NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 18

"Sebenarnya kalau dipikir-pikir kamu lebih baik sama Ian daripada Adimas, Mine."

Jasmine menoleh kepada Fita yang sekarang sedang membantunya membereskan dapur setelah mengajar kelas baking hari ini. Ruangan itu masih begitu berantakan dan penuh dengan tepung dimana-mana. Jasmine dan Fita juga masih memakai apronnya.

Acara yang rutin mereka lakukan satu bulan sekali itu baru saja selesai lima belas menit yang lalu. Jasmine dibantu Fita dan Lila telah menyelesaikan kelas itu dengan baik. Anak-anak sangat bahagia dan melihat mereka berhasil membuat satu buah roti dengan aneka bentuk membuat Jasmine senang.

Wajah polos dan tatapan berbinar mereka membuat Jasmine terharu. Itulah yang membuat Jasmine begitu senang jika kedatangan orang-orang apalagi anak-anak untuk belajar membuat roti atau pun aneka pastry lainnya.

Kembali ke perkataan Fita yang dianggap Jasmine sangat aneh itu membuat Jasmine menoleh.

"Memangnya Ian kenapa dan Adimas kenapa?" tanya Jasmine tidak mengerti.

Fita menggeser tubuhnya. Masih memegang kain lap dan cairan pembersih meja, ia kemudian berkata pelan kepada Jasmine.

"Suamimu itu kaku banget Jas. Dia juga dingin banget. Aku aja sampai takut kalau lihat tatapan tajamnya itu. Beda kalau sama Ian. Dia ceria, hangat dan bisa se-klop itu kalau gabung sama kita."

Jasmine tersenyum sambil mengangguk mengiyakan. Iya, Fita benar. "Dia enggak sekaku itu, Fit. Masih bisa bercanda kok." sahut Jasmine.

"Tapi beneran deh. Itu tatapannya kayak mau makan orang. Sayang sama ketampanannya, Mine. Ketutup sama itu tatapan yang tajam banget. Apalagi kalau alisnya sudah menukik tuh. Beuh! Asli dia pasti galak banget, kan?"

Jasmine langsung tertawa mendengar curhatan Fita mengenai Adimas. Hampir semuanya benar. Wajar Fita berkata seperti itu, sementara Bang Indra, suaminya justru kebalikan dari Adimas. Begitu hangat dan lembut.

"Dia enggak segalak itu, Fita. Cuma galak dikit."

"Tuhkan. Coba aja kamu sama Ian. Bahagia lahir batin kamu."

"Istighfar, Mbak. Jangan banyak berandai-andai. Doain aja yang baik-baik." tegur Jasmine serius. "Lagipula sekarang Adimas tidak sekaku dulu lagi. Walaupun masih sering ngomel, tapi dia perhatian lagi."

"Iya deh iya, Pengantin baru." ledek Fita. Namun seketika wajahnya kembali memasang ekspresi serius. "Beneran tadi kamu dia yang antar?" tanya Fita penasaran.

Jasmine mengangguk. "Iya." jawabnya lalu kembali memungut beberapa sampah yang berserakan.

Fita yang masih berdiri bersandar pada meja pun menatap Jasmine dengan penuh selidik. "Tumben banget. Ini sebagai ucapan terima kasih karena makan malam semalam ya?"

"Bukan. Justru acaranya gagal." sahut Jasmine menatap Fita dengan serius. "Fit, kamu ceritanya sambil bersih-bersih juga dong. Biar cepat kelarnya."

Fita mengerucutkan bibirnya. Meski kesal karena cerita Jasmine yang masih belum selesai, ia pun melanjutkan mengelap meja.

"Kenapa gagal?" tanya Fita kemudian..

"Ada insiden. Intinya acara tersebut gagal." jawab Jasmine dengan santai.

"Lalu? Adimas marah?"

Jasmine mengangkat bahunya. "Dia marah dan tidak marah. Entahlah, aku bisa mengatakan itu karena memang sikapnya antara iya dan tidak."

Jasmine mengatakan yang sebenarnya meski itu sangat membingungkan. Adimas memang memarahinya, tapi itu karena Rindu terjatuh. Iya Rindu. Gadis yang sebenarnya sangat tidak Jasmine harapkan untuk melihatnya lagi itu kini harus memasuki hidupnya. Oke, abaikan mengenai Rindu. Jasmine sangat malas membahasnya.

Lalu Adimas kembali marah karena dirinya yang keluar tanpa mengatakan apapun itu membuat makan malamnya gagal. Anehnya, Jasmine kira kemarahan Adimas akan begitu meledak-ledak saat Jasmine kembali. Nyatanya tidak. Meskipun disertai dengan omelan singkat, Adimas tidak seketus seperti dulu. Dia juga mengobati tangan Jasmine dengan suka rela. Meskipun ujung-ujungnya mereka bertengkar kecil lagi.

Lebih anehnya lagi, sikap Adimas pagi ini. Ia mendadak lebih melunak dari sebelumnya bahkan memberikan black card untuk dirinya. Perilaku Adimas hari ini sangat berbeda dengan yang biasanya.

"Wajah kamu memerah begitu bukan karena jatuh cinta sama Adimas kan?" Fita menyipit menatap Jasmine.

"Enggak!" jawab Jasmine yakin lalu kembali ke area depan kafe.

"Min tungguin lah!" seru Fita yang segera meletakkan kain lap dan cairan pembersih di meja begitu saja.

"Beneran kamu nggak bakal suka sama dia?" tanya Fita lagi ketika sudah berada dekat dengan Jasmine. "Wajahnya sih ganteng, Jas. Tapi aura itu loh. Kok bikin seram, ya." ujar sahabatnya itu dengan ekspresi yang dibuat beneran takut.

"Dia bukan hantu, Fita..."

"Bukan seram yang itu juga, Mineee."

Jasmine hanya menggeleng-geleng kepalanya. Mencoba mengabaikan kesan Fita tentang Adimas. Tapi menurut Jasmine, Adimas memang tidak segalak itu. Ini semua karena mata dan rahangnya yang tegas membuatnya terlihat tegas dan galak.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Jasmine segera mengeceknya dan itu ternyata pesan dari Adimas.

Saya jemput kamu jam 8.

Jasmin tidak segera membalasnya karena bersamaan dengan itu, dirinya dipanggil Harry. Entah untuk apa. Akhirnya ponsel tersebut ia masukkan kembali ke saku roknya dan ia bersama Fita segera menghampiri Harry.

...****************...

Jasmine sudah bersiap sejak lima belas menit yang lalu. Ia memilih menunggu Adimas di ruang tamu agar ketika Adimas tiba, lelaki itu tidak perlu menunggunya terlalu lama.

Malam itu hawa terasa begitu dingin. Hujan baru saja reda, meski sekarang masih menyisakan gerimis kecil yang terdengar di pendengarannya. Dalam keheningan itu, Jasmine sesekali melihat jam tangannya. Ini sudah terlambat dua menit dari yang seharusnya.

Bohong jika Jasmine tidak khawatir. Apalagi ponsel Adimas yang masih aktif namun tidak kunjung menjawab panggilannya. Jasmine pun hanya bisa menunggu dengan duduk di sofa.

Waktu terus berjalan. Terasa lama bagi seseorang menunggu seseorang yang lain tanpa kepastian dan kabar. Kini sudah dua puluh menit berlalu dan Adimas tidak kunjung berkabar dan datang. Sedangkan ponsel Jasmine sudah beberapa kali berdering karena telepon dari ibu mertuanya.

Jam makan malam pun sudah lewat. Jasmine baru saja akan pergi ke kamarnya saat tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah mereka. Jasmine segera keluar. Bersamaan dengan ia membuka pintu rumah, saat itu juga Adimas keluar mobil dengan penampilan yang...berantakan.

Tanpa berkata apapun, Adimas segera masuk ke rumah dengan begitu tergesa-gesa. Bahkan ia melewati Jasmine begitu saja. Jasmine menyusul Adimas. Saat Adimas menginjakkan kaki di tangga rumahnya, Jasmine dengan segera menahan tangan lelaki itu.

"Saya tidak punya waktu untuk menjelaskan, tunggu sepuluh menit lagi. Setelah itu kita berangkat."

Bahkan belum sempat Jasmine bertanya, lelaki itu langsung melepaskan tangan Jasmine dan segera naik ke atas. Meninggalkan Jasmine dengan banyak pertanyaan di kepalanya.

Mengapa dia terlambat?

Dari mana saja dia?

Dan, mengapa ada noda lipstik di kemejanya?

Lantas mengapa aroma parfum itu tidak seperti parfum Adimas biasanya?

Jasmine hanya terdiam. Ia bingung bagaimana hendak menanyakan hal tersebut. Ia sadar diri bahwa kehadirannya tidak sepenuhnya diterima Adimas. Memilih untuk mengabaikan pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya, Jasmine pun langsung menunggu Adimas di teras rumah.

Mungkin saja aroma sisa air hujan bisa menenangkan pikiran dan hatinya yang gundah.

Jasmine duduk di kursi teras rumah. Ia lalu membuka ponselnya. Beberapa foto kegiatan tadi siang baru saja dikirimkan Ian padanya. Lelaki itu baru saja sampai setelah beberapa tahun berada di luar negeri. Tidak disangka, sepagi itu dia sudah datang ke kafe Jasmine. Namun kedatangannya memang sangat disyukuri Jasmine. Setidaknya, meskipun Jasmine yang menjelaskan langkah-langkah membuat roti tadi, Ian lah yang mempraktekkannya karena tangan Jasmine terluka.

Jasmine mengulas senyum ketika satu persatu foto ia geser. Hingga ke foto terakhir. Foto ia dan Ian. Hanya berdua.

"Ayo berangkat!" suara Adimas tiba-tiba terdengar.

Entah sejak kapan, Adimas sudah berada di luar. Lelaki itu bahkan langsung berjalan cepat menuju mobilnya, diikuti Jasmine tanpa suara. Hingga ketika Jasmine sudah berada di dalam mobil, tiba-tiba mata Jasmine melihat sesuatu di bawah kursi mobil.

"Seatbelt kamu segera dipakai, Jasmine." ucap Adimas membuat Jasmine tersentak.

Namun seakan perintah dari Adimas tidak sepenting itiu, Jasmine pun memilih untuk mengambil sebuah benda yang ternyata lipstik itu.

"Kamu ngapain? Buruan pakai seatbeltnya. Kita sudah terlambat!" bentak Adimas dengan suara meninggi namun tidak melihat ke arah Jasmine.

Jasmine terdiam. Ini bukan lipstik miliknya, lagipula brand lipstik ini pun Jasmine tidak mengenalnya. Bisa jadi lipstik ini dibuat hanya untuk keperluan pribadi atau memang produknya belum dipasarkan ke khalayak umum.

"Pakai-"

"Ini lipstik siapa, Mas?" tanya Jasmine menyela perkataan Adimas.

Seketika wajah kesal Adimas berubah datar kembali. Tanpa repot-repot menjelaskan ia merebut dengan kasar lipstik tersebut dari tangan Jasmine.

"Bukan urusan kamu." jawabnya ketus.

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!