Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelamatan pria tua
"Oi, kau dengar aku!?" Nada suaranya lebih tegas kali ini. Tangannya terulur, mengguncang bahu pria tua itu sedikit lebih keras tapi tetap saja masih tidak ada reaksi. Cassius mulai merasakan firasat buruk. Pria tua ini tidak terlihat sakit atau terluka, tetapi ada sesuatu yang menguasainya—sesuatu yang membuatnya menjadi seperti boneka tanpa kesadaran.
"Sial, ada yang tidak beres denganmu." Matanya menajam. Ada sesuatu yang terjadi pada pria ini, sesuatu yang lebih dari sekadar tekanan dari Fire Spirit, “Tapi apa?” tanya Cassius dalam hati.
Cassius mengepalkan tanganya, karena merasa ada sesuatu yang salah juga dengan atmosfer tempat ini. Apapun yang sedang terjadi, ia harus mencari tahu sebelum terlambat.
Dan ternyata firasatnya benar, tiba-tiba udara di dalam gua mendadak menjadi lebih berat. Suhu turun drastis, dan aroma tanah lembap bercampur dengan sesuatu yang busuk mulai memenuhi udara sekitar. Cassius merasakan bulu tengkuknya meremang, instingnya berteriak bahaya. Lalu, terdengar suara goresan keras di lantai gua, disertai getaran samar dan desisan yang menggema. Seperti sesuatu yang besar bergerak dan menyeret tubuhnya di atas batu. Cassius menoleh ke arah suara itu, tubuhnya menegang.
Dari kegelapan yang lebih dalam, sepasang mata perlahan terbuka. Cahaya redup yang terpancar dari beberapa mineral di dinding gua memantulkan sorot mata yang dingin dan tidak berperasaan. Cassius tidak bisa melihat keseluruhan sosoknya, tetapi ia bisa merasakan sesuatu yang besar sedang mengawasinya. Lalu, ia melihatnya bergerak dari bayangan yang pekat, sesosok makhluk sedang merayap keluar. Siluetnya terlihat seperti seekor kadal berukuran raksasa yang jauh lebih besar dari yang pernah ia temui sebelumnya.
Cassius langsung merasakan firasat buruk. Tetapi sebelum ia bisa bereaksi, pria tua di depannya melakukan sesuatu yang aneh. Alih-alih mundur atau menunjukkan ketakutan, ia justru mengangkat wajahnya dengan ekspresi penuh ketenangan. Bibirnya melengkung dalam senyuman lebar, seolah-olah ia telah menantikan saat ini.
Cassius menyipitkan mata, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pria tua itu perlahan berdiri, gerakannya tidak tergesa-gesa. Seolah-olah ia sudah tahu makhluk ini akan datang dan tidak sedikit pun menolaknya. Lalu, ia mulai melangkah menuju kegelapan. Cassius akhirnya tersadar dan langsung mengulurkan tangan, menarik kerah pria tua itu dengan kasar.
"Oi, apa yang kau lakukan!?" suaranya penuh ketegangan. Tetapi pria itu tidak melawan. Sebaliknya, ia menoleh dengan senyum samar, matanya kini memiliki sorot aneh yang sulit diartikan.
"Sudah saatnya." Ucap pria tua itu sambil berdiri seolah menunggu.
Cassius mencengkramnya lebih erat. "Apa maksudmu!?" Namun sebelum jawaban keluar dari bibir pria tua itu, suara gesekan keras kembali terdengar—kali ini lebih dekat. Mata Cassius masih terkunci pada pria tua yang berdiri tenang di hadapannya. Tetapi bukan itu yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang—melainkan suara mengerikan yang datang dari dalam kegelapan, suara gemuruh yang menderu.
Gema berat terdengar, seolah sesuatu yang luar biasa besar mulai bergerak. Tanah bergetar halus di bawah kaki Cassius, dan butiran debu serta serpihan kecil mulai berjatuhan dari langit-langit gua. Lalu ia melihat dua bola mata hitam mengkilap bagaikan kristal muncul dari kegelapan, berkilauan seperti obsidian yang dipoles sempurna. Mata itu kosong, seperti tidak mencerminkan kehidupan di dalamnya. Cahaya dari mineral yang menempel di dinding gua akhirnya memantulkan sosok makhluk itu.
Kadal raksasa berkaki enam itu merayap maju dengan gerakan yang berat dan mantap. Sisik-sisik hitam legamnya berkilauan tajam seperti batu obsidian, memantulkan kilau keemasan di ujung keenam kaki serta ujung ekornya. Setiap langkahnya mengguncang tanah, mengeluarkan suara gemeretak seperti batuan yang dihancurkan. Lalu...
“Sssshhhhhhhhhhh.....”
Desisan panjang itu menyebar ke seluruh gua, beresonansi melalui lorong-lorong batu, menghantam gendang telinga Cassius seperti bisikan kematian. Bukan sekadar suara—desisan ini seakan menggetarkan udara, membuat dada Cassius terasa berat. Dan semakin ia mendekat, udara semakin berat.
Cassius merasakan sensasi aneh merayapi kulitnya—seolah ada sesuatu yang menekan tubuhnya, memperlambat gerakannya. Ia langsung menyadari bahwa makhluk ini bukan sekadar monster biasa. Dan pria tua itu, Ia tetap diam di tempatnya, alih-alih menunjukkan ketakutan, dia malah tertawa seperti sedang menunjukan ekspresi gembira.
"Aku harus keluar dari sini!" Tanpa membuang waktu, ia meraih lengan pria tua itu dan menariknya dengan kasar.
“Kita harus pergi!” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar di antara gemuruh berat yang semakin mendekat.
Cassius mengumpat dalam hati. Tak peduli apapun yang terjadi pada pria ini, ia tidak bisa membiarkannya mati di sini. Dengan satu tarikan kuat, Cassius menggendong pria tua itu ke atas bahunya dan berlari menuju jalur keluar. Dari belakang, mahluk itu mulai menggerakkan kepalanya. Udara di dalam gua bergetar, suara gemuruh semakin mendekat. Lantai berguncang hebat saat makhluk raksasa itu mulai bergerak lebih cepat.
“SSSHHHHHHHH!!!”
Desisan panjang itu lagi-lagi menggema, menyapu seluruh gua. Cassius merasakan bulu kuduknya berdiri. Sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika ia tidak segera keluar dari sini. Ia terus berlari. Namun, di tengah pelariannya, kakinya menginjak sesuatu yang licin—mungkin pecahan batu atau sisa tubuh yang membatu membuat tubuhnya terpeleset.
“Sial!” Ia jatuh ke depan, tubuh pria tua itu terlempar dari bahunya dan menghantam dinding gua.
Cassius tersungkur ke tanah, kedua tangannya menahan tubuhnya sebelum wajahnya menghantam lantai. Batu-batu kecil berjatuhan, dan... pria tua itu tiba-tiba mengerang pelan. Cassius segera menoleh. Sorot mata pria itu berubah—tidak lagi kosong, tidak lagi seperti patung hidup dan rupanya kesadarannya telah kembali. Untuk pertama kalinya, pria tua itu tampak sadar dengan apa yang terjadi. Namun tidak ada waktu untuk berbicara. Dari belakang, Cassius merasakan udara yang semakin menekan menandakan mahluk itu semakin dekat.
“Bisa berdiri!?” Cassius setengah berteriak.
Pria tua itu masih tampak kebingungan, tapi setelah melihat Cassius dan mendengar desisan Basilisk, naluri bertahan hidupnya langsung mengambil alih. Tanpa menunggu jawaban, Cassius menariknya sekali lagi dan kembali berlari. Lorong semakin terang—tanda bahwa mereka semakin dekat ke pintu keluar.
Namun suara gemuruh dari belakang membuat Cassius tak berani menoleh. Kadal raksasa itu pasti sudah melihat mereka, mungkin bahkan sudah siap mengeluarkan kekuatannya. Beberapa meter terakhir terasa seperti neraka. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, Cahaya dari luar akhirnya menyambut mereka.
Cassius melompat keluar dari gua, menggulingkan tubuhnya bersama pria tua itu ke tanah keras di luar. Lalu—seketika, suasana menjadi sunyi. Udara luar terasa jauh lebih ringan. Cassius tersungkur di tanah dan jantungnya masih berdebar kencang, tubuhnya gemetar akibat adrenalinya yang sedang tinggi. Di sampingnya, pria tua itu juga terbaring, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.