Asistenku Bukan Laki-laki

Ciara menatap pantulan dirinya di cermin wastafel dengan perasaan gelisah. Ia kini telah berganti baju menggunakan baju rajut ping lengan panjang dengan rok selutut. Namun, Ciara masih tidak berani untuk kembali ke tempat Bosnya berada. Bukan apa, tapi Ia sangat takut Matheo akan mengenalinya.

Ting...

Pak Hassel

Cepetan lama banget!

Ciara meringis membaca pesan tersebut.

"Keluar aja deh takut makin kena omel. Nanti gaji gue di potong lagi." Ia pun akhirnya memilih untuk keluar toilet dengan langkah gemetar.

Ciara menutup wajahnya ketika langkahnya telah sampai di lobi tempat Hassel dan para karyawan berkumpul tadi.

Menyadari Ciara datang, semua mata pun teralihkan ke arahnya. Mereka menatap Ciara dari bawah ke atas dengan tatapan takjub. Kakinya putih bersih dan cocok sekali dengan baju dan rok itu. Sedangkan untuk wajahnya mereka tidak tau karena laki-laki itu masih menutupi wajahnya dengan tangan.

"Lepas tangannya saya pengen liat muka kamu!" Perintah Hassel.

"Saya malu Pak."

Hassel mendekati Ciara dan menarik tangannya secara paksa. Setelah beberapa saat saling tarik menarik akhirnya tangan Ciara pun terlepas dari wajahnya.

Hassel terdiam melihat betapa cantiknya asistennya itu. Mata indahnya serta kulit putih bersih itu seakan menyatu dengan wig yang dia pakai hingga menghasilkan aura kecantikan yang sempurna.

Matanya mengerjap saat menyadari tatapannya sudah berlebihan.

'Sadar! Dia cowok! Dah gila kali lo.' Batin Hassel.

"Wih, cantik banget lo bro." Matheo menyenggol lengan Ciara meledeknya.

Ciara melirik ke arah Matheo dengan ekspresi setengah bingung. Apakah laki-laki itu betulan tidak mengenalinya?

"Dia aja Pak. Kaya riiiilll gitu." Usul Bara dan diangguki oleh semuanya.

"Okeh. Kamu ikut saya besok lusa." Ciara berdecak sebal mendengar itu. Sejujurnya Ia paling males yang namanya ikut-ikut pesta.

"Kalo saya gak mau?" Nego Ciara.

"Yah silahkan keluar dari kantor saya." Santai Hassel sambil menunjuk pintu. Ciara menghela nafas gusar dan akhirnya pasrah.

"Sabar neng abang akan selalu ada buat eneng kok." Ledek Bara sambil mengedipkan matanya yang alhasil membuat Ciara naik pitam dan refleks menginjak kaki laki-laki itu.

"Aaaaghhh... Para lo!" Bara mendorong tubuh Ciara cukup keras yang mungkin tidak akan berdampak jika saja Ciara seorang laki-laki.

Alhasil karena Ciara seorang perempuan Ia pun langsung seketika oleng. Matheo yang berada di sampingnya langsung menahan tubuh Ciara yang hampir terjatuh hingga tanpa sadar tangan Ciara refleks melingkar di pinggang laki-laki itu agar tak terjatuh.

Atensi keduanya saling memandang dan terkunci satu sama lain. Entah kenapa Matheo merasa seperti familiar dengan wajah didepannya itu namun, Matheo merasa tidak yakin.

"Ayo pulang!" Hassel menarik tangan Ciara paksa hingga pelukannya pada pinggang Matheo terlepas.

Gadis itupun terkejut saat Hassel membawanya berjalan cepat. Dengan terpaksa Ciara mengambil langkah lebar mengikuti tarikan Bosnya yang tidak manusiawi itu.

"Pak sakit." Keluhnya sepanjang perjalanan.

Sesampainya di parkiran Hassel pun melepaskan cengkraman tangannya dan menatap Ciara intens. Ciara menatap pergelangan tangannya yang nampak memerah dan terasa perih.

"Bapak tuh kenapa si? Gak jelas banget. Kan saya gak nolak buat nemenin Bapak besok lusa, kenapa pula saya di tarik-tarik kaya anak tiri begini?!" Gerutu Ciara seraya meniupi pergelangan tangannya.

Atensi Hassel teralihkan ke arah pergelangan tangan Ciara. Kulit asistennya yang putih mulus itu nampak memerah dan membekas beberapa lipatan. Entah kenapa Hassel menjadi merasa bersalah karena hal itu adalah perbuatannya.

"Ck, lemah banget si jadi cowok. Ayo ke mobil saya, saya kasih obat." Hassel berjalan duluan menuju mobilnya.

Ciara pun mengikuti langkah Hassel dengan bibir memanyun. Sungguh menjadi petaka memiliki Bos yang amat sangat tidak jelas seperti Hassel.

'Gak kebayang kalo dia punya cewek atau istri. Yang ada KDRT setiap hari.' Gerutu batinnya.

Ciara pun memasuki mobil Hassel menyusul laki-laki itu yang telah masuk terlebih dahulu. Ia melihat jika di dalam mobil Hassel nampak tengah menyiapkan alkohol dan kapas.

"Sini tangannya." Pinta Hassel dingin.

Ciara pun mengulurkan tangannya dengan ragu. Hassel memegang tangan Ciara dengan tangan kirinya seraya tangan kanannya perlahan mulai menempelkan kapas yang telah Ia tuang alkohol di atasnya.

"Ssshh... Awwwhh pelan-pelan Pak." Ciara mendesah sambil meringis.

Hassel melirik ke arah Ciara dengan wajah datarnya. Entah kenapa melihat laki-laki itu menggeliat kesakitan membuat Hassel semakin merasa dia benar-benar seperti seorang perempuan.

Menyadari tidak ada sentuhan Ciara pun melirik ke arah Hassel dan atensi merekapun bertemu. Entah kenapa Ciara merasa tegang ditatap seperti itu oleh Hassel. Jangan-jangan Hassel mengenalinya? Ia dan Hassel kan pernah bertemu sebelumnya!

'Duh gimana nih mana nih orang punya dendam kesumbat lagi sama gue gara-gara gue sempet maki-maki dia di bandara waktu itu.'

"Ekhem... Pak? Udah selesai?" Ciara berusaha mencairkan suasana.

Lamunan Hassel pun membuyar dan tanpa sadar tangan kanannya yang masih memegang kapas itu tersentuh pergelangan tangan Ciara bahkan menekan tanpa sengaja hingga membuat gadis itu refleks menjerit kesaktian.

"Pak... Saya rasanya udah gak lama lagi ini Pak." Ciara menyenderkan kepalanya pada lengan jok dengan ekspresi lemahnya.

"Ada pesan terakhir?" Tanya Hassel dengan santai.

Ciara dengan geram langsung memukul bahu Hassel dengan tangan kanannya yang baik-baik saja. Ciara menatap Hassel dengan tajam.

"Apa?" Hassel menggetarkan satu alisnya menatap Ciara.

"Yaudah lah, saya mau pulang." Ciara hampir ingin membuka pintu mobil namun, Hassel langsung mencegahnya.

"Kamu gak malu kaya waria begini pulang naik motor?" Ciara menunduk melihat penampilannya.

"Saya anter!" Lanjut Hassel.

Sebenarnya Ciara tidak masalah si mau Ia berpenampilan bagaimanapun, wong dia cewek tulen sungguhan. Tapi daripada bosnya curiga apa boleh buat.

"Tapi serius gak papa Bos nganterin asisten?"

"Gak ada pasal yang ngelarang, kan?"

"Ya... Gak ada si." Ciara melipat kedua tangannya.

Hassel pun mulai melajukan mobilnya keluar dari area kantor.