NovelToon NovelToon
Queen Of Melody

Queen Of Melody

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fiore

Luna selalu tidak percaya diri jika tampil di depan banyak orang, padahal ia memiliki suara indah. Cita-cita Luna sebenarnya ingin menjadi seorang penyanyi tetapi ditentang oleh orang tuanya. Suatu hari Luna mendapatkan tawaran kerja menjadi seorang penyanyi oleh temannya, Mona. Namun, tempat kerja itu merupakan tempat terlarang. Hingga akhirnya ia kabur dari tempat kerja itu, dan bertemu dengan sahabatnya, Adi. Rasa jatuh cinta Luna kepada Adi itu semakin nyata, namun ia tak bisa mengungkapkannya. Adi dan Hani yang merupakan sahabat Luna menyarankan untuk mendaftar audisi menyanyi. Luna pun diterima di audisi itu, dengan perjuangan dan pengorbanannya selama di karantina, Luna berhasil menjadi juara 1 di audisi menyanyi itu, hingga akhirnya kedua orang tua Luna menyadari kalau mereka telah mementingkan egonya bukan masa depan Luna. Cita-cita Luna menjadi seorang penyanyi terkenal akhirnya tercapai dan ternyata Adi juga memiliki rasa terhadapnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fiore, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelaku Utama

Sudah 2 minggu Adi belum sadar juga dari koma nya, selang infus, darah, dan oksigen masih terpasang di tubuhnya, namun kata dokter tubuh Adi semakin hari semakin membaik.

“Di, sekarang aku sudah berada di 7 besar. Aku mohon bangunlah, Di. Apa kamu tidak mau melihat penampilan ku yang sekarang?”, tak terasa aku sampai menitikkan air mata.

“Di, walaupun aku bisa melewati cobaan hidup ini satu persatu, tapi jika tidak ada kamu seperti ada yang kurang”, Aku coba raih tangan Adi dan menggenggam jemarinya. Aku menangis sesenggukan di sampingnya.

Tiba-tiba secara perlahan-lahan jari-jemari itu bergerak dan aku merasakan gerakan itu di tanganku. Adi? Apa ia sudah sadar dari komanya.

“Adiii... Adiii... Kamu sudah siuman”, aku mencoba terus memanggil namanya.

Tak lama kemudian ia membuka matanya secara perlahan.

Aku merasa senang melihat Adi telah siuman dari komanya yang selama 2 minggu.

“Kamu tunggu disini dulu ya, Di. Aku akan panggilkan dokter”, kataku dan bergegas berlari keluar.

“Om.. Tante... Adi sudah siuman”, kataku saat keluar dari ruang ICU.

Wajah kedua orang tua Adi langsung berubah menjadi bahagia.

Aku dan Hani berlari memanggil dokter, sementara kedua orang tua Adi ke dalam ruang ICU untuk melihat Adi.

“Suster, cepat panggilkan dokter. Pasien yang di ruang ICU sudah siuman”, kataku saat bertemu dengan seorang suster di jalan.

Suster itu terlihat memanggilkan dokter di ruangannya, aku dan Hani pun kembali ke kamar Adi.

Saat dokter itu tiba di ruang ICU, kedua orang tua Adi diminta keluar terlebih dahulu. Tiba-tiba suara ponsel bapaknya Adi berdering, dan yang menelepon nomornya tidak tercantum di kontak ponsel, namun bapaknya Adi tetap mengangkatnya.

“Halo. Oh.. iya, benar saya. Apa? pelaku tabrak lari itu sudah diketemukan?”, terdengar jelas suara bapak Adi mengatakan kalau pelakunya sudah diketemukan.

Aku dan Hani saling bertatapan, selama ini yang menjadi tanda tanya kami, akan terjawab.

“Aku akan ke kantor polisi, pelakunya sudah diketemukan”, kata bapak Adi sama ibunya Adi.

“Kami berdua ikut, Om”, aku dan Hani juga ingin ikut karena penasaran dengan siapa wanita yang menjadi pelaku tabrak lari itu.

Akhirnya kami bertiga pun berangkat ke kantor polisi, aku naik motor bersama Hani, sementara bapak nya Adi juga mengendarai motor sendiri.

Sesampai di kantor polisi, bapaknya Adi langsung menanyakan tentang pelaku tabrak lari itu. Saat pelaku itu dibawa keluar dari jeruji, ternyata yang keluar seorang bapak-bapak.

Aku menjadi seperti ada yang aneh dan janggal, jelas-jelas yang mengendarai mobil itu seorang wanita. Aku tidak mungkin salah melihatnya karena kecelakaan itu terjadi tepat di hadapanku.

“Bukannya kamu sopirnya bapak camat?”, bapaknya Adi terlihat kaget melihat wajah pelaku itu.

Iya... Aku juga mengenali wajah bapak ini, dia adalah sopirnya Mona. Dia pula lah yang mengantarkan aku pergi ke cafe itu.

“Bapak sopirnya Mona yang pernah mengantarkan aku itu, kan?”, tanyaku.

“Apa? Sopirnya Mona, Na?”, kata Hani.

Tapi ini sangat janggal, karena yang aku lihat yang mengendarai mobil itu seorang wanita.

“Barang bukti mobil nya sudah kami tahan di depan”, kata pak polisi.

Aku langsung menarik tangan Hani untuk melihat barang bukti mobil itu. Aku takut polisinya yang salah tangkap.

“Kenapa, Na?”, tanya Hani.

“Apa benar ini mobilnya?”, kataku menunjuk mobil yang disita polisi.

“Benar, Na. Ini plat nomor nya sama”, kata Hani menunjukkan foto di ponsel nya.

Setelah melihat jelas mobil itu, aku jadi teringat sesuatu. Mobil inilah yang mengantarkan aku ke tempat cafe waktu itu, mobil ini pula yang pernah mengikuti mobil Adi, mobil itu juga pernah aku lihat di parkiran hotel tempat karantina ku.

Apa Mona yang sebenarnya melakukan semua ini? Dan wanita yang aku lihat saat menabrak Adi itu adalah dirinya? Dia lah pelaku utama dibalik semua masalah ini. Kedua kakiku langsung lemas dan jatuh berlutut.

“Kamu kenapa, Na?”, suara Hani terdengar panik saat melihat aku terjatuh.

“Aku... Aku... Sudah tahu siapa pelaku sebenarnya, Han”, kataku dengan nada lemas karena tidak percaya Mona akan melakukan perbuatan yang sekejam ini.

“Siapa, Na? Siapa orangnya”, tanya Hani.

Ku bisikkan nama itu di telinga Hani, kami berdua langsung bergegas kembali ke dalam. Kami berdua protes kepada pak polisi kalau pak polisi sebenarnya salah tangkap.

“Pak, bapak salah tangkap, bukan dia pelaku yang sebenarnya”, protesku pada pak polisi.

“Bapak ini sudah mengakuinya, dan pemilik mobil ini mengatakan kalau saat peristiwa itu terjadi, bapak ini sedang keluar membawa mobil itu sendiri”, kata pak polisi.

“Yang saya lihat seorang wanita, pak”, aku mencoba menjelaskan pak polisi.

“Jika anda benar melihat seorang wanita, anda harus punya bukti terlebih dahulu”, kata pak polisi itu.

“Katakan pak, kalau bukan bapak yang melakukannya”, kataku menghampiri sopir Mona.

Bapak itu hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan dariku.

“Tadi dia sudah mengakui kalau dia yang melakukannya. Benar kan, Pak?”, tanya pak polisi pada sopir Mona.

“Iya, benar saya yang melakukannya”, jawab sopir Mona tapi seperti dengan nada terpaksa.

“Tidak mungkin!! Bapak pasti bohong!! Apa bapak dipaksa disuruh mengakuinya?!”, kataku tidak percaya.

Bapak sopir itu tetap diam aja, lalu pak polisi membawanya kembali ke jeruji.

“Na, lalu kita harus bagaimana?”, tanya Hani.

“Hani, tolong antarkan aku ke lokasi kejadian”, kataku.

Walaupun hari sudah menjelang sore, tapi aku masih penasaran dengan semua ini, apalagi yang aku lihat saat kecelakaan itu terjadi, jelas seorang wanita yang mengendarai mobil itu dengan rambut panjang, sementara sopirnya Mona rambutnya pendek. Tidak mungkin aku salah lihat.

Sesampai di lokasi kejadian, aku dan Hani melihat keadaan sekitar. Aku ingat ada restoran tepat di depannya. Aku berharap di depan restoran itu ada kamera CCTV.

Lalu kami pun menanyakan itu kepada petugas restoran, dan untung saja di depan restoran itu terdapat kamera CCTV. Kami pun meminta untuk memutar video CCTV itu pada saat hari kejadian. Dan ternyata terlihat jelas dari kamera CCTV bahwa benar yang mengendarainya adalah seorang wanita. Aku dan Hani pun meminta rekaman kamera CCTV itu.

Karena hari sudah menjelang malam, kami pun memutuskan untuk kembali ke kantor polisinya pada esok hari. Hani mengantarkan aku terlebih dahulu ke hotel, setelah itu ia baru melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.

Saat aku sedang menunggu lift, di dekatku ada seorang petugas cleaning service wanita yang sedang dimarahi. Aku mendengar petugas cleaning service itu sampai menangis-nangis dan memohon agar tidak dipecat karena ia tulang punggungnya keluarga.

Mendengar perkataan itu, aku jadi merasa iba dan ingin tahu apa kesalahan yang ia perbuat, sampai-sampai ia mau dipecat.

“Maaf Pak, saya jadi ikut campur. Emang ada apa?”, aku menghampiri mereka berdua.

“Begini mba, dia tadi melakukan kesalahan yang fatal sampai-sampai salah satu pengunjung di hotel ini pergi dan mengatakan kalau pelayanan di hotel ini sangat buruk”, kata atasan hotelnya.

“Emang kesalahannya apa, pak?”, tanyaku.

“Pengunjung hotel tadi sudah mengatakan langsung kepadanya kalau minta kamarnya dibersihkan, dan dia sudah mengatakan kalau ia akan datang ke kamarnya segera, tapi nyatanya ditunggu sejak pagi sampai malam tidak datang juga”, kata atasan hotel itu.

“Maaf, pak. Saya tadi lupa karena banyak kerjaan. Tolong jangan pecat saya, saya tulang punggung di keluarga. Bapak saya sudah tidak ada, sedangkan Ibu saya sakit, ditambah ada 2 adik saya yang masih sekolah dan kuliah”, kata wanita itu menangis.

“Iya, pak. Tolong lah berikan ia kesempatan sekali lagi, karena ia tulang punggung keluarga, lagipula mencari pekerjaan itu tidak mudah”, aku jadi ikut memohon karena merasa kasihan kepada wanita itu.

“Baik.. Baiklah. Saya berikan kamu kesempatan sekali saja, jika kamu melakukan ini lagi, tidak ada kesempatan kedua”, kata atasannya yang akhirnya hatinya luluh juga.

“Terimakasih, pak. Terimakasih, pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi, kata wanita itu sampai berlutut di depan atasannya.

“Beruntung kamu sudah dibantu sama mba Luna”, kata atasan hotel itu.

Aku pun menjadi ikut senang, karena pintu lift sudah terbuka, aku berpamitan untuk segera pergi.

1
♥\†JOCY†/♥
Kaya gak kerasa udah lama banget aku terkena dampaknya. Sukses terus, thor!
Inari
Author jago bener bikin cerita, sukses terus! 🙌
Beerus
Wah seru banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!