Bagaimana perasaan kalian jika orang yang kalian cintai, yang selalu kalian jaga malah berjodoh dengan orang lain?
Ini kisah tentang Jean Arsa Anggasta seorang calon CEO muda yang ditinggal nikah oleh kekasihnya. Ia menjadi depresi dan memutuskan untuk tidak mau menikah namun karena budaya keluarganya apabila seorang anak laki-laki sudah berumur 25 tahun maka mereka harus segera menikah. Maka mau tidak mau ia harus menikahi Ashana Daryan Fazaira sepupunya. Seorang gadis yang juga telah dibohongi oleh kekasihnya yang telah berselingkuh dengan sahabatnya.
Lalu apa yang terjadi jika pernikahan tanpa cinta ini dilakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Di sudut balkon sebuah kafe rooftop, Jean duduk santai di kursinya sambil menyeruput iced americano favoritnya. Angin malam yang sejuk berhembus pelan, mengusir rasa gerah setelah hari yang panjang. Di hadapannya, Farel, sepupu sekaligus sahabat terdekatnya, menatapnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.
"Lo beneran mau nikah Je?" Tanya Farel sambil mengaduk-aduk es kopinya.
Jean hanya mendengus, wajahnya tetap datar. "Iya"
Farel menaikkan alisnya. "Kenapa tiba-tiba?"
Jean menatap lurus ke arah Farel, lalu dengan nada santai tapi penuh arti, dia berkata, "Iya, tiba-tiba aja Gue kepikiran buat nikah"
Farel yang tengah menyeruput kopinya langsung tersedak. Dia meletakkan gelasnya dengan tergesa-gesa dan menatap Jean dengan ekspresi syok. "Tiba-tiba kepikiran buat nikah? Yang bener aja Lo? Emang Lo udah move on?" tanya nya dengan hati-hati, mengingat Jean sangat mencintai Luna.
"Kalau dia aja bisa mencintai laki-laki lain, kenapa gue gak bisa?"
"Tapi Itu... Lo beneran serius mau nikahin Raniya, Je?" tanyanya dengan nada tak percaya.
Jean mendengus kecil, menatap Farel dengan mata yang sedikit menyipit. "Emang muka gue keliatan bercanda?" tanyanya balik, nada bicaranya datar namun tajam.
Farel menatap wajah Jean dengan seksama, mencoba mencari petunjuk apakah saudaranya ini sedang serius atau hanya main-main. Tapi Jean, seperti biasanya, punya wajah poker face yang sulit dibaca.
Jean menyeruput es kopinya lagi, lalu menambahkan, "Lama amat jawab gitu aja."
Farel akhirnya menghela napas panjang, mencoba mencari kata-kata. "Emm... Ya gimana ya. Gue nggak ngeliat keraguan sih di muka lo," jawabnya akhirnya.
Jean menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. "Yaudah berarti itu udah ngejawab pertanyaan lo," katanya dengan nada penuh kepastian.
Farel mengangkat bahu, menyerah pada keyakinan Jean. "Yaudah, gue doain semoga..."
"Stop! Stop!" Jean memotong, mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan Farel.
"Lah kenapa? Kan gue mau doain yang terbaik buat lo," jawab Farel bingung.
Jean menatap ke kejauhan, menghela napas panjang. "Jujur, sebenarnya gue berubah pikiran."
Farel mengerutkan dahi, kebingungan bertambah. "Berubah pikiran kenapa?"
Jean mengalihkan pandangan, lalu bergumam pelan, "Gue jadi ragu deh."
Farel tertawa kecil. "Yaelah, tadi malam bukannya lo habis kencan sama dia? Mana muka lo merah banget lagi, kayak tomat! Jangan bilang dia ngelakuin hal aneh ke lo."
Jean hanya mendesah, lalu memalingkan wajah dengan ekspresi aneh. "Rel, lo nggak tahu aja. Ternyata dia itu..." Jean menghentikan ucapannya, lalu spontan menggeliat seperti merasa geli sendiri.
Farel menatapnya dengan penasaran. "Kenapa? Kenapa?"
Jean hanya menggeleng. "Ah, udah lah. Gue nggak mau ingat-ingat itu lagi."
Farel semakin penasaran, mencondongkan tubuhnya ke depan. "Wah, pasti ada yang aneh-aneh, kan? Dari ekspresi lo aja udah kelihatan banget, Je."
Jean hanya memutar matanya, mencoba menghindari pembicaraan yang semakin memanas. Di balik sikapnya yang santai, ada sesuatu tentang Raniya yang terus menghantuinya. Sesuatu yang membuatnya ragu melangkah ke jenjang pernikahan.
***
Sementara itu pagi-pagi Raniya berlari ke kamar Zarina. Ia menari-nari kegirangan dan tersenyum bahagia.
"Tantee..... Akhirnya aku sama Jean bakal menikah"
Raniya melompat-lompat dihadapan Zarina seperti anak kecil.
"Tante seneng banget denger keputusan Jean tadi malam, gak nyangka banget ya" ucap Zarina.
"Iyah Tante, dan tadi malam juga Jean ajak aku jalan" Raniya mengingat dirinya mencium pipi Jean dan membuat wajah pria itu memerah.
"Ehh kalian ngapain aja? Kok kayaknya kamu seneng banget"
Raniya tersenyum malu.
"Kok kayaknya Tante ngerasa kamu..."
"Iyah Tante"
"Iyah apa? Kalian ngapain?" Zarina semakin penasaran.
"Ciuman pertama aku" Raniya menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan menghindari Zarina.
"What?? Really? Jean ngelakuin itu?" Tanya Zarina tak percaya.
"Aku yang mulai duluan, dan Jean menerima itu"
Zarina memukul lengan keponakan nya itu.
"Kamu ini belum nikah juga udah main nyosor aja, kalau Jean ilfeel gimana? Tante gak mau tanggung jawab ya"
Raniya memeluk tantenya.
"Tante gak usah khawatir, tenang aja. Aku ngerasa kalau Jean menikmati itu"
"Ah pokoknya apapun itu, kamu harus menikah sama Jean"
Dari luar pintu kamar Luna mendengar pembicaraan mereka.
"Raniya ini ga ada bedanya sama tantenya, sama-sama perempuan yang gak tau malu" ucap Luna.
Saat itu Jean dan farel menuruni tangga, Luna tersenyum melihat mereka.
Sena keluar dari kamar dan menyapa Luna dan farel.
"Kamu mau kemana?" Tanya Jean.
Sena mengabaikan kakaknya.
"Kalau orang nanya itu di jawab"
"Bukan urusan kakak"
Mendengar suara Sena yang cukup keras Zarina dan Raniya keluar dari kamar.
Zarina melirik Luna yang menjauh dari pintu kamarnya.
"Ngapain kamu disini?" Tanya zarina.
Luna mengabaikan pertanyaan Zarina.
"Jeannn" sapa Raniya.
Jean hanya tersenyum simpul.
Sena sangat kesal melihat Raniya.
"Menyebalkan" ucap Sena pelan dan hanya didengar oleh Jean.
"Sena dengerin kakak dulu" Jean menarik lengan Sena, Raniya memegang lengan kiri Jean.
"Lo itu kenapa sih??" Sena kesal melihat Raniya menyandarkan kepala nya di bahu Jean .
"Lepasin tangan kakak gue"
"Dia calon suami gue, Lo cuman adiknya"
"Raniya!!!" Jean menarik lengannya.
"Belum jadi istri aja, kelakuannya udah menjengkelkan kayak gitu, gimana kalau udah jadi istri. Ya gak beda jauh sih" Luna melirik Zarina.
"Maksud kamu apa?" Zarina ikut emosi.
"Ma udah ma" farel menenangkan ibunya.
"Kamu denger kan dia bilang apa? Yang pelakor siapa? Gak sadar diri banget dia" ucap Zarina.
Luna menarik Raniya menjauh dari Jean dan Sena.
"Jangan ikut campur urusan gue sama Sena" ucap Jean penuh penekanan.
"Ayo Sena kita keruangan papa"
Jean dan Sena pun pergi.
"Ran jaga sikap Lo, jangan kaya gitu. Gimanapun juga Sena itu adik kandung Jean" ucap farel.
"Ya habisnya tuh anak aneh, gue gak pernah cari gara-gara sama dia. Tapi kenapa feedback dia gitu ke gue?" Kesal Raniya.
"Raniya udah, mending kita ke bawah"
Zarina membawa Raniya turun ke bawah, farel mengikuti mereka dari belakang.
***
"Sena papa minta tolong kamu bersikap dewasa jangan seperti anak kecil" ucap Wira.
"Pa, Sena cuman gak suka aja kalau kak Jean nikah sama Raniya. Dia itu gak baik" ucap Sena.
"Sena, kamu harus terima keputusan kakakmu. Mungkin Raniya emang jodohnya"
"Aku mau tanya kakak, kakak serius mau menikah sama Raniya? Kakak yakin bakal bahagia? Gak usah ikutin tradisi atau semacamnya yang pernah terjadi atau mungkin turun temurun dijalankan di keluarga ini. Kakak berhak memilih, gak harus dia kak"
"Sena... Kakak ngerti kamu pasti khawatir, tapi ini udah keputusan yang kakak buat dihadapan keluarga kita"
"Lagian kenapa sih kalian maksa kak Jean harus menikah? Niat Raniya itu jelek dari awal pah, percaya deh sama aku"
"Kamu doakan aja yang terbaik buat kakak mu, gak perlu ada permusuhan di keluarga ini"
"Oke, aku bakal doain supaya kalian batal nikah" ucap Sena sambil tersenyum.
Wira dan Jean hanya saling pandang.
"Jelek banget doanya" ucap Wira.
"Aku bakal doain semoga kakak dapat seorang istri yang baik"
"Ya gak salah sih, semoga doa lo terkabul deh" batin Jean.
"Yaudah sekarang kamu baikan sama Raniya sana, jangan Sampai bertengkar lagi. Setelah ini sudahi semua konflik yang ada"
Sena hanya mengangguk kemudian pergi keluar dari ruangan Wira.
***
"Ini udah 2 Minggu, hasil tes pasti udah keluar. Kita kerumah sakit sekarang" ucap Raka.
Mila hanya mengangguk.
Mereka pun sampai dirumah sakit dan mengambil laporan pemeriksaan. Raka terbelalak kaget melihat hasil tes tersebut.
"Gimana? Kamu masih mau berdalih lagi? Bilang kalau anak yang Aku kandung ini bukan darah daging kamu?" Tanya Mila dengan lirih.
"Ini anak gue?" Tanya Raka lagi.
"Iyah Raka, ini anak kamu. Ini anak kita" ucap Mila.
Mila meletakan telapak tangan Raka di atas perutnya.
"Rasakan, meskipun dia belum bisa menendang"
Raka segera menarik tangannya.
"Mila maaf, tapi gue gak bisa nikahin Lo"
"Kenapa? Ini anak kamu"
"Sebelumnya gue pernah bilang kan? Meskipun hasil tes terbukti ini anak gue. Tapi maaf, gue gak bisa nikahin Lo. Tapi gue janji gue bakal biayain semua kebutuhan bayi ini. Gue akan selalu nemanin Lo ngececk kandungan, apapun yang Lo mau bakal gue penuhin, bahkan persalinan Lo pun akan gue temani" ucap Raka.
Air mata Mila menetes begitu saja, perkataan itu membuat dadanya sesak.
"Kamu tega banget ya Raka"
"Mila gue gak cinta sama Lo, semua yang terjadi itu kecelakaan dan bukan keinginan gue"
"It's okay aku ngerti"
"Atau Lo mau gugurin kandungan Lo?" Tanya Raka.
"Gugurin?? Enteng banget ya kamu nyaranin itu? Sampai kapan pun aku gak akan pernah nyerah"
"Sorry Mila" ucap Raka.
Mila menghapus air matanya, ia langsung berdiri.
"Lo mau kemana?"
"Mau pulang"
"Gue anterin ya"
Saat itu handphone Raka berdering, tertera nama Shan dengan emoji hati berwarna merah.
"Aku bisa pulang sendiri"
Mila pun pergi.
Endingnya kayak terlalu maksa sih Thor, harus nya buat Ampe ratusan episode Thor... sayang banget Thor 😭 bakal kangen Ama jean and Shan huhuhu /Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/