan, mengkodisikan dirinya lemah tak berdaya, berkata dengan terbata-bata, “Di-di-di-di—-“
“Tenangkan dirimu!” sela orang yang sama, lantas bertanya mendesak, “Katakan! dimana orang yang meracunimu!”
“Di sini” berbarengan dengan kata itu, Arsa memecahkan bola embun beracun, menghilang disaat berikutnya. “Cling!”
Saling bertukar pandang di antara keempat orang, tertegun dengan sorot mata penuh tanya, kebingungan dengan perubahan peristiwa yang begitu tiba-tiba.
“Sial! Kita ditipu!” sergah salah seorang, tapi dia menjerit kemudian, diikuti ketiga orang yang lain, “Aarg… kepalaku! Kepalaku sakit!”
Sementara keempat orang jatuh berguling di tanah, Arsa muncul dibelakang dua orang yang lain. Dua orang yang sedang bersandar lemah pada sebongkah batu, salah satunya adalah lelaki tua yang terlihat dalam visi Arsa sebelumnya.
Keduanya juga terkena racun jiwa, racun yang Arsa ledakan ketika membantu Iyon Lala dan rekan tuanya untuk melarikan diri. Masih dengan penampilan penyamarannya, Arsa berdeham, “Ehem!”
Kedua pria yang keracunan itu pun menoleh, tapi disambut dengan kata-kata mengejek yang di lontarkan Arsa, “Apakah kalian tidak bisa menggunakan energi tubuh? Betapa malangnya…”
“Kamu? Kamu pengkhianat?” pekik seorang lelaki tua, langsung marah ketika melihat jelas, bahwa suara itu berasal dari bawahannya sendiri.
Arsa tersenyum main-main, “Oh, pengkhianat? Aku suka julukan itu, terlihat keren! Apakah kamu tidak suka?”
“Aku akan melipat gandakan upahmu dalam misi ini, Berikan aku penawarnya!” Bentak lelaki tua itu, menegadahkan telapak tangan kanannya.
Mendengar yang diucapkan lelaki tua itu, Arsa semakin penasaran dengan semua peristiwa yang terjadi. Dan ini adalah misi. Misi untuk apa?
Untuk mengobati rasa penasarannya, Arsa terus mencoba menggali informasi, memancing dalam setiap kalimat lelaki tua itu, agar mau mengatakan yang sesungguhnya.
“Hanya melipat gandakan? Ah, sebentar saja pasti habis,” balas Arsa sambil menggeleng kecil, seolah-olah, dirinya sama sekali tidak tergiur dengan nilai yang ditawarkan.
“Tentu saja tidak hanya itu!” ralat si lelaki tua seketika, dan menambahkan tawaran bujuknya, “sejak kamu membantuku melengserkan Kaisar Minola, kamu akan aku angkat menjadi salah satu punggawa kerajaan. Bagaimana?”
“Hmmm…. melihat tampangmu, sepertinya sangat sulit untuk dipercaya. Tidak ada jaminan bahwa nantinya kamu tidak akan membunuhku.”sahut Arsa dengan santai, seakan tidak perduli dengan tawaran uang maupun jabatan.
Lelaki tua itu berpikir keras, mengutuk di dalam benaknya, 'Bajingan tengik ini…. ternyata lebih sulit dari yang aku bayangkan.’
Setelah pikirannya bertarung dalam pilihan, lelaki tua itu mengeluarkan sebuah benda. Berbentuk bintang dengan enam sudut, terbuat dari emas seukuran telapak tangan seorang balita.
“Ini adalah kunci sekaligus peta ruang hartaku. Bawa benda ini sebagai jaminan!” mengatakan itu, si lelaki tua melemparkan benda di tangannya kearah Arsa, lantas mempertegas, “semua harta adalah harta rampasan perang. Dan entah berapa kali aku telah berperang.”
System. “Ding! Benda ini mengandung tanda jiwa pemilik, Tuan. Seberapa pun jauhnya, pemilik dapat mengetahui lokasi benda ini.”
System. “Ding! Tanda jiwa dapat dihapus hanya dengan membunuh pemiliknya.”
Mendengar peringatan system, Arsa tertawa di dalam hati, mengutuk lelaki tua itu, ‘Dasar Rubah Tua Bangka bau tanah! Masih saja kamu memiliki rencana licik!’
“Ini penawaranmu!” bersamaan dengan itu, Arsa melemparkan sebotol giok dengan sebutir pil.
Sambil masih memperhatikan kunci berbentuk bintang di tangannya, Arsa berkata, “Sebelum meminumnya, tarik napas dalam-dalam dan panjang. Ulangi sebanyak dua puluh satu kali.”
Di dalam hati, Arsa sudah tertawa terbahak-bahak. Dia benar-benar asal bicara, tidak ada aturan yang menyebutkan seperti yang dia katakan. semuanya hanyalah bohong belaka.
“Aku juga butuh penawar! Ini kunci ruang hartaku, dan ini petanya, “Kata salah seorang lain dengan tergesa-gesa, merupakan seorang jenderal Kekaisaran, duduk tidak jauh dari lelaki tua pemilik benda berbentuk bintang.
Mendengar penawaran yang mengiurkan, Arsa pura-pura mengerutkan kening, berkata dengan alis kiri terangkat, “Apakah ruang harta kalian berpindah-pindah? Kenapa harus dipetakan segala?”
“Ini untuk generasiku! Jika aku tidak sempat memberi tahu lokasi tepatnya, setidaknya generasiku memiliki catatanya, “Jawab sang jenderal dengan jujur. Bagaimana tidak jujur, kematian saat ini sedang di depan mata.
“Baiklah, sini kunci dan petanya!” pinta Arsa dengan raut wajah malas.
Setelah menerima barang jaminan, Arsa memberikan botol giok yang sama seperti yang pertama.
“Lakukan hal yang sama seperti yang aku katakan padanya!” ujar Arsa sambil menunjuk jari ke arah lelaki tua, yang saat ini masih menarik napas panjang berulang kali.
Tanpa peduli dan acuh tak acuh, Arsa berjalan tenang kearah lain. Dia menuju mayat-mayat yang berserakan, melucuti semua hal yang berharga dari setiap mayat.
‘Panen besar, coy!’ Arsa bersorak di dalam hati, ada banyak benda berharga yang dia peroleh hari ini.
Kemudian, selesai dengan banyak mayat, Arsa beralih arah, menuju empat orang yang masih berguling-guling di atas tanah, mengerang adalah suara yang mereka keluarkan.
Tidak hanya berguling dan mengerang saja, mereka menahan sakit yang luar biasa, rasa sakit yang merayapi sekujur tubuh hingga ke tulang, sungguh sangat menyiksa mereka berempat.
Tanpa banyak bicara, Arsa memenggal keempatnya seketika, melucuti tubuh mereka dari harta benda, memasukkannya kedalam ruang penyimpanan system seraya tersenyum.
“Kau bedebah kurang ajar! Pil macam apa yang kau berikan padaku, ha?” sambil menekan dadanya dengan tangan kanan, lelaki tua itu berteriak marah, tangan kirinya menunjuk jari ke arah Arsa.
“Hahaha… jujur, aku paling benci pengkhianat. Yang sangat aku suka adalah…… berbohong,” ucap Arsa sambil tersenyum, lalu bersiul santai, seolah sedang menikmati udara malam yang sangat menyegarkan.
Tidak bisa tidak, lelaki tua itu mengutuk marah. “Bajingan! Kamu manusia bedebah! Keparat! Aaaargh…!”
Hanya selisih beberapa detik dengan lelaki tua itu, sang jenderal juga berteriak dengan ucapan dan kutukan yang sama, di sambut dengan suara notifikasi system di benak.
Kedua orang itu menggeliat kesakitan, serasa ada ribuan jarum yang menusuk jantung, diikuti pecahnya pembuluh darah dan retaknya meridian.
Setelah memuntahkan banyak darah, keduanya tewas pada akhirnya, melotot dengan raut wajah tidak terima, membawa kutukan dalam langkahnya menuju alam baka.
System. “Ding! Selamat, Tuan. Tuan telah membunuh kultivator Tahap Kaisar Alam tingkat Kedua, Poin Pengalaman….
Mengabaikan notifikasi systemnya, sekali lagi. Arsa melicuti kedua orang itu hingga bersih dari harta benda yang menempel, pun tidak lupa. Arsa memusnahkan semua mayat menjadi abu, seolah mereka semua dan peristiwa yang terjadi, tidak pernah ada.