NovelToon NovelToon
Beautifully Painful

Beautifully Painful

Status: tamat
Genre:Tamat / Sudah Terbit
Popularitas:24.6M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK

Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.

Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.

Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.

Beautifully Painful.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Menepilah

Anja

Badannya masih menggigil gemetaran dan pikirannya nge blank ketika Sopir Taxi bertanya untuk entah yang keberapa kalinya, "Mau kemana?"

"J-jalan dulu aja Pak, nanti saya kasih tahu."

"Kalau gitu saya muter-muter disini dulu ya Mba, biar nanti kalau harus putar balik nggak terlalu jauh."

"Gimana baiknya aja Pak."

Jadi untuk sementara Taxi hanya berputar-putar di sekitaran Cikini. Ia pun hanya bisa berdiam diri sambil memandangi deretan gedung dan bangunan yang terlewati.

Di dalam kepalanya masih lekat dalam ingatan tentang ruang operasi yang cat temboknya terkelupas, orang berwajah kusut dengan jas dokter berwarna kekuningan, alat-alat berwarna silver, toples kaca besar dan selang, tak lupa cewek-cewek yang keluar dari ruang operasi dengan wajah menyesal.

My God. Apa yang barusan dilakukannya?

Tanpa sadar tangannya mengelus perut -yang sepertinya masih biasa saja, rata, tak banyak berubah walau berdasar pemeriksaan USG telah berusia 20 minggu lebih- sementara di dalam kepalanya terbayang wajah Dipa. Ya ampun Dipa nya, first love nya, rasanya ingin menjerit sekeras mungkin. Meluapkan sesak di dada.

Dipa, masihkah kau disana?

Atau semakin menjauh dan tak pernah kembali?

Namun perlahan wajah Dipa mulai menghilang, digantikan oleh wajah Mama yang sedang tersenyum. Kemudian menyusul berturut-turut Papa yang tegas tapi sebenarnya tipe orang yang asyik. Lalu Mas Tama yang plek ketiplek duplikat Papa. Tak ketinggalan Mas Sada yang -sebelum berkeluarga- selalu menjadi shoulder to cry on baginya. Wajah mereka berempat muncul bergantian bagai roll film yang diputar berulang-ulang. Membuat dadanya terasa semakin sesak dan sakit.

Maafin Anja Ma.

Maafin Anja Pa.

Telah mengecewakan.

Dengan perasaan mengharu biru ia mencoba melempar pandangan ke jendela samping, memperhatikan sederet bangunan tempo dulu yang terlewati. Namun justru kembali mengingatkannya pada Klinik aborsi yang cat tembok kamar operasinya terkelupas disana sini.

Tapi sebentar.

Tunggu dulu.

Sepertinya ada yang kurang.

Sedetik kemudian ia hampir menjerit saking kesalnya, "Ya ampun, duit gue ilang?!"

"Apa Mba?" sopir Taxi melihat kearahnya melalui rear vission mirror dengan wajah bingung.

"Oh...eh...enggak Pak," ia hanya meringis malu sambil terus mengutuk-ngutuk dalam hati. Ya ampun, duit gue 6 juta hangus begitu aja?! My God. Sial. Sial. Sial. Gggrrgrgrhrgrh.

Ia semakin kesal demi mengingat uang tersebut sejatinya ia kumpulkan sungguh-sungguh dari sisa uang jajan untuk travelling around Asia bersama Hanum dan Bening tahun depan.

Namun kini dalam sekejap mata hilang sebanyak 6 juta!?!

Sialan.

Sialan banget.

Dan yang paling bertanggungjawab atas semua kejadian menyebalkan ini adalah....yeah siapa lagi kalau bukan cowok berandal brengsek yang telah menitipkan sesuatu di dalam perutnya hingga ia harus pontang panting dan kalang kabut seperti sekarang ini.

Cakraaa, tunggu pembalasan gue!!

Ia bahkan tak sempat berpikir ketika minta diantarkan ke alamat yang tertera di layar ponsel, yang kini tengah menampilkan website resmi sekolah/data siswa/XII IPA6/Teuku Cakradonya Ishak.

"Ini gangnya," tunjuk Sopir Taxi saat menepi di depan sebuah gang yang terletak tak jauh dari Pasar Kemiri.

Setelah membayar ongkos dan mengucapkan terimakasih, ia pun mulai berjalan menyusuri gang menuju rumah nomor 173.

Ia yang merasa kesal setengah mati dan geregetan, sesekali harus berjalan lebih menepi ke pinggir karena ada motor yang lewat. Atau berhenti sebentar guna memberi ruang untuk anak-anak usia SD yang berlarian kesana kemari di sepanjang gang.

Setelah berjalan cukup jauh dan tak juga menemukan nomor rumah yang dimaksud, ia pun menyerah dan memutuskan untuk bertanya pada orang lain.

"Oh, ini sih bukan disini," ujar seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya di teras rumah.

"Kalau RT 7 disono noh, gang kelima. Ini sih gang ketiga," lanjut ibu itu lagi sambil menunjuk tempat yang terletak nun jauh disana.

"Nyari siapa?" tanya seorang kakek yang juga sedang duduk-duduk di teras rumah sebelah ibu tersebut.

"Nyari rumah si Agam," jawab ibu itu sambil terus menyuapi anaknya.

"Oh, bukan Agam Bu," ralatnya cepat. "Saya nyari rumahnya Cakra. Cakradonya," ulangnya dengan suara yang lebih keras.

"Iye, same aje Neng. Agam ya Cakra. Cakra ya Agam."

Membuat keningnya mengkerut. Kok bisa?

"Kalau di rumah dipanggilnya Agam. Jadi orang-orang kampung sini pada ikutan manggil Agam. Kecuali anak-anak muda baru manggil nama Cakra," terang ibu tersebut panjang lebar. Membuatnya mengangguk-angguk meski masih sedikit bingung.

Lalu ibu itu kembali melanjutkan, "Lewat sono Neng....jalan terus....lewat jembatan itu juga bisa. Ntar ada langgar (masjid) belok kiri, terus kanan, sampai deh di gang lima. Ntar disono nanya lagi rumahnya Agam."

"Makasih Bu," ia tersenyum mengangguk. Namun sebelum melangkah pergi telinganya masih sempat mendengar orang berkomentar, "Dari dulu banyak kali cewek-cewek nyari rumah si Agam."

"Iya. Kemarenan juga ada, tiga orang malah. Bahenol (cantik)."

"Ya begitu dah resiko jadi orang cakep," kali ini terdengar suara si kakek. "Banyak cewek pada nyosor."

"Macem gua jaman muda dulu, banyak cewek nyang pada nyariin ke rumah."

"Karena cakep ye Kong? Kek si Agam gitu?" celetuk yang lain.

"Iye dong. Sebelas dua belas lah. Sekarang masih kelihatan kan cakepnye?"

Kemudian disusul gelak tawa para ibu, "Ah, si Engkong bisa aje....."

Sambil terus berjalan ia pun mencibir. Banyak cewek bahenol nyariin Cakra? Oh ya, jelas sudah bisa diduga. Si berandal brengsek itu pasti punya banyak mainan. Sayang seribu sayang, justru ia yang kena getahnya. Sial banget kan?

Setelah sempat tersesat dan harus beberapa kali bertanya, sampailah ia di sebuah rumah yang bagian depannya terlihat paling asri dibanding rumah lain yang ada di sekitarnya. Mungkin karena pot-pot bunga yang menggantung di sekeliling teras rumah dan beberapa tanaman apotik hidup di sudut rumah.

Sekilas ia sempat melihat nomor rumah yang tertempel di atas pintu, 173. Baiklah. Namun ketika baru mau mengetuk, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam disusul munculnya dua bocah usia SD yang sedang berkejaran dan langsung menabraknya.

"Aduh," ia spontan mengaduh karena bocah laki-laki itu menabrak tubuhnya dengan cukup keras hingga hampir terjatuh. Sementara bocah perempuan hanya menyenggolnya sedikit.

"Maap...maap...," teriak bocah laki-laki tersebut sambil terus berlari dan tertawa-tawa.

Saat ia masih bengong sebuah teriakan kembali muncul dari dalam rumah, "Umay! Sasa! Kalia.....," namun langsung terpotong begitu melihat dirinya yang telah berdiri di teras.

"Cari siapa?" tanya wanita itu sambil memperhatikannya tajam. Dengan kening berkerut dan mata yang jelas-jelas memikirkan sesuatu.

"C-cakra ada?" jawabnya kaku.

Ia harus menunggu selama beberapa detik hingga wanita itu balik bertanya dengan tatapan penuh selidik, "Anjani?"

Tak lama kemudian ia telah duduk di dalam ruang tamu yang sangat sederhana dan tak terlalu luas. Hanya berisi seperangkat kursi rotan yang telah lapuk dimakan usia dan sebuah lemari buffet kayu yang tak kalah tuanya.

"Silahkan minum dulu," wanita yang tadi memperkenalkan diri sebagai kakak ipar Cakra, Kak Pocut, menyorongkan secangkir teh manis hangat ke hadapannya.

"Makasih," ia tersenyum mengangguk dan mengambil cangkir tersebut. Berjalan kaki lumayan jauh membuatnya merasa sangat haus.

"Jauh ya jalan kesini?" ada seulas senyum di bibir Kak Pocut demi melihatnya menyesap habis teh di dalam cangkir dalam satu waktu.

"Nyasar berapa kali?"

Ia meringis, "Banyak kali."

Kak Pocut tertawa, "Ya beginilah tinggal di daerah padat. Suka susah cari alamat karena gangnya mirip-mirip. Harus lengkap RT RW nya."

Ia mengangguk.

"Agam...maksudnya Cakra, lagi di jalan mau pulang," nada suara Kak Pocut mendadak berubah serius. "Tunggu sebentar ya...."

Ia tersenyum malu, "Saya lupa kalau ini hari Sabtu. Saya pikir Cakra ada di rumah."

Ia memang benar-benar lupa jika sekarang hari Sabtu. Kejadian nge blank di Klinik tadi membuat kinerja otaknya mengalami disorientasi yang cukup parah. Pertama, ia bingung 7 keliling tak tahu harus kemana. Kedua, ia kesal setengah mati karena telah kehilangan uang sebesar 6 juta. Ketiga, yang ada di dalam benaknya hanya satu, yaitu menagih uang 6 jutanya yang hilang kepada Cakra. Karena gara-gara dialah ia bisa sampai kehilangan uang seperti sekarang ini. Dan itu menjadi alasan utama keputusannya untuk mendatangi rumah Cakra.

My Gosh! Entah apa yang ada di dalam pikirannya hingga nekat mendatangi rumah si berandal brengsek ini. Padahal kalau hanya menagih uang toh bisa lewat telepon. Tak harus jauh-jauh kesini sampai tersesat segala.What a joke.

"Nggak papa. Memang sebentar lagi waktunya pulang. Karena hari ini cuma ambil satu shift pagi."

Ia mengangguk.

"Kutinggal dulu ke belakang ya," pamit Kak Pocut. Dan tak lama kemudian terdengar suara orang sedang memasak disusul bau harum yang semerbak memenuhi ruang tamu.

Sambil menunggu ia pun mulai memperhatikan keadaan sekeliling ruang tamu. Terutama lemari buffet kayu yang di dalamnya dipenuhi oleh foto-foto, piagam, medali, dan beberapa piala.

Karena penasaran ia pun berjalan mendekat ke arah lemari, dan matanya langsung meloncat keluar demi membaca tulisan yang tertera di setiap piagam tersebut.

... ----------...

...Pemerintah Propinsi DKI Jakarta...

...Dinas Pendidikan dan Kebudayaan...

...Piagam Penghargaan...

...Teuku Cakradonya Ishak...

...SMP Negeri 372 Jakarta...

...Sebagai peraih medali emas bidang Matematika...

...Pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) jenjang SMP tingkat propinsi DKI Jakarta...

...----------...

Perlahan namun pasti matanya berkali-kali meloncat keluar demi melihat semua piagam, medali, dan piala tertulis atas nama Cakradonya Ishak. What the hell? My God.

Ia masih terheran-heran melihat sederet medali yang lumayan mentereng -pastinya belum pernah ia raih sampai hampir lulus SMA seperti sekarang ini- ketika suara Kak Pocut mengejutkannya, "Itu waktu SD sama SMP."

Ia meringis malu karena terpergok sedang menganalisa isi lemari dan berniat kembali duduk di kursi rotan ketika matanya tertumbuk pada piagam yang paling mencolok karena terdapat logo Garuda Pancasila berukuran besar dan mengkilap di dalamnya, dengan tulisan yang berbunyi,

... ----------...

...Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan...

...Piagam Penghargaan...

...Teuku Cakradonya Ishak...

...SMA Pusaka Bangsa, Jakarta...

...Sebagai peraih medali emas bidang Matematika...

...Pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SMA...

...----------...

How come? Bagaimana bisa ia tidak tahu semua ini? Si berandal brengsek itu? Impossible.

"Begitu masuk SMA langsung turun drastis," lanjut Kak Pocut sambil tertawa sumbang.

"Ini ada waktu SMA Kak?" kernyitnya heran.

"Oh itu yang terakhir. Waktu masih kelas 10."

"Setelah itu?" ia mendadak ingin tahu.

"Setelah itu prestasinya terjun bebas," Kak Pocut menggelengkan kepala dengan wajah murung.

"Kenapa bisa?" ia mengernyit heran.

Aduh, kenapa ia banyak bertanya yang terkesan menginterogasi sih? Stop it, Anja! Dia cuma anak berandal brengsek yang sudah menodaimu!

Kak Pocut menghela napas kemudian tersenyum sebelum akhirnya menjawab, "Anjani tak tahu cerita ini? Atau belum masuk ke Pusaka Bangsa ya? Karena Agam memang harusnya sudah lulus SMA tahun lalu."

Ia menggeleng sambil terus mengernyit.

"Sebagai pemenang OSN, Agam terpilih untuk ikut seleksi Asian Mathematics Olympiad di Tokyo. Dan wajib ikut training selama tiga bulan di kampus Ganapati, Bandung, sebagai base camp OSN tingkat nasional."

"Tapi kepala sekolah bilang, sekolah tak bisa memfasilitasi. Jadi harus pergi sendiri ke Bandung tanpa didampingi pihak sekolah. Padahal Agam tak pernah pergi jauh sendirian. Ke Bandung sekalipun."

"Tapi karena anaknya semangat ingin ikut, akhirnya tetap pergi pakai biaya sendiri."

"Pas Agam masih training di Bandung, pas pembagian rapot. Sekolah memanggil Mamak."

"Sekolah bilang kalau Agam lolos seleksi Asian Mathematics Olympiad ke Tokyo, dia tak akan naik kelas."

"Dapat kabar begitu, Agam langsung down. Padahal dia membawa nama sekolah untuk lolos di Olimpiade Sains tingkat Asia."

“Dia tak lagi bisa fokus, akhirnya hanya duduk di urutan 6. Sementara yang masuk ke tahap selanjutnya hanya peringkat 5 besar."

"Agam akhirnya dapat segalanya," ujar Kak Pocut dengan senyum getir. "Tak lolos ke Olimpiade di Tokyo, tak naik kelas, beasiswa penuhnya dicabut, di skors pula."

"Sejak kejadian itu Agam mulai berubah."

***

1
Zulva
Obat Rindu dengan Cakra dan Anja,Mas Tama dan Kak Pocut. Tak kan pernah bosan,dan tk bisa lupa dengan cerita mereka. Makasih mam Sera atas karyanya yg sangat LUAR BIASA BUATKU😘😍. Sambil lagi USAHA BIAR BISA BACA KARYA TERBARUNYA RAKAI DAN PUPUT..
Intan Reni Agustina
🥲
Mrs.Kristinasena
aku baca lagi kak .awal th 2025..kangen banget Ama Cakra Anja..karya kak sephinasera emang ga ada duanya..ngangenin..bahkan tanpa ampun telah menyatu dlm kalbu seolah ini cerita nyata..pdhl hanya karya fiksi..
AuLia PuTri
2025 baca lagi masih saja terharu 🥲🥲
Reni Novitasary
mewek again/Sob/
rian silviani
apakah ada Cakra di real life?
RR.Novia
Abang cakra, aku balik reread lagi 🥹
marianna
kalo udah dapat cerita sebagus ini bakalan susah dpt cerita yang lebih bagus lagi
Pudji Widy
kak sera..ayo balik ke NT lagi..kangen kak baca cerita mu
Teh Neng
2025 baca ulang .. kangen Cakra🤗
Iren Siwi
Luar biasa
Nartyfauzi ruliyadi
tidak bisa move on dr novel Cakra Anjani dn Pocut mas Tama ❤️❤️❤️
Teh Neng
maa syaa Allah baca untuk ke sekian kalinya ini teteh . gagal move on Cakra tuh yaaahhh . Nemu di mana coba Cakra versi nyata☺️
Darmiati Thamrin
😭😭😭😭😭
Athalla✨
kirain Anja mau dilanjuttt bang ehh
Athalla✨
Love you too 🥰😍
udah aku wakilin tuh Ja 🤭🤭
Athalla✨
runtuh sudah pertahanan diri Abang 😁😁
Athalla✨
kamu yang mancing duluan loh Ja 🤭
Athalla✨
sadar gak sih Ja,, kamu mancing² abang terus 😂
Athalla✨
kelamaan nungguin kamu bang jadinya disamperin deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!