Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.
Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.
Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.
Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.
Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.
.
.
"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Tidurmu Jelek ~
Dan bersamaan dengan bisikan itu, Bagaskara menatap bibir ranum sang istri.
Gengsi dan logika terus bertarung, tapi pada akhirnya has-ratlah yang menang.
Dengan gerakan perlahan, Bagaskara mendekat. Bibirnya menempel pada bibir Aliya, kali ini bukan sekadar singgungan singkat, melainkan ciuman yang dalam dan panas.
Napasnya memburu, menyeret Aliya ke dalam pusaran gairah yang tak semestinya muncul saat wanita itu sedang tidur.
Bibir mereka bertaut lebih lama dari yang Bagas perkirakan, hingga tanpa sadar napas Aliya tersentak-sentak. Tubuhnya sedikit bergerak, seolah hendak terusik dari lelapnya.
Deg.
Bagaskara panik. Dia buru-buru menarik dirinya, melepaskan tautan itu dan secepat kilat kembali ke posisinya semula. Tubuhnya kaku, napasnya memburu, tapi wajahnya dipaksakan setenang mungkin.
Dia berlagak mati suri, menutup matanya rapat, seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Padahal dadanya bergemuruh tak karuan, jantungnya seolah hendak meloncat keluar.
Beberapa detik terasa begitu panjang. Dia menunggu, memastikan apakah Aliya benar-benar terbangun atau masih terbawa mimpi.
Dan ketika napas Aliya kembali teratur, tanda bahwa ia sudah kembali ke dalam tidurnya, barulah Bagaskara mengembuskan napas panjang.
“Gila … hampir saja ketahuan,” gumam Bagas pelan, wajahnya panas, dan tangan diam-diam menggenggam selimut begitu erat.
Malam itu, Bagaskara tidak benar-benar bisa tidur. Bibirnya masih terasa panas, bekas dari ciuman yang seharusnya tidak pernah ia lakukan. Namun ia tahu, setelah ini semuanya tak akan sama lagi.
Niat hati membalas kecupan itu demi bisa tidur nyenyak, nyatanya Bagaskara justru tidak bisa tidur sama sekali.
Bukannya tenang, justru dada terasa sesak, pikirannya berputar tanpa henti, seperti ada sesuatu yang mengganggunya dari dalam.
Hingga pagi menjelang, mata itu tetap enggan diajak kerja sama. Kantuk memang datang, tapi sekilas saja, tak pernah benar-benar menjerat.
Akibatnya, Bagaskara berakhir persis panda, lingkar matanya menghitam pekat, dan kepala terasa berat seolah penuh batu.
Sementara itu, berbanding terbalik dengan keadaannya, Aliya justru tidur nyenyak tanpa beban, bahkan tampak segar bugar seakan tubuhnya baru selesai diisi ulang tenaga.
Pipi wanita itu merona alami, bibirnya melengkung dalam senyum kecil yang sejak tadi tidak mau hilang.
Mimpi indah yang ia alami sepanjang malam jelas meninggalkan jejak bahagia.
Sesekali bahunya bergerak kecil, seperti tubuh yang sedang mabuk euforia dalam tidur.
Begitu matanya benar-benar terbuka, senyum itu semakin merekah, tak perlu alasan pun orang bisa menebak betapa puasnya hati Aliya pagi ini.
Dan hal itu jelas tertangkap di mata Bagaskara. Dia melihatnya langsung, bagaimana istrinya membuka mata dengan raut wajah penuh cahaya, seolah dunia ini hanyalah taman bunga.
“Mowning, Kak Bagas,” sapa Aliya ceria tanpa beban, suaranya ringan, jelas menunjukkan hidupnya begitu sempurna pagi ini.
Bukannya membalas, Bagaskara hanya membuang napas kasar. Dia memilih memejamkan mata kembali, menarik selimut hingga menutupi hampir seluruh wajahnya. Dia benar-benar terlihat seperti pria yang tidak ingin diganggu siapa pun.
Tentu saja hal itu membuat Aliya tersinggung. Keningnya mengerut, bibirnya merengut. “Ih, kok gitu sih? Minimal nunggu aku pergi kek baru tidur lagi … masa istri secantik ini malah ditutupin mata.” Suaranya lirih, penuh gerutu, seperti anak kecil yang ngambek karena diabaikan.
Namun, Bagaskara tidak bergeming. Telinganya memang menangkap jelas ucapan itu, tapi tubuhnya tetap kaku, mata tetap terpejam.
Dia enggan berdebat, enggan menjelaskan, apalagi kepalanya terasa sangat berat akibat tidak tidur semalaman.
Untuk beberapa saat, pria itu tetap bertahan dalam posisinya. Yang terdengar kemudian hanyalah gemericik air dari kamar mandi, pertanda Aliya sedang mandi.
Suaranya yang khas sesekali terdengar samar dari balik pintu, suara bening yang seakan menari-nari memenuhi ruangan.
Dan anehnya, suara itu justru sukses membuat rasa kantuk akhirnya menghampiri Bagaskara.
Perlahan kelopak matanya mulai menutup, tubuhnya terasa lebih ringan. Dia hampir terlelap ketika tiba-tiba selimut yang menutupi wajahnya ditarik pelan oleh tangan mungil Aliya.
“Kak Bagas,” panggilnya lembut.
“Eungh?” hanya suara gumaman malas yang keluar.
Hening sesaat. Aliya menatapnya lekat-lekat, jantungnya berdetak lebih cepat hanya karena melihat wajah tampan suaminya dari jarak dekat.
Apalagi ketika Bagas setengah membuka mata, sorotnya begitu tajam, meski dibalut rasa kantuk.
“Bangun yuk, sudah siang … sarapan sudah aku siapin. Tadi aku beli bubur di depan.” Senyum Aliya mengembang, seolah ingin memamerkan bahwa dirinya telah berusaha menjadi istri baik.
“Heum?” Mata Bagaskara seketika terbuka lebih lebar.
Ucapan Aliya membuatnya kaget. Bukan karena bubur yang dibeli, melainkan karena sadar, ternyata dia sudah benar-benar tertidur cukup lama.
Aliya sudah rapi, rambutnya tertata, wajahnya segar. Sementara Bagaskara baru saja sadar dari tidur beratnya. Saat melirik jam dinding, pria itu sontak mengusap kasar wajahnya.
“Astaga?! Cepat sekali … rasanya baru lima menit.”
Aliya memiringkan kepala, bingung. “Lima menit apa?”
“Tidurnya,” jawab Bagas dingin, suaranya serak seperti orang malas bicara.
“Lima menit dari mana? Hampir dua jam, Kak. Ayo bangun.” Aliya menarik lembut lengannya, berusaha mendorong pria itu agar bangkit dari kasur.
Dengan langkah berat, Bagaskara akhirnya duduk. Bahunya jatuh lemas, matanya masih setengah terpejam.
Dia menguap panjang, lalu meregangkan tubuhnya, mencoba melepaskan rasa kaku yang menjerat otot-ototnya.
Aliya menatap tanpa berkedip. “Anyway, tumben banget bangunnya siang. Biasanya pagi banget, malah suka lebih pagi dari aku.”
Tak segera menjawab, Bagaskara terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang, berat, seakan menyimpan beban yang tidak bisa ia bagi. “Ini semua karena kamu tahu tidak?”
Begitu ucap Bagaskara dan jelas saja Aliya mengerjap, bingung. “Loh kok aku? Memangnya aku salah apa?” Nada suaranya penuh tanda tanya, polos, benar-benar tidak mengerti.
Gleg
Bagaskara membeku, tenggorokannya kering, seperti ada yang tersangkut. Ia bingung hendak menjawab apa. Kalau jujur, jelas dirinya akan jadi bahan tawa. Kalau diam, jelas akan dicurigai.
Aliya masih menunggu, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Kak Bagas? Aku salah apa?”
Bagaskara akhirnya memilih jalan aman. “Tidurmu jelek!! Aku tidak bisa tidur sampai pagi,” ucapnya cepat, datar, lalu tanpa menoleh lagi dia langsung bangkit, berjalan melewati istrinya begitu saja.
Aliya terdiam di tempat. Matanya berkedip-kedip, wajahnya penuh tanda tanya. “Hah? Kok jadi aku sih? Masa iya tidurku jelek?” gumamnya lirih, menatap ke arah punggung Bagaskara yang menjauh.
Dan untuk beberapa detik berikutnya, Aliya hanya bisa memegangi dadanya sendiri, mencoba mencari jawaban atas tuduhan aneh itu.
Di satu sisi dia ingin tertawa karena alasan Bagas terdengar konyol, tapi di sisi lain, dia merasa sedikit sedih karena seolah kehadirannya dianggap mengganggu. “Miris banget nasibmu, Al, dicium sampai sesak dalam mimpi, tapi pas bangun tetep dimaki.”
.
.
- To Be Continued -
...Satu eps lagi, menjelang bab 20 mohon untuk tidak menumpuk bab ya temen-temen 🫶🏻 Aku akan up lagi satu eps malam ini, dan untuk eps 20 21 serta 22 itu besok pagi ... Babay ~...
jangan sampai ada lelaki lain yang menyayangi aliya melebihi kamu, bagas
Kagak tauu ape, duo makhluk itu lagi kasmaran 😆..
Elu jadi saksi bisuuuu, gitu aja kagak paham, ngiri yaaa 😆...
So selirih apapun suaramu selama tidak memakai bahasa kalbu Bagas bakalan dengar 😅..
Lain kali hati-hati ngomongnya apalagi kalau mau bully Bagas 😆✌...