Jangan lupa mampir di Fb otor (Mima Rahyudi)
**
**
**
“Dad! Aku ingin kita akhiri hubungan kita!” seru Renaya tiba-tiba.
“Kenapa, baby?” tanya Mario.
“Aku nggak nyaman sama semua sikap Daddy,” jawab Renaya
“Kita tidak akan pernah berpisah, baby. Karena aku tidak akan melepaskan kamu.”
Hidup Renaya seketika berubah sejak menjalin hubungan dengan Mario, pria matang berusia 35 tahun, sementara usia Renaya sendiri baru 20 tahun. Renaya begitu terkekang sejak menjadi kekasih Mario, meski mungkin selama menjadi kekasihnya, Mario selalu memenuhi keinginan gadis cantik itu, namun rupanya Mario terlalu posesif selama ini. Renaya dilarang ini dan itu, bahkan jika ada teman pria Renaya yang dekat dengan sang kekasih akan langsung di habisi, dan yang paling membuat Renaya jengkel adalah Mario melarang Renaya untuk bertemu keluarganya sendiri. Sanggupkan Renaya menjalani hidup bersama Mario? Kenapa Mario begitu posesif pada Renaya? Ada rahasia apa di balik sikap posesif Mario?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mima Rahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Di dalam ruang kantornya yang luas dan modern, Mario duduk di kursi direktur dengan posisi santai namun penuh wibawa. Di seberangnya, Daniel duduk dengan tubuh sedikit condong ke depan, menunjukkan antusiasmenya. Mereka berdua ditemani oleh Devon yang berdiri di sisi Mario, mencatat poin-poin penting dari diskusi mereka.
Mario membuka percakapan dengan nada tegas. “Daniel, waktunya kita bergerak. Aku tidak akan membiarkan Arnold terus menikmati hasil dari apa yang seharusnya menjadi hak Renaya. Semua aset yang dia curi darimu dan Renaya akan kita rebut kembali.”
Daniel mengangguk perlahan, ekspresinya serius. “Aku sepakat, Mario. Tapi Arnold bukan lawan yang mudah. Dia licik, dan dia tahu bagaimana memanipulasi orang-orang di sekitarnya. Aku tahu banyak rahasianya, tapi kita harus hati-hati.”
Mario tersenyum tipis, tatapannya tajam. “Katakan padaku apa saja rahasianya. Semakin banyak informasi, semakin besar peluang kita untuk menjatuhkannya.”
Daniel menghela napas, seolah mengingat kembali masa lalu yang kelam. “Arnold memiliki jaringan bisnis gelap. Dia sering menggunakan nama perusahaan yang berbeda untuk mencuci uangnya. Selain itu, dia punya beberapa properti di luar negeri yang tidak pernah dilaporkan dalam dokumen resminya. Salah satu yang paling mencolok adalah vila di Swiss. Tempat itu digunakan untuk pertemuan rahasia dengan kliennya.”
Devon segera mencatat detail itu dengan cepat. Mario menyandarkan tubuhnya di kursi, memutar kursinya sedikit sambil berpikir. “Vila di Swiss, ya? Jika kita bisa mendapatkan bukti tentang transaksi gelapnya, itu bisa menjadi senjata yang sangat kuat.”
Daniel melanjutkan, “Ada juga satu hal lagi yang harus kau tahu. Arnold memiliki dokumen penting tentang pembagian aset keluargaku. Dokumen itu disimpan di brankas pribadinya di kantor pusat. Dengan dokumen itu, dia bisa memalsukan klaim atas sebagian besar aset.”
Mario mengangkat alis. “Kita harus mendapatkan dokumen itu. Kalau perlu, kita retas sistemnya atau cari akses fisik ke brankas tersebut.”
Daniel mengangguk. “Aku bisa memberi tahu detail letak brankas itu. Tapi kita harus memastikan tidak ada yang tahu tentang gerakan ini, termasuk Bella. Dia mungkin terlihat tidak peduli, tapi aku yakin dia tetap ada di pihak Arnold.”
Mario mendengus pelan. “Bella tidak lebih dari pion. Aku sudah lelah dengan permainan mereka. Kali ini, aku akan pastikan Arnold tidak bisa lari dari perbuatannya.”
Devon akhirnya angkat bicara. “Tuan Mario, saya akan mengatur tim untuk mulai menyelidiki properti Arnold di Swiss. Selain itu, saya akan mencari tahu tentang sistem keamanan di kantor pusatnya.”
Mario menatap Daniel. “Tenang saja, Daniel. Dengan semua informasi ini, kita punya keunggulan. Kali ini, Arnold tidak akan bisa lolos.”
Daniel menatap Mario dengan rasa terima kasih yang tulus. “Aku percaya padamu, Mario. Lakukan apa yang perlu dilakukan. Aku hanya ingin memastikan Renaya mendapatkan apa yang menjadi haknya.”
Mario mengangguk. “Itu janji, Daniel. Aku tidak akan mengecewakanmu.”
**
**
**
Di ruang kantor Arnold yang megah dan dingin, Bella duduk dengan elegan di sofa kulit, menyilangkan kakinya dengan anggun. Dia tampak puas dengan ekspresi terkejut yang muncul di wajah Arnold. Arnold, yang biasanya selalu tenang dan penuh perhitungan, kali ini kehilangan kendali. Matanya terpaku pada layar ponsel Bella, yang menunjukkan foto Mario dan Daniel sedang berjalan menuju mobil.
“Dari mana kamu dapatkan ini?” suara Arnold terdengar berat, penuh tekanan.
Bella tersenyum tipis, memainkan rambutnya dengan jemarinya yang dihiasi cincin berlian. “Aku punya cara sendiri, Arnold. Tapi itu tidak penting. Yang jelas, Mario tidak hanya mengurus bisnisnya sekarang. Dia sudah melibatkan Daniel Hartono.”
Arnold bangkit dari kursinya, tubuhnya tegap namun terlihat gelisah. Dia mulai mondar-mandir di ruangan, menatap foto itu seakan berharap menemukan sesuatu yang salah. “Ini tidak mungkin. Daniel seharusnya masih di penjara! Tidak ada yang memberitahuku bahwa dia sudah bebas.”
“Yah, rupanya ada yang bermain di belakangmu, Arnold,” Bella berkata dengan nada menyindir. “Kamu terlalu sibuk memikirkan hal-hal lain dan tidak menyadari bahwa musuh lamamu sudah kembali ke permainan.”
Arnold berhenti berjalan, menatap Bella dengan mata tajam. “Kamu yakin foto ini asli? Jangan-jangan ini hanya jebakan.”
Bella mengangkat bahu, masih dengan ekspresi santai. “Percayalah, aku tidak punya waktu untuk memainkan jebakan seperti itu. Foto ini diambil pagi tadi, ketika aku sedang melewati area parkir kantor pusat. Aku langsung mengenali wajah Daniel, meskipun dia terlihat lebih kurus dari terakhir kali kita bertemu.”
Arnold menggeram, tinjunya mengepal. “Kalau Daniel sudah bebas dan Mario melibatkan dia, itu berarti mereka berencana untuk menyerangku. Mereka ingin menghancurkan semuanya!”
Bella tertawa kecil. “Tentu saja. Dan aku yakin itu bukan hanya soal bisnis. Mario punya dendam, Arnold. Kau tahu itu. Dia tidak pernah memaafkanmu atas apa yang terjadi pada Renaya dan keluarganya.”
Arnold menatap Bella, alisnya berkerut. “Apa maksudmu, Mario dendam karena Renaya? Dia sudah memiliki Renaya. Apa lagi yang dia inginkan?”
Bella mengangkat alis, pura-pura terkejut. “Benarkah? Apakah kamu yakin dia hanya menginginkan Renaya? Atau mungkin dia juga menginginkan kehancuranmu, Arnold? Jangan lupa, Daniel adalah ayah kandung Renaya. Kalau mereka bekerja sama, ini bisa menjadi masalah besar.”
Arnold terdiam, pikirannya berputar cepat. Dia berjalan kembali ke meja kerjanya, meraih telepon. “Aku akan memastikan keberadaan Daniel. Kalau dia benar-benar sudah bebas, aku tidak akan membiarkannya berkeliaran bebas.”
Bella berdiri, mendekati Arnold dengan tatapan penuh misteri. “Arnold, kalau kau butuh bantuan, kau tahu di mana mencariku. Aku punya cara untuk membuat Mario dan Daniel menyesali langkah mereka.”
Arnold hanya melirik Bella sekilas sebelum mengangguk. “Aku akan mempertimbangkan itu.”
Bella tersenyum puas, mengambil tasnya, dan berjalan keluar dari ruangan. Di pintu, dia berbalik dan menambahkan, “Hati-hati, Arnold. Dunia tidak selalu berjalan sesuai kehendakmu.”
Setelah Bella pergi, Arnold menatap layar ponselnya sekali lagi, wajahnya berubah gelap. “Mario... Daniel... Kalian berdua akan membayar mahal.”
Arnold duduk di kursi kantornya yang mewah, namun wajahnya tampak tegang. Tangannya menggenggam kuat foto Mario dan Daniel yang baru saja ditunjukkan Bella. Perasaannya berkecamuk. Fakta bahwa Daniel sudah bebas dari penjara dan sekarang terlihat bersama Mario membuat pikirannya kacau. Jika mereka berdua bergabung, maka bukan hanya aset yang terancam—kebenaran tentang hubungan Daniel dan Renaya pun bisa terungkap.
Dia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba berpikir jernih. Namun bayangan Renaya, putrinya yang selalu memanggilnya "Papi," terus menghantuinya. Bagaimana jika Renaya tahu? pikirnya, hatinya mencelos. Selama ini, dia berusaha keras menjaga rahasia bahwa Daniel adalah ayah kandung Renaya. Jika kebenaran itu terungkap, Renaya pasti akan membencinya.
Arnold berdiri dan berjalan ke jendela besar di kantornya, menatap keluar dengan pandangan kosong. Dia tahu Mario cerdas dan licik. Tidak mungkin Mario menyusun rencana ini tanpa tujuan besar. Menambahkan Daniel ke dalam permainan ini berarti Mario memiliki rencana yang jauh lebih dalam dan berbahaya.
“Mario tidak mungkin melakukan ini hanya untuk bisnis,” gumamnya pelan, matanya menyipit. “Dia ingin menghancurkanku.”
Suara telepon di meja berdering, mengembalikannya dari lamunannya. Dengan cepat, Arnold mengangkat telepon tersebut. Suara sekretarisnya terdengar di ujung sana.
“Tuan Arnold, Anda memiliki janji pertemuan dengan pengacara keluarga sore ini,” kata sang sekretaris.
“Batalkan,” jawab Arnold cepat. “Saya tidak punya waktu untuk itu.”
Setelah menutup telepon, dia kembali duduk di kursinya, meraih pena dan mengetuk-ketukkannya di meja. Aku harus bertindak cepat. Kalau tidak, semuanya akan hancur.
Pikirannya mulai menyusun rencana. Langkah pertama, dia harus memastikan bahwa Renaya tidak tahu apa-apa. Arnold tahu bahwa kebenaran adalah senjata yang paling berbahaya jika jatuh ke tangan Mario dan Daniel. Dia memutuskan untuk memperketat pengawasan pada Renaya. Renaya tidak boleh bertemu dengan Daniel dalam keadaan apa pun.
Langkah kedua, dia harus mencari tahu apa yang direncanakan Mario dan Daniel. Untuk itu, dia membutuhkan mata-mata yang bisa diandalkan, seseorang yang mampu masuk ke lingkaran mereka tanpa menimbulkan kecurigaan.
Arnold menghela napas panjang, tangannya mencengkram sandaran kursinya. “Jika Daniel berpikir dia bisa merebut Renaya dariku, dia salah besar,” katanya pelan namun penuh tekad. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”