NovelToon NovelToon
SHOTGUN

SHOTGUN

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Elisabeth Patrisia

Alya Mackenzie Armstrong.

Dia hanyalah gadis berumur 22 tahun yang sudah banyak melewati masa-masa sulit bersama keluarganya. Dia sangat menyayangi keluarganya, terutama adik perempuannya, Audrey.

Hingga suatu saat musuh keluarganya dari masa lalu kembali datang dan menghancurkan semua yang sudah ia lindungi. Ditambah dengan sesuatu mengejutkan yang tak pernah ia ketahui terungkap begitu saja dan menjadi awal kehancuran bagi dirinya.

Apakah Alya masih mampu melindungi keluarganya dari musuh mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elisabeth Patrisia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11th : Fidget

Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah - celah kecil ke dalam kamar dengan nuansa klasik yang indah.

Sosok disana tampak terusik saat cahaya mulai mengenai kelopak matanya yang terbuka sedikit, melenguh pelan lalu bangun dan dengan susah payah ia merubah posisinya menjadi setengah duduk.

"Have a nice day, Alya" gumamnya pada diri sendiri. Dengan satu tangan terulur mengusap paha kanannya yang terbalut perban dan ditutupi oleh piyama berwarna maroon yang dikenakannya.

Alya menyibakkan selimut yang ia gunakan, lalu dengan kedua tangannya Alya berusaha memindahkan kaki kanannya secara perlahan ke lantai. Alya meringis pelan saat kaki kanannya terasa nyeri. Dengan susah payah, Alya pun bangkit dari posisinya sembari berpegangan di nakas yang berada di samping ranjangnya. Alya mengangkat kaki kanannya saat nyeri kembali terasa.

Alya melangkahkan kakinya dengan sangat perlahan. Hingga saat di depan pintu, Alya membungkukkan tubuhnya, saat kaki kirinya terasa sangat pegal karena menumpu berat badannya. Dengan peluh mulai membasahi wajahnya, dan napas yang mulai tak karuan, Alya menyandarkan tubuhnya pada tembok lalu perlahan tubuhnya merosot hingga bokongnya menyentuh lantai dan kaki kanan yang diluruskan.

Alya hanya meringis sembari meremas bagian paha kanannya yang tidak terbalut perban. Alya mencoba mengatur pernapasannya yang terasa sesak. Alya memejamkan kedua matanya sejenak masih sembari menetralkan pernapasannya.

Selang beberapa menit, pintu kamarnya terbuka, disertai suara pekikan dari seseorang yang membuka pintu kamar Alya.

"Oh God! Alya?!" pekik Aletta kemudian bergegas menghampiri Alya yang terduduk di lantai.

"Alya?! Are you okay?" tanya Aletta cemas dan menangkup wajah Alya dengan kedua tangannya saat melihat putri sulungnya sama sekali tak bergerak serta mata yang terpejam.

"Kaki ku sangat sakit, mom" cicit Alya dengan mata yang terpejam dan menggigit bibir bawahnya berusaha menahan rasa sakit di paha kanannya. Tanpa menunggu lama, Aletta pun berteriak memanggil nama sang suami.

"JACK?! JACK?! ALYA TERJATUH!" teriaknya dan mampu terdengar ke telinga sang empunya yang sedang menyiram bunga di taman belakang. Jack pun melempar selang asal, dan bergegas menuju kamar Alya.

Setibanya di depan pintu kamar Alya, Jack dapat melihat Aletta yang tengah mendekap putri sulungnya.

"Apa yang terjadi?" ceplos Jack dengan raut wajah cemas tercetak jelas di wajahnya. Kemudian, mengangkat tubuh Alya dan membaringkan gadis itu di ranjangnya. Aletta pun mengambil tissu yang ada diatas nakas Alya dan mengelap peluh yang mulai membanjiri wajah putrinya. Alya yang merasakan setiap pergerakan kedua orang tuanya hanya bergumam samar.

"Aku... haus" gumam Alya dengan kedua mata yang masih terpejam. Tanpa menunggu lama, Aletta pun beranjak dari tempatnya. Namun, Jack menahannya.

"Biar aku saja yang ambilkan. Sebaiknya kau temani Alya disini!" ucap Jack lalu keluar dari kamar putri sulungnya.

🔫🔫🔫

Di luar kediaman keluarga Armstrong, ada sebuah mobil sedan hitam terparkir di sebrang jalan dengan seseorang didalamnya yang tengah memperhatikan rumah tersebut.

"Apa sebaiknya aku masuk? Dan temui Alya?" gumam seseorang di dalam mobil pada dirinya sendiri. "Tapi, jika aku datang tanpa memberi tahunya pasti Alya akan marah.." tambahnya sembari mengetuk - ngetukkan jarinya di stir mobil.

Ia merogoh saku jaketnya guna mengambil ponsel miliknya dan hendak untuk menghubungi seseorang. Setelah menemukan nomor yang hendak dihubungi, ia pun mendial nomor tersebut. Selang beberapa detik, terdengar suara yang parau dan lemah dari sebrang sana.

"Hallo"

"Alya?!"

"Ya, ada apa?"

"Aku...aku... Aku sangat khawatir tentang keadaanmu. Apa boleh aku menjengukmu?"

"Darimana kau tahu?"

"..." Astaga! Bagaimana bisa aku seceroboh ini?! Apa yang harus katakan?.

"Kalbert?!"

"Yah! Entahlah aku hanya merasa khawatir padamu tiba - tiba. Apa perasaan benar? Jika kau sedang tidak sehat?"

"Iya"

"Kalo begit---"

"Sebaiknya kau datang lain kali saja. Keadaanku sudah cukup baik"

"Alya?! Tidak bisakah kau mengijinkanku kali ini? Aku sangat ingin melihat keadaanmu."

"Kalbert?!"

"Aku sudah di depan rumahmu sejak satu jam yang lalu"

"Kalbert--"

"Aku tidak peduli. Aku akan masuk untuk melihatmu!"

Tut... Tut... Tut...

Kalbert pun memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Lalu, keluar dari mobilnya dan melangkahkan tungkainya menuju sebuah rumah bercat putih yang cukup mewah. Saat di depan pagar, dua pria bertubuh besar dengan pakaian serba hitam menghampiri laki - laki itu.

"Permisi! Anda siapa? Dan ada keperluan apa datang kesini?" tanya salah satu dari mereka.

"Saya Kalbert, teman Alya. Saya dengar Alya sedang sakit. Jadi, saya ingin menjenguknya.." jawab Kalbert mantap.

Mendengar itu, membuat kedua pria bertubuh besar itu saling bertukar pandang lalu keduanya menatap tajam ke arah laki - laki bernama Kalbert itu.

"Apa saya boleh masuk?" tanya Kalbert saat tak mendapat respon apapun dari kedua pria itu.

"Baiklah! Silahkan masuk!" ucap keduanya kompak lalu membukakan pagar untuk Kalbert.

Kalbert menghembuskan napasnya lega saat kedua pria itu mengijinkannya masuk. Dengan antusias, Kalbert pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam pekarangan rumah Alya. Saat dirinya sudah berada di dalam, pagar pun kembali ditutup. Tak pelak itu membuat dirinya sedikit gentar. Namun, Kalbert tak memperdulikannya dan terus melangkahkan kakinya hingga berada di depan pintu utama.

Kalbert terdiam beberapa saat, lalu mengangkat tangan kanannya hendak menekan bel rumah tersebut. Tetapi, belum sempat jarinya menyentuh bel, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan Alya yang berdiri dengan susah payah dan dibantu oleh Aletta, sang mommy.

"Alya?!"

"Sudah kukatakan! Kau tidak perlu datang! Kenapa kau masih nekat datang ke sini!" ceplos Alya dengan raut wajah yang tak terbaca. Aletta yang mendengar ucapan Alya hanya menggeleng heran sembari menepuk bahu sang putri.

"Alya?! Kamu tidak boleh seperti itu. Bagaimana pun pasti temanmu punya alasan ingin menemuimu" bujuk Aletta sambil menunjukkan senyuman ramah pada laki - laki di hadapannya.

"Aku tahu, memang seharusnya aku tidak datang. Tapi, aku hanya ingin melihat keadaanmu karena aku khawatir padamu.." jawab Kalbert dengan tatapan lembut mengarah tepat pada kedua manik Alya. Alya hanya bergeming dan terlihat menghela napasnya kasar.

"Mari, nak! Masuklah! Kita bicara di dalam saja" ajak Aletta kemudian mempersilahkan Kalbert masuk. Lalu, disusul oleh Aletta sembari membopong putrinya. Menyadari hal itu, Kalbert pun berbalik dan mengambil alih posisi Aletta.

"Nyonya?! Biar aku saja yang membantunya" ucap Kalbert menawarkan diri.

"Jangan memanggilku seperti itu! Panggil saja auntie!" protes Aletta. Kemudian, dengan senang hati, Aletta berpindah dari posisinya dan digantikan oleh Kalbert. Sedangkan Alya hanya diam sambil membuang pandangannya ke arah lain agar tak melihat wajah Kalbert.

"Baiklah, kalo begitu kalian duduklah! Biar mommy yang siapkan minuman" ujar Aletta lalu beranjak dari tempatnya.

Setelah kepergian Aletta, Kalbert pun membawa Alya duduk di ruang keluarga dimana ada sebuah televisi di hadapan mereka. Kalbert menyalakan televisi tersebut menggunakan remote yang ada diatas meja.

"Alya?! Apa kau marah padaku?" tanya Kalbert to the point saat melihat raut wajah Alya yang tak suka.

"Alya?! Bicaralah apapun yang kau inginkan! Tapi, tolong jangan diamkan aku seperti ini!" cerocos Kalbert dengan tatapan memohon.

"Kenapa kau masih nekat datang ke sini? Aku kan sudah melarangmu, tapi kenapa kau tetap datang? Kenapa?" tukas Alya dengan nada suara yang meninggi diawal dan perlahan melemah.

"Itu karena kau" sergah Kalbert yang berhasil membungkam mulut Alya. "Aku khawatir padamu, aku khawatir tentang keadaanmu. Aku khawatir apapun tentang dirimu... Apa aku tidak boleh bertemu kekasihku? Apa aku tidak boleh tahu tentang keadaan kekasihku sendiri?" sambungnya dengan tatapan kosong di kedua matanya.

"Ka... Kalbert?!" gumam Alya terbatah.

"Aku hanya ingin memastikan keadaanmu. Itu saja... Apa aku salah?" tandas Kalbert dengan tatapan bersalah.

"Kalbert?!"

"Alya ku mohon!--"

"Kau tidak salah... Kau tidak salah.. Sungguh kau sama sekali tidak salah... Hanya saja aku... Aku... Aku... Akan lebih tidak bisa terima jika kau dalam bahaya!" tegas Alya sembari menggelengkan kepalanya dan cairan bening yang mulai menetes.

"Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kau tidak perlu mengkhawatirkan ku. Aku---"

"Kau tidak akan mengerti maksudku... Kau... Kau... Cepat atau lambat kau akan dalam bahaya setelah ini... Maafkan aku! Maafkan aku... Ma---"

"Untuk apa kau minta maaf? Ini bukan salah siapapun. Dan kau tidak perlu minta maaf padaku"

"Kau tidak mengerti"

"Apa maksudmu?"

"Suatu saat kau pasti akan mengerti, Kalbert. Maafkan aku..."

💢💢💢

1
anggita
Alya... 👌💪
anggita
like👍+☝iklan... semoga sukses novelnya.
Elisapat17: Thank ypu say❤
total 1 replies
anggita
visualisasi tempatnya... bagus👌
Nanaia
keren
Protocetus
Min kunjungin ya novelku, bola kok dalam saku
ATAKOTA_
Kren bgt ceritanya terus berkembang Thor 😊
Elisapat17: Thank you say🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!