Terjebak Cinta Om Duda

Brugh

"Awwwssshhhh!" Belva meringis saat tubuhnya menabrak seseorang. "Sakit," ucap wanita cantik itu sambil mengusap-usap keningnya.

"Kamu gak apa-apa, Abel?" Seorang pria menatap khawatir pada wanita yang baru saja ditabraknya. Lebih tepatnya Belva lah yang tidak sengaja menabraknya.

Belva mendongakkan wajahnya saat mendengar suara seseorang yang tak asing di telinganya. "Om Rigel?"

"Hmmm, ini aku. Mana yang sakit?" Rigel reflek mengusap kening Belva yang memerah karena menabrak dadanya yang keras dan kokoh.

Deg

Diperlakukan manis seperti itu oleh Rigel membuat Belva salah tingkah. Wajah nya yang dingin, namun tatapan teduh nya mampu menghangatkan hati Belva yang beku.

"𝘈𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢, 𝘴𝘢𝘥𝘢𝘳 𝘉𝘦𝘭𝘷𝘢. 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘣𝘢-𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪?"

"Kenapa wajah mu merah? Apa Kamu sakit?" Rigel semakin khawatir saat menyadari wajah Belva yang memerah.

Sementara itu Belva semakin tidak tahan menahan rasa malu nya. Wanita cantik itu memegang kedua pipinya sambil menggelengkan kepalanya. "Aku nggak apa-apa, Om." Belva memaksakan senyumnya untuk menyamarkan rasa malu nya.

Tanpa Belva sadari, Rigel sangat menikmati wajah Belva yang terlihat sangat menggemaskan itu. Dalam hati pria itu bersorak karena satu langkah rencana nya sudah berhasil.

"𝘛𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵𝘮𝘶 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶. 𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘱𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘳𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶."

Rigel bukan tidak tahu sedari tadi wanita cantiknya itu terlihat salah tingkah karenanya, karena perlakuan manisnya. Lebih tepatnya Rigel sengaja bertingkah manis untuk membuat Belva jatuh hati padanya.

"Kita duduk di sana."

Rigel menunjuk sebuah bangku yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Keduanya duduk saling berhadapan.

Belva memalingkan wajahnya saat menyadari Rigel terus menatapnya tanpa berkedip.

"Om, jangan menatapku terus seperti itu!"

Belva yang tidak tahan ditatap seperti itu oleh Rigel, akhirnya memberanikan diri melakukan protesnya. Bukan karena jengah, Belva hanya tidak ingin jatuh ke dalam pesona pria itu. Hatinya belum siap untuk kembali jatuh cinta.

Apalagi pria di depannya itu bukan pria sembarangan. Tampan, mapan, berkharisma, sudah pasti memiliki seseorang di hatinya. Atau bahkan sudah menikah. Belva tidak ingin kembali terjebak dalam hubungan yang hanya akan berujung melukainya, apalagi merebut milik orang lain.

Belva memang tidak mengetahui status Rigel, dan ia pun enggan mencari tahu atau pun menanyakan nya. Andai Belva tahu pria di depannya itu on the way duda. Akankah ia terus membentengi hatinya?

"Kenapa? Aku suka menatapmu, Bel. Cantik."

Blush

Wajah Belva semakin memerah. Pujian dari Rigel benar-benar membuatnya semakin berada di atas awan.

Namun Belva tetap berusaha menjaga kewarasannya. Belva harus tetap membentengi hatinya, jangan sampai kembali jatuh ke dalam pesona pria yang salah.

"Om, berhenti menggodaku!"

Rengekan Belva membuat Rigel tergelak. Pria itu tidak bisa menahan tawanya lagi saat melihat wajah Belva yang sudah persis kepiting rebus.

"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬, 𝘈𝘣𝘦𝘭. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘰𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘫𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶."

"Kamu kenapa tadi, jalan kaya orang linglung? Kamu lagi banyak pikiran?"

Rigel mencoba mengalihkan pertanyaannya, ia tidak ingin membuat Belva tidak nyaman. Sebisa mungkin ia harus menjadi tempat ternyaman Belva, untuk semakin mempermudah rencananya.

"Sebenarnya aku tidak mau tinggal sama Om ku. Tapi, aku terlanjur janji sama dia."

Setelah melalui beberapa tes kesehatan, Roland dinyatakan 100% sehat dan tidak terinfeksi virus menjijikkan itu. Sesuai kesepakatan, itu artinya Belva harus tinggal bersama Omnya.

Dan bukan hanya itu saja, Belva harus mau bekerja di perusahaan Roland sebagai permintaan maafnya karena sudah menuduh Omnya memiliki penyakit mematikan.

Belva tidak spesifik menceritakan semuanya pada Rigel. Walaupun Belva sangat kesal dengan Omnya itu, namun ia tak sampai hati mempermalukan Roland di depan orang lain.

"Kalau gitu, gimana kalau Kamu kerja sama Om aja? Kamu bilang sama om Kamu itu, Kamu tidak bisa bekerja di kantornya. Karena sudah diterima kerja di tempat lain."

Belva mencoba menimbang ide Rigel, dan sepertinya tidak terlalu buruk dibandingkan harus bekerja di tempat Omnya. Bukan apa-apa, Belva hanya tidak ingin setiap waktu harus menyaksikan omnya yang berandal itu berbuat tak senonoh dengan wanita yang Belva anggap jalang profesional.

Setelah Belva menyelidiki lebih dalam, tak tanggung-tanggung ia bertanya hampir ke seluruh karyawan kantor Roland, dan jawabannya sama. Ternyata si jalang profesional itu selalu datang ke kantor Roland di waktu-waktu tertentu. Belva tidak ingin otaknya semakin tercemar jika setiap saat harus disuguhi pemandangan yang menjijikkan itu.

Dan itu tidak hanya membuatnya muak tetapi juga membuatnya semakin teringat dengan pengkhianatan Gema dan Glory.

"Tapi, di kantor Om memangnya ada lowongan kerja?"

Walaupun niat awalnya datang ke kota ini melupakan kesedihannya, namun untuk wanita aktif seperti Belva, menghabiskan waktu dengan berdiam diri itu sangat membosankan. Karena itu Belva meminta pada omnya untuk mencarikan nya kesibukan.

Dan di luar ekspektasinya, Roland memberikan keponakannya itu perkerjaan di kantornya, dengan dalih pekerjaan akan membuat Belva cepat move on.

"Ada. Kebetulan di kantor Om sedang membutuhkan sekertaris. Apa Kamu berminat?"

Belva mengangguk dengan cepat. Kapan lagi memiliki kesempatan bekerja di kantor sebesar Alaska Company, pikirnya. Belva akan memanfaatkan kesempatan itu untuknya belajar.

Sebagai calon pewaris satu-satunya Aldero grup, Belva tidak ingin dianggap sebagai aji mumpung atau pun dianggap sebagai putri yang terlahir dengan sendok emas di tangan. Belva ingin benar-benar di akui karena kemampuannya yang memang layak menempati posisi itu.

"Aku mau, Om."

Rigel tersenyum puas, jawaban Belva benar-benar seperti keinginannya.

"𝘉𝘢𝘨𝘶𝘴, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘳𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘴𝘪𝘭."

...----------------...

"Sudah kubilang, jangan pernah datang lagi ke apartemen ku!" Roland sangat kesal karena tiba-tiba saja Livia datang ke apartemen nya.

"Kenapa? Aku bosan menunggumu. Makanya aku datang." Wanita itu bergelayut manja di lengan Roland.

Sejak kedatangan Belva, Roland hampir tidak ada waktu untuknya.

"Tapi sekarang Abel tinggal di sini. Aku tidak mau dia kabur lagi karena melihatmu di sini."

Livia menghempaskan lengan Roland dengan kasar. Mendengar nama Belva membuat nya sangat kesal. Keponakan Roland itu sudah beberapa kali menggagalkan percintaannya dengan Roland.

"Abel lagi, Abel lagi. Sejak kedatangan keponakan mu itu, Kamu jadi berubah, Land."

"Maksud Kamu---"

"Kamu sibuk mengurusnya, Kamu sudah tidak memiliki waktu lagi denganku, Land." Livia merengek berharap kekasih gelapnya itu mau mengerti. "Dia sudah dewasa, harusnya Kamu membiarkannya mandiri. Kamu tidak perlu menjaganya 24 jam seperti sekarang."

"Aku tahu, walaupun sudah dewasa tapi dia tetap gadis kecilku yang harus aku jaga."

Livia memutar bola matanya malas. Ia harus memikirkan cara untuk menyingkirkan Belva dari hidupnya dan Roland. Livia tidak ingin Belva selamanya menjadi penghalang hubungannya dengan Roland.

"𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯! 𝘉𝘪𝘭𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘯𝘨𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢."

𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥