Terjebak dalam kesalahpahaman di masa lalu, menyebabkan Lauren dan Ethan seperti tengah bermain kejar-kejaran di beberapa tahun hidup mereka. Lauren yang mengira dirinya begitu dibenci Ethan, dan Ethan yang sedari dulu hingga kini tak mengerti akan perasaannya terhadap Lauren. Berbagai macam cara Lauren usahakan untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu, namun berbagai macam cara pula Ethan menghindari itu semua. Hingga sampai pada kejadian-kejadian yang membuat kedua orang itu akhirnya saling mengetahui kebenaran akan kesalahpahaman mereka selama ini.
“Lo bakal balik kan?” Ethan Arkananta.
“Ke mana pun gue pergi, gue bakal tetap balik ke lo.” Lauren Winata.
Bagaimana lika-liku kisah kejar-kejaran Lauren dan Ethan? Apakah pada akhirnya mereka akan bersama? Apakah ada kisah lain yang mengiringi kisah kejar-kejaran mereka?
Mari ikuti cerita ini untuk menjawab rasa penasaran kalian. Selamat membaca dan menikmati. Jangan lupa subscribe untuk tahu setiap kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Choi Jaeyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seenaknya Saja
Lauren sudah tiba di depan ruangan yang bertuliskan ‘Ruang Dosen’. Langkahnya terhenti di depan pintu ruangan itu, seketika dia teringat dengan Ethan. Dia bisa menebak, laki-laki itu pasti sudah berada di dalam ruangan sebelum dirinya, jika itu benar maka Lauren harus benar-benar mempersiapkan dirinya sebelum masuk ke ruangan.
Jujur saja jika dia berhadapan dengan laki-laki itu, dia langsung bereaksi seperti orang bodoh yang bingung harus melakukan apa. Ditambah lagi jika Ethan menatapnya dengan kedua matanya yang tajam itu, nyawa Lauren seakan-akan kabur dari tubuhnya dan membiarkan mematung di hadapan laki-laki itu.
Tidak, tidak akan. Lauren tidak akan membiarkan Ethan meintimidasinya, kali ini dia harus benar-benar mampu menghadapinya.
Gadis itu pun menghembuskan napasnya terlebih dahulu, kemudian membuka pintu itu perlahan. Saat sudah terbuka, Lauren dapat melihat ruangan luas dengan beberapa meja yang tersusun rapi di dalamnya. Lauren memang sangat jarang mengunjungi ruangan ini, jadi tak heran saat pertama kali membuka pintu dia celingak-celinguk mencari di mana meja pak Dani berada.
Beruntung saja meja pak Dani terletak di sudut ruangan, sehingga dia tak memerlukan waktu lama untuk memperhatikan ke seluruh ruangan. Tebakan Lauren tadi pun ternyata benar, jauh di sana tepatnya di depan meja pak Dani, ada sesosok manusia yang familier baginya. Meski pun orang itu membelakanginya, tetap saja Lauren mengenalinya.
“Lo harus kuat, Ren,” gumam Lauren dalam hati. Padahal hanya melihat punggung orang itu, nyawa sudah hampir berkhianat pada tubuhnya. Mungkin orang-orang menganggap Lauren berlebihan, tapi begitu lah yang dirasakannya sekarang.
“Lauren Winata?” panggil pak Dani yang baru saja menyadari keberadaannya di ruangan itu.
“Iya pak,” jawab Lauren dengan segera melangkahkan kakinya ke meja pak Dani. Sedangkan Ethan, tidak ikut menyapa dan hanya diam di bangkunya. Lauren sudah bisa menebak dan apa pula yang diharapkannya dari sosok itu.
“Silahkan duduk dulu!”
Lauren menganggukkan kepalanya, melirik ke bangku yang ada di samping Ethan, dengan sedikit kikuk dia pun perlahan menarik bangku tersebut dan mendudukinya segera. Ada sesuatu yang tak mengenakkan bagi Lauren saat ini, apakah kalian tahu?
Iya, sesuatu yang tak mengenakkan itu adalah hawa dingin Ethan yang sepertinya tengah memberontak keluar dari raga laki-laki itu. Apa-apaan ini pikir Lauren, jika terlalu lama di samping makhluk ini bisa-bisa dia akan membeku seperti es. Sangat mengerikan.
“Karena kalian berdua sudah di sini, maka saya langsung saja akan menjelaskan ke kalian tentang proyek yang ingin saya kerjakan,” jelas pak Dani yang didengarkan dengan baik oleh kedua mahasiswanya itu. “Proyek saya kali ini berupa pameran, di mana pamerannya itu akan dilaksanakan secara kolaborasi dengan jurusan kalian, dan pastinya kelas kalian yang saya pilih.”
Lauren menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “Jadi karena itu, bapak milih kami jadi asisten bapak?”
“Benar sekali.”
“Tapi saya boleh nanya nggak, pak?” tanya Lauren seperti akan penasaran oleh sesuatu.
“Silakan.”
“Kalo nggak salah. Pameran kan biasanya bakal jadi tugas akhir kami yang fakultas seni rupa dan desain, sedangkan kami masih semester 3. Emang nggak pa-pa, kalo kami ikut proyek bapak?”
“Nggak pa-pa, siapa yang ngelarang? Justru itu bagus buat kalian, hitung-hitung kalian dapat pengalaman buat ngerjain pameran. Jadi kalo nanti tugas akhir, kalian nggak gelagapan lagi.”
Gadis itu kembali menganggukkan kepalanya, ada benarnya juga ucap dosennya itu. Meski pun mereka masih semester bawah, tak salahnya kan jika mereka mencari pengalaman. Hal ini pun cocok bagi Lauren yang sangat menyukai tantangan, anggap saja saat ini dia harus menghadapi tantangan baru yang ke depannya akan menjadi persiapan baginya sendiri.
“Untuk tema pamerannya pak, apa sudah ditentukan?” Ethan yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.
Pak Dani menggelengkan kepalanya. “Masalah itu, biar kalian yang saya andalkan.”
“Hah? Seriusan pak? Bapak nggak salah kan?”
Pria itu terkekeh setelah melihat reaksi terkejutnya Lauren. “Nggak lah. Kamu tau kan istilah, kalo dosen nggak pernah salah?”
“Bukan itu loh maksud saya pak,” ucap Lauren dengan suaranya yang semakin merendah.
“Kalo temanya tentang alam, tapi lebih mengarah ke langit. Gimana pak?” Ethan kembali bertanya dengan nada serius.
Lauren melirik ke laki-laki itu, ada apa dengan makhluk yang satu ini. Sedari tadi hanya dia yang begitu serius dalam pembicaraan, tidak bisa kah dia santai sedikit. Padahal sedari tadi Lauren dan pak Dani berbicara santai, kenapa hanya dia yang sangat serius di sini. Bahkan ekspresi di wajahnya saja hampir tak berubah dari awal Lauren melihatnya tadi, sangat datar, bahkan dinding saja bisa insecure dengan kedataran ekspresi Ethan.
“Boleh saja, asalkan kalian sama-sama menyetujui tema itu,” pak Dani menatap Lauren. “Kamu Lauren, bagaimana? Setuju dengan tema yang disebutkan Ethan tadi?”
“Jika itu menu-”
“Sepertinya dia nggak perlu ditanya lagi, pak. Dia sudah pasti akan menjawab setuju.”
“Dih, cenayang lo? Sok tau banget.”
Tenang, Lauren berucap seperti itu hanya di dalam hatinya. Lauren masih bisa menahan mulutnya itu untuk tidak menjawab laki-laki itu secara langsung, dia tidak ingin mengambil resiko besar akibat mulutnya itu. Ditambah lagi di hadapannya sekarang ada pak Dani, setidaknya jaga image lah sedikit di depan dosen sendiri.
“Uh, sepertinya kalian teman dekat ya? Karena Ethan seperti sudah hapal dengan pemikiran Lauren.”
“Bukan pak,” bantah Ethan dengan cepat. “Hanya saja tema ini sudah saya pikirkan dari jauh hari, jadi sayang kalo nggak terealisasikan. Kalo dia mah, mana ada kepikiran begitu.”
“Wtf?! Malah ngeremehin anying!”
Lauren menghela napasnya dengan berat, hampir, hampir saja kata kasar itu keluar dari mulutnya. Rupanya makhluk ini tengah menguji kesabarannya, dengan entengnya dia berucap demikian. Jika dia berniat merendahkan Lauren hanya untuk mencari perhatian pak Dani, bukankah itu sangat keterlaluan?
Seketika Lauren ingin jungkir balik di tempat. Ah, tidak. Gadis itu jadi berpikir, ingin membunuh makhluk di sampingnya itu saja. Agar bumi ini damai pastinya.
Sedangkan pak Dani, pria itu hanya tersenyum mendengar jawaban Ethan. Rupanya mahasiswanya yang satu ini sangat lah ambis dalam melakukan pekerjaan. “Jadi bagaimana Lauren, kamu setuju kan?” pak Dani kembali bertanya, tak sepatutnya jika hanya satu pihak saja yang didengar.
Meski pun salah satunya begitu ambis dan ingin mengaturnya secara sendirian, tapi tetap saja kan dia mempunyai satu orang sebagai partnernya dalam bekerja. Ada baiknya jika satu orang itu juga didengar pendapatnya, agar apa yang akan dikerjakan mereka nanti berjalan dengan lancar tanpa hambatan.
“Setuju kok, pak. Secara saya memang belum terpikirkan masalah tema,” jawab Lauren. Tentunya dengan lirikan matanya yang tajam mengarah ke Ethan, bermaksud sedikit menyindir. Meski laki-laki itu sama sekali tidak peduli dengannya.
“Lalu kapan kalian mulai mempersiapkan semuanya?”
“Karena kami baru tahu tentang proyeknya adalah pameran, jadi kami be-”
“Rencananya akan dimulai minggu depan pak. Untuk tahap awal, saya akan pergi ke beberapa tempat yang cocok untuk mendapatkan inspirasi, yang nantinya akan dijadikan konsep pameran.”
Lagi, Ethan memotong ucapan Lauren dengan cepat. Tentu saja Lauren terkejut sekaligus heran, kenapa bisa dia tidak tahu kalau laki-laki itu sudah memikirkan tahap awal yang akan dikerjakan.
Memang Lauren akui, laki-laki itu sangat cekatan memikirkan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tapi bisakah hal itu dibicarakan juga dengannya? Jatuhnya Lauren seperti orang bodoh saja di sini.
“Hmm, sangat bagus,” pak Dani sedikit melirik ke arah Lauren yang masih terkejut, terlihat dari ekspresinya. “Sepertinya kamu memutuskan hal ini sendirian. Apakah kamu belum membicarakannya dengan Lauren?”
Ethan mengerjapkan kedua matanya sejenak, lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Sebenarnya belum, pak.”