Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 1 9
Sahira merasa kesel sekali melihat foto-foto Hanzel dan juga Anggun, keduanya terlihat begitu dekat dan sangat intim. Lebih tepatnya, Anggun yang terlihat begitu posesif terhadap Hanzel.
Satu hal yang disayangkan oleh Sahira, suaminya seperti tidak menolak kedekatan di antara keduanya. Hanzel seakan membiarkan wanita itu untuk terus menempel kepada dirinya.
Sahira sungguh tidak suka, kemarahan tiba-tiba saja menyeruak ke dasar hatinya. Ingin sekali dia langsung datang ke tempat di mana Hanzel dan juga Anggun berada.
Namun, dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Wanita itu malah menangis, dia sedih dan juga marah dalam waktu yang bersamaan.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Sahira sambil mengusap air matanya yang mengalir di kedua pipinya.
Dia marah dan juga kesal, bahkan dia ingin segera menghampiri Anggun dan menampar pipi wanita itu karena berani-beraninya mendekati Hanzel.
Namun, ternyata dia tidak punya keberanian. Dia hanya mampu menangis sambil menggigit kuku jari tangannya.
"Apa aku adukan aja sama umi, ya?"
Sahira tidak peduli walaupun dirinya nanti dikatakan sebagai wanita yang cengeng atau pengaduan, wanita itu dengan cepat pergi ke tempat Khadijah.
Tentunya sebelum pergi dia menitipkan Cia terlebih dahulu kepada pelayan yang ada di sana, karena dia tidak mungkin melibatkan masalah orang dewasa dengan anaknya.
Anak itu masih sangat kecil, tak boleh lagi ikut permasalahan orang tua. Anak itu harus bahagia dengan dunia anak-anak, jangan sampai seperti kemarin-kemarin yang begitu paham dengan permasalahan orang tua.
"Umi," panggil Sahira yang langsung memeluk Khadijah.
Dia masih kesal dan juga marah, alhasil wanita itu langsung menangis di dalam pelukan mertuanya itu.
Sebenarnya Sahira ingin mengadukan hal ini kepada kedua orang tuanya, tetapi takutnya kedua orang tuanya marah dan meminta dirinya untuk bercerai dari Hanzel.
Dia kini mulai menyadari kalau dirinya begitu mencintai Hanzel, dia tidak ingin berpisah dari pria itu. Pria yang sudah memberikan keperjakaannya kepada dirinya.
"Ada apa, hem? Kenapa menangis? Apa Han melakukan kesalahan?" tanya Khadijah sambil mengelusi punggung Sahira.
"Pengen curhat, Mi. Tapi jangan di sini," ujar Sahira.
Sahira mengurai pelukannya, lalu dia menatap wajah mertuanya itu dengan tatapan yang begitu menyedihkan. Khadijah langsung merasa kalau saat ini ada yang tidak baik dengan menanti dan juga anaknya.
"Oke, kita ke lantai tiga."
Sahira dan juga Khadijah langsung naik ke lantai 3, kemudian Sahira tanpa basa-basi langsung menunjukkan foto yang dikirimkan oleh nomor lain yang tidak dikenal itu kepadanya.
"Ck! Kamu itu sudah besar, umur kamu juga sudah tidak muda lagi. Seharusnya kamu bisa membedakan mana foto sungguhan, atau mana foto yang diambil dari posisi pas seperti sedang melakukan hal yang tidak seharusnya."
"Maksudnya gimana, Mi? Ini foto editan?"
"Bukan, ini foto asli. Hanya bisa jadi ambil dari angle yang tepat, sehingga terlihat seperti posisi mereka begitu intim. Nyatanya tak seperti itu, coba lebih jeli lagi dalam melihatnya."
Sahira memerhatikan foto kebersamaan antara Anggun dan juga Hanzel, dia menyadari kalau memang foto itu diambil dari sudut yang pas yang membuat orang yang melihatnya akan salah paham.
"Jadi, aku udah salah duga ya, Mi?"
"Memangnya apa yang sudah kamu duga?" tanya Khadijah.
"Han sudah selingkuh," jawab Sahira.
"Ya ampun, Sayang. Cinta boleh, cemburu juga boleh. Tapi, jangan pernah bodoh dalam menilai sesuatu hal. Oke!"
"Oke, Mi. Tapi, aku ini cuma wanita biasa. Melihat suami yang begitu aku cinta bersama dengan wanita lain, tentu aja hati aku langsung panas. Aku juga kesal karena sepertinya suami tampanku itu tak keberatan berdekatan dengan Anggun," tutur Sahira.
"Umi tahu kalau kamu lagi cemburu, tapi jangan sampai menyakiti perasaan kamu juga. Percaya sama Han, lagi pula kamu itu cinta pertamanya Han. Kamu itu wanita pertama yang diperjuangkan oleh Han, jangan khawatir tentang seberapa besarnya cinta Han kepada kamu."
"Iya, Umi. Maaf," ujar Sahira penuh penyesalan karena sempat tidak percaya dengan suaminya.
"Ya udah, mending sekarang kamu pulang. Ini udah malem, pasti Han udah pulang. Kasihan anak kamu juga, pasti dia udah ngantuk."
"Iya, Mi."
Sahira memeluk Khadijah cukup lama, setelah itu dia memutuskan untuk pulang ke kediamannya dengan Hanzel. Tentunya dia pulang dengan rasa yang sudah lebih tenang.
"Kok belum pulang, ya?"
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Hanzel belum juga pulang. Dia mulai bete sekali, padahal tadi hatinya sudah tenang setelah curhat dengan Khadijah.
"Sabar, Sa. Gak boleh berpikiran negatif," ujar Sahira berusaha untuk menenangkan diri.
Padahal, saat ini Sahira sudah memakai baju lingerie seksi untuk menyambut kedatangan suaminya. Dia ingin memberikan servis terbaik sebagai bentuk minta maafnya karena sudah menuduh tanpa adanya bukti.
Namun, rasanya dia ingin mengganti dengan piyama tidur saja. Karena suami tercintanya itu tidak kunjung datang, tetapi niatnya dia urungkan.
"Mungkin sebentar lagi dia pulang," ujar Sahira.
Sahira akhirnya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu dia mengambil ponsel dan memainkannya. Sesekali dia akan masuk ke sosial media miliknya, sesekali dia akan melihat foto kebersamaan Hanzel dan juga Anggun yang membuat dirinya cemburu.
"Sebenarnya kamu ke mana? Kenapa gak ngasih kabar? Apa masih sama dia?" tanya Sahira dengan matanya yang terus saja menatap foto keduanya.
Tak lama kemudian dia tertidur karena terlalu banyak pikiran, di saat Sahira baru pulas dengan tidurnya, Hanzel datang dengan membawa dua tentengan besar di tangannya.
Dia berjalan dengan mengendap-endap, karena takut akan membangunkan istrinya. Dia menyimpan barang yang dia bawa dan dengan perlahan menghampiri istrinya.
"Ya ampun, dia seksi sekali."
Mata Hanzel sampai tidak bisa berkedip ketika melihat kemolekan tubuh istrinya, Sahira memakai lingerie yang begitu seksi. Bentuk tubuh wanita itu tentunya tercetak jelas.
"Duh! Jadi pengen," ujar Hanzel yang langsung duduk di tepian tempat tidur sambil menatap wajah istrinya.
Semakin hari dia merasa kalau wajah istrinya semakin cantik saja, dia rasanya begitu tak tahan ingin mencicipi bibir wanita itu. Namun, ponsel di tangan istrinya yang masih menyala menggangunya.
"Foto apa ini?"
Hanzel memerhatikan foto yang ada di ponsel Sahira, pria itu terlihat begitu marah karena di sana ada foto-foto dirinya bersama dengan Anggun.
"Siapa yang berani memotret aku dan juga Anggun seperti ini? Bagaimana kalau nanti istriku marah dan menceraikan aku?"
Ah! Rasa takut langsung menyeruak ke dasar hatinya, sungguh dia tak ingin berpisah dari Sahira. Dia bahagia menikah dengan wanita itu.