Raisa tidak menyangka jika neraka yang sekarang ia tempati jauh lebih menyeramkan dari neraka sebelumnya.
Ia tahu jika pernikahannya hanyalah sebuah untung rugi. Tapi dia tidak menyangka jika harga dirinya akan terkuras habis dihadapan suaminya.
Bagaimana kehidupan Raisa setelah menikah dengan pria yang sangat berkuasa di negeri ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sheisca_4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Setelah mengantarkan Arga ke depan Raisa menunggu mobil Arga pergi menjauh hingga mobil itu terlihat kecil dimatanya. Tidak ada berani bersuara setelah sara11pan pagi yang mencekam, setelah Arga beranjak dari kursi mereka semua berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apapun. Bahkan ibu juga tidak berani berucap untuk sekedar berpamitan dengan Arga seperti biasanya.
Makanya jangan membantah omongan anakmu yang berkuasa itu bu.
Putri juga hanya menunduk lesu dalam menikmati sarapannya. Entah apa yang di perbuat oleh gadis itu Raisa turut sedih padanya.
Agak lama Raisa berdiri di sana membiarkan sinar matahari menghangatkan tubuhnya, berharap sinar matahari itu memberi sedikit kekuatan untuk masuk kembali ke dalam rumah neraka itu.
Baiklah sudah cukup aku mengisi energi. Sebaiknya aku pergi bekerja.
Raisa masuk kembali ke dalam rumah. Baru saja di melangkahkan kaki ke ruang tamu. Di sana sudah ada adi iparnya, ibu dan Putri yang sedang mengibarkan bendera kuning.
Sepertinya mereka sudah siap menyerangku. Tiga lawa satu? Oke! Aku sudah cukup berenergi sekarang.
"Adik ipar saya permisi." Ucap Raisa karena Monica menghalangi jalannya. Kalo bisa Raisa ingin men-skip waktu di sini lalu melanjutkan lagi ceritanya saat sudah sampai di toko. Raisa ingat pesan Tuan Arga untuk tidak menghiraukan mereka.
"Mau kemana Kaka ipar. Kenapa buru-buru sekali? Temanku ingin berkenalan denganmu." Monica mencekal lengan Raisa.
Astaga ini sudah seperti adegan membully di film-film SMA. Dan aku korbannya di sini?
"Kau pasti sudah tahu siapa aku kan."
Raisa diam menatap Putri melihat seberapa jauh gadis itu bertindak. Apa? Aku tidak tahu siapa anda dan aku juga tidak mau tahu siapa anda. Jadi bisa anda minggir aku mau bekerja.
"Aku Putri. Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu. Kenapa Tuan Arga jadi dingin seperti itu padaku? Dia tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya padaku."
Mana kutahu kocak! Tanya saja langsung pada Tuan Arga.
Raisa malas meladeni pertanyaan yang tidak penting itu. "Saya permisi Nona, saya mau berangkat bekerja." Ucapnya mengabaikan pertanyaan dari Putri.
"Aku bilang tunggu dulu! Apa kau tuli!?"
Ini wajah asli dari gadis berwajah imut.
"Sebenarnya apa masalah anda denganku Nona? Saya tidak mengerti dengan sikap anda seperti ini. Saya tidak tahu dan tidak mau tahu tentang hubungan anda dengan suami saya. Anda menginginkan suami saya? Maka kejarlah dia, buat dia suka kembali pada anda, bukannya mengganggu saya yang jelas-jelas tidak ada artinya bagi suami saya."
"Kau!"
"Jika tidak berhasil gunakan tubuhmu sebagai umpan untuk menarik Tuan Arga. Tapi saya sarankan jangan. Suami saya alergi barang murah."
"Kurang ajar kau!" Putri sudah mau menarik rambut Raisa kalau Monica tidak menariknya menjauh dari Raisa.
"Lepaskan aku Moni biar aku cakar wajah wanita sialan itu."
"Sudah jangan, hentikan Put. Dia memang pandai berbicara, kau tidak akan menang berdebat dengan penjilat seperti dia."
Mereka berdua sudah duduk di atas sofa. Ibu sudah masuk ke dalam kamarnya saat Raisa memasuki ruang tamu.
Mereka terperanjat ketika Busil muncul dari arah luar. Busil menundukan kepalanya pada mereka berdua. Lalu beranjak pergi.
"Apa dia mendengar semuanya?" Monica harap-harap cemas.
"Apa?"
"Makian kita pada kakak ipar tadi. Bagaimana jika dia mengadu pada kak Arga."
"Memangnya kenapa? Dia jelas-jelas mengatakan jika dia bukan hal yang berharga untuk Tuan Arga."
"Benar, dia hanya gadis rendahan."
"Aku yakin sebentar lagi dia ditinggalkan oleh kak Arga. Kak Arga tidak mungkin merendahkan seleranya."
...----------------...
Sedang dalam perjalanan menuju toko-nya Raisa menatap danau yang berada di pinggir jalan. Danau ini selalu menarik perhatiannya.
Raisa menepuk bahu driver agar menghentikan motornya, "maaf Mas saya turun di sini saja."
"Kenapa Mbak? Ini belum samapai ke titik lokasinya." Katanya sambil menepikan motornya.
"Ga papa Mas, saya ada urusan mendadak di sini."
"Bisa saya tunggu Mbak."
Raisa sudah turun dan menyerahkan helm pada driver itu.
"Ngga usa Mas selesaikan saja orderannya ya, nanti saya kasih bintang lima. Ini ongkosnya."
"Kembaliannya Mbak."
"Ambil aja buat Mas-nya. Buat tips. Semoga hari ini lancar ya Mas."
"Iya Mbak juga semoga lancar ya urusan nya. Makasih banyak loh Mbak tipsnya banyak banget."
"Hehe rejeki Mas-nya. Makasih ya Mas."
"Eh harusnya saya yang makasih. Makasih ya Mbak."
Driver sudah pergi melanjutkan perjalanannya mencari nafkah. Raisa sudah memasuki kawasan danau. Entah akan seperti apa jadinya danau ini sepertinya pembangunannya terhenti.
"Belum jadi saja sudah sebagus ini. Aku penasaran akan se-indah apa tempat ini."
Raisa tahu jika danar ini milik suaminya. Bagaimana dia tahu? Karena terpampang nama perusahaan suaminya dengan jelas.
"Tuan Muda memikirkan apa ya saat membangun ini. Pasti dia sedang bahagia saat itu saat memutuskan akan membangun tempat se-indah ini."
Katanya tempat ini juga akan menjadi cagar alam. Nantinya di sini akan ada banyak bunga-bunga yang langka di tanam di sini dan di rawat oleh ahlinya langsung. Entah apa yang membuat pembangunan ini berhenti yang pasti bukan karena masalah biaya.
Bruk, eh?
Raisa menatap orang asing yang tiba-tiba terjatuh di depannya. Belum sempat Raisa mau membantu dengan cepat orang itu bangkit.
"Anda kaget ya? Haha maaf ya, saya kira tidak ada batu."
Raisa berdiri canggung, "apa tidak apa-apa?"
"Aku? Tentu saja tidak apa-apa, aku pria dewasa yang tidak akan terluka hanya karena tersandung."
"Kamera. Apa kameranya tidak rusak?"
"Oh? Anda mengkhawatirkan kamera saya rupanya. Haha saya kira orang-nya. Kamera ini memang sudah rusak sebelumnya Nona, tercemplung ke dalam danau itu."
"Orang dewasa tidak mungkin tersandung." Ucap Raisa lalu berjalan meninggalkan orang asing itu.
"Kata siapa Nona? Justru yang lebih sering tersandung itu orang dewasa, karena jalannya terburu-buru di kejar deadline. Seperti anda juga jalannya buru-buru amat di kejar deadline juga?"
Apasi orang ga jelas.
Raisa bukan tipikal yang gampang akrab dengan orang baru. Dia terlalu takut untuk berinteraksi dengan orang asing.
"Btw kita belum kenalan Nona. Aku Jedan, kau?"
"Aku rasa tidak perlu. Lagi pula kita tidak akan bertemu lagi. Pertemuan kita cukup di sini saja."
Jedan tersenyum tipis mendapatkan penolakan dari wanita, ini pertama kalinya dia di tolak. "Hei siapa yang tahu kita berurusan di masa depan nanti. Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan bukan?"
"Raisa."
"Nama yang manis untuk Nona yang manis. Di lihat dari penampilan anda sepertinya anda mahasiswa ya?"
Dia banyak nanya.
"Ternyata anda tipikal orang yang menilai orang dari penampilannya ya bukan dari hati."
"Sepertinya tebakanku benar. Sayang sekali, aku tidak suka anak kuliahan. Tapi sepertinya kita bisa jadi teman.
Memangnya aku mau jadi teman anda apa?! Cih aku juga ngga peduli kau suka atau tidak.
"Di lihat dari penampilannya kau pengangguran ya? Di jam kerja begini kau malah keluyuran ngga jelas."
"Hahaha pekerjaanku memotret sesuatu yang indah. Makanya aku ke sini. Danau ini terlalu indah aku abaikan. Kau juga seperti aku kan? Yang tidak bisa mengabaikan ke indahan danau ini makanya kau ke sini di tengah perjalananmu. Tapi di banding dengan danau ini aku jauh lebih tertarik dengan tokoh yang menjadi alasan si pemilik danau ini."
Eh!? Tunggu apa dia memiliki hubungan dengan Tuan Arga.
"Kau mengenal pemilik danau ini?"
"Bukan dengan pemilik danaunya tetapi dengan objek danaunya. Secara singkat kami terlibat hubungan cinta segi tiga."
Ohh aku mengerti sekarang.
"Tapi aku kalah Nona. Aku kalah dalam segala hal. Dia memiliki segalanya, lalu aku? Aku hanyalah seorang fotographer."
Hei kenapa jadi dia curhat.
"Tapi akhir-akhir aku seperti memiliki kesempatan lagi. Si pemilik danau ini menikah dengan wanita lain. Bukan kah ini sebuah takdir yang mengejutkan? Di saat aku sudah ingin menyerah dengan rasa cintaku, Tuhan mengirimkan berita yang membuatku bangkit."
"Lalu? Kau akan memperjuangkan lagi?"
Jedan tersenyum miris, "Tidak Nona. Bukan aku yang dia inginkan. Setelah bertemu dengannya aku jadi sadar sekuat apa pun aku memperjuangkannya aku tidak akan bisa mendapatkan hantinya."
"Kenapa kau begitu pesimis?"
"Karena hanya dengan melihat sorot matanya saja aku tahu aku sudah tidak punya tempat lagi."
Kasihan sekali pria tampan ini
"Kau ini lembek sekali. Memangnya perempuan di dunia ini hanya dia? Kau berkata seolah tidak ada lagi perempuan saja."
"Haha kau benar Nona. Apa perempuan yang ada di hadapanku ini sudah punya pacar. Kalau tidak mau kan anda jadi pacar saya?"
"Tidak! Aku sudah menikah."
"Iya kah? Anak sekecil kamu sudah menikah?"
"Aku bukan Anak kecil lagi ya! Aku sudah 23 tahun!"
"Haha iya-iya. Dengan siapa anda menikah kalau boleh tahu."
"Dengan pemilik danau ini."
Hah? What the hell!??
"Hei mengkhayal juga ada batasannya Nona kecil."
"Aku mengatakan yang sebenarnya, kenapa? Tidak percaya?"
"Tentu saja tidak."
Eiss sialan!