Lanjutan kisah dari Cinta Beda Usia, Kisah baru dari Keisha Alvina Putri Pramuja, anak ketiga dari Evano dan Violetta.
Keisha mendapatkan pengkhianatan dari suaminya, Miko setelah mereka menikah selama dua tahun. Alasannya, karena Keisha belum juga memberinya seorang keturunan. Tidak ingin dimadu, Keisha memutuskan untuk menggugat cerai suaminya.
Setelah beberapa bulan berpisah dari Miko, Keisha bertemu kembali dengan sosok laki-laki bernama Arya Wiguna Atmaja. Dia adalah laki-laki yang menyukai Keisha sejak ia masih kecil
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Sudah lebih dari setengah jam Keisha dan Arya berada di atap Gedung. Posisi mereka juga masih belum berubah. Keisha masih membenamkan wajahnya di perpotongan leher Arya sedangkan tangan Arya masih melingkar di pundak Keisha.
Isak tangis Keisha memang sudah tidak terdengar, tetapi Keisha masih sesegukan. Arya belum ingin menjauhkan Keisha dari tubuhnya, ia ingin Keisha sendiri yang menarik dirinya sendiri dari dekapannya.
Tidak lama Arya merasakan pergerakan Keisha. Arya langsung menarik tangannya dari pundak Keisha dan mempertemukan pandangan mereka.
"Sudah merasa lebih baik?" tanya Arya.
Keisha menganggukkan kepalanya untuk merespon ucapan Arya.
"Baguslah! Jika lebih lama lagi kita di posisi seperti tadi mungkin tulang belakangku bisa patah." Arya merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Padahal ucapannya tidak benar, ia merasa baik-baik saja. Hanya saja ia sedang merasa kecewa karena Keisha menjauh dari tubuhnya.
"Maaf, pakaianmu jadi basah," ucap Keisha.
"Tidak masalah, aku bisa menyuruh asistenku untuk mencucinya," ucap Arya.
Hening dan rasa canggung mengambil alih suasana di antara mereka. Keduanya duduk dalam diam, hingga Keisha memilih untuk mengakhiri kesunyian itu.
"Terima kasih, kamu sudah mau menemaniku. Aku harus pulang sekarang." Keisha berdiri dengan ringisan di bibirnya. Karena terlalu lama duduk dengan menekuk kakinya, membuat lututnya terasa kaku.
"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Arya.
"Ya, lututku hanya terasa kaku," jawab Keisha.
"Aku akan mengantarmu pulang." Arya menyusul Keisha berdiri.
"Tidak perlu repot-repot. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula kamu tuan rumah di pesta, tidak baik jika kamu meninggalkan pesta begitu saja," tolak Keisha.
"Dalam keadaanmu yang seperti ini, aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendiri. Lagi pula pesta itu sudah tidak menyenangkan setelah kejadian tadi," ucap Arya.
"Maafkan aku. Karena aku sudah mengacaukan pestamu." Keisha berucap dengan wajah yang tertunduk.
"Kenapa harus kamu yang meminta maaf? Itu bukan salahmu," ucap Arya.
Arya kembali mendengar Keisha terisak dan ia sangat tidak menyukai itu.
"Sudahlah, ayo aku antar pulang," ajak Arya.
"Sepertinya cuaca juga sangat mendung. Bisa jadi sebentar lagi hujan akan turun." Arya melihat sekelebat cahaya putih seolah membelah langit dan setelahnya suara geledek terdengar menggelar.
"Tapi ...." Keisha masih merasa ragu untuk pulang bersama Arya.
"Aku harap kamu tidak keberatan jika aku mengantarmu pulang," ucap Arya.
Keisha menggelengkan kepalanya. "Jika itu tidak merepotkan dirimu."
"Tentu saja tidak," ucap Arya dengan senang hati.
"Ayo, di sini juga semakin dingin." Arya melepaskan jas yang dipakainya lalu menyampirkan ke pundak Keisha.
Kilat di langit makin sering muncul dan suara geledek juga makin sering terdengar. Keisha dan Arya bergegas pergi dari atap, tetapi ternyata hujan turun lebih cepat dari langkah mereka. Alhasil keduanya kehujanan.
Arya memegang pergelangan tangan Keisha, menariknya segera menuju pintu yang akan membawa mereka menuju bagian dalam gedung.
"Kenapa hujan turun tanpa permisi dulu?" Arya mengusap air hujan di wajahnya dan menggusar rambutnya ke belakang.
Arya merogoh saku celananya, ia menghubungi Tio, meminta pada asisten pribadinya untuk menjemput Keisha di basemen hotel.
"Ayo kita pergi dari sini. Kamu harus segera berganti baju," ajak Arya.
Keisha dan Arya masuk ke dalam lift yang akan mengantar mereka ke lantai paling bawah. Lift mulai bergerak turun. Keisha berdiri di pojok lift. Kedua tangannya menyilang dan terus mengusap-usap lengannya. Karena sempat kehujanan pakaian Keisha menjadi basah dan membuat tubuhnya terasa dingin.
Arya yang berdiri di pojok lift lainnya mencuri pandang pada Keisha. Ingin rasanya Arya memeluk tubuh Keisha agar bisa memberikan kehangatan pada wanita itu, tetapi sebisa mungkin Arya menahannya. Tidak mungkin dirinya sembarangan memeluk Keisha, mengingat Keisha bukan lagi seorang bayi kecil seperti dulu.
Lift berhenti bergerak, Arya langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Setelah lift terbuka Arya mengajak Keisha untuk keluar. Keluar lift mereka melihat Tio berdiri di samping mobil. Ternyata Tio sudah menunggu kedatangan mereka.
"Kamu masuklah lebih dulu," suruh Arya.
Keisha masuk ke mobil lebih dulu, sedangkan Arya menuju bagian belakang mobil. Sebelumnya Arya sudah meminta pada Tio untuk membuka bagasi. Arya mengambil handuk dari bagasi dan membawanya masuk ke mobil dan memberikannya kepada Keisha.
"Keringkan rambutmu dengan handuk ini," suruh Arya.
"Tio, kita ke rumah om Evano dulu," perintah Arya.
"Siap." Tio menyalakan mesin dan melajukan mobil meninggalkan basemen.
Mobil berwana putih melaju di tengah hujan deras. Hawa dinginnya menembus hingga ke dalam mobil. Keisha duduk di kursi penumpang belakang, tepat di samping Arya. Pandangannya mengadap ke depan, melihat windscreen yang bergerak naik turun untuk menyeka air hujan yang jatuh mengenai kaca mobil.
"Hacciih! Haccih!"
Keisha menoleh ke asal suara yang membuatnya merasa terkejut. Lebih terkejut lagi ternyata Arya tidak berhenti bersin.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Keisha.
"Apa kamu melihat aku baik-baik saja?" tanya balik Arya.
Keisha mendengkus, ia merasa jika dirinya bertanya dengan baik-baik, tetapi jawaban yang Arya justru sangat terdengar sangat ketus.
"Dasar menyebalkan. Beberapa saat yang lalu sikapnya sangat baik padaku. Tapi sekarang sikapnya berubah lagi," batin Keisha.
Keisha memilih diam dan tidak peduli pada Arya yang terus saja bersin di sampingnya. Keisha duduk dengan pandangan menatap keluar mobil, menatap air yang turun dari langit.
Hujan masih turun dengan deras bahkan ketika mereka tiba di rumah. Bukan hanya hujan, Arya juga masih bersin, hidungnya juga nampak memerah.
"Terima kasih sudah mengantarku pulang." Keisha membuka pintu mobil, ia ingin turun, tetapi Keisha melihat Arya masih saja bersin-bersin. Merasa tidak tega, Keisha akhirnya mengajak Arya untuk ikut turun bersamanya.
"Ayo, ikutlah. Aku akan membuatkan teh hangat untukmu," ajak Keisha.
"Baiklah jika itu tidak merepotkan dirimu," ucap Arya.
Keisha dan Arya turun dari mobil melalui pintu yang berbeda. Kedua sama-sama masuk ke rumah. Kedatangan mereka ternyata sudah ditunggu oleh keluarga Keisha. Di saat mereka baru saja tiba di dalam rumah, mereka langsung disambut oleh Violetta.
"Keisha, kamu baik-baik saja, Nak?" Wajah Violetta terlihat begitu cemas, tetapi dirinya juga merasa sangat lega melihat Keisha baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja, Mah," jawab Keisha.
"Kami khawatir pas kamu pergi dari pesta begitu saja," ucap Evano.
"Maaf, Pah, Mah, Keisha sudah membuat kalian merasa khawatir," ucap Keisha.
"Mamah benar-benar tidak habis pikir dengan perempuan itu. Dia bisa melakukan hal rendah seperti itu," ucap Violetta.
"Harusnya Mamah tidak merasa terkejut dengan itu. Dia saja bisa berbuat hal rendah dengan berhubungan dengan Miko di belakang Keisha. Pasti dia juga bisa melakukan hal lebih rendah lagi dari itu," ucap Kenzo.
"Hacciih! Hacciih!"
Suara bersin Arya membuat pembahasan mengenai Miko dan Arya berhenti. Keisha meminta pada Arya masuk ke rumah dan mempersilahkan Arya untuk duduk di ruang tengah.
"Bibi, tolong ambilkan handuk dan berikan pada pak Arya," suruh Keisha.
"Baik, Non," ucap Bibi.
"Aku ke dapur dulu." Keisha izin pada keluarganya untuk pergi ke dapur, untuk membuatkan teh hangat untuk Arya.
Keisha melepaskan jas milik Arya yang ia pakai di tubuhnya, lalu meletakkannya di meja dapur. Lemari kabinet Keisha buka untuk mengambil cangkir dari dalamnya. Sambil menunggu air yang ia masak mendidih, Keisha lebih dulu memasukan gula ke cangkir. Namun, karena terburu-buru Keisha sampai tidak melihat jika yang ia masukan bukanlah gula, melainkan garam.