Kirana berusaha menjaga keluarga, sementara Riana menyimpan rahasia. Cinta terlarang menguji mereka. Antara keluarga dan hati, pilihan sulit menanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Antara Puing Puing Kehancuran
Riana menatap kosong langit-langit kamarnya yang putih bersih, namun pikirannya dipenuhi warna kelabu pengkhianatan yang pekat. Langit-langit itu, yang dulu sering ia tatap sambil bermimpi tentang masa depan indah bersama Raka, membayangkan pernikahan yang romantis di sebuah kapel kecil di tepi danau, merencanakan rumah yang penuh cinta dan tawa anak-anak, kini terasa seperti penutup peti mati yang mengurungnya dalam kesedihan mendalam, merampas semua harapan dan kebahagiaan yang pernah ia miliki. Dulu, kamar ini adalah tempat ternyaman dan teraman, tempat ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi, tempat ia bisa tertawa lepas dan menangis tanpa malu, tempat ia memimpikan pernikahan yang sempurna di tepi pantai dengan Raka menggenggam tangannya erat, merasakan kehangatan cintanya yang tulus, merencanakan rumah yang penuh cinta dan tawa anak-anak, membayangkan dirinya menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, tetapi sekarang terasa seperti penjara yang mengurungnya dalam kesedihan yang menyesakkan, mengingatkannya akan semua yang telah hilang dan tak mungkin kembali. Setiap sudut ruangan seolah mengejeknya dengan kenangan manis yang kini terasa pahit dan menusuk jantungnya, seperti jarum-jarum kecil yang menusuk-nusuk hatinya tanpa henti. Foto-foto mereka berdua yang dulu dipajang dengan bangga di atas meja rias, di dinding, bahkan di dompetnya, kini terbalik atau disembunyikan di dalam laci, seolah ikut merasakan kehancuran yang melanda hati Riana, seolah mereka malu untuk menyaksikan kesedihan dan kepedihan yang ia rasakan. Aroma parfum Raka yang masih tertinggal samar di bantal, di selimut, bahkan di pakaiannya, aroma yang dulu selalu membuatnya merasa nyaman dan tenang, kini membuatnya semakin merindukan pria itu, merindukan sentuhannya yang lembut, ciumannya yang hangat, dan kata-kata cintanya yang selalu membuatnya merasa istimewa, meskipun ia tahu bahwa pria itu telah mengkhianatinya dengan cara yang paling kejam dan tak termaafkan, menghancurkan semua kepercayaan yang pernah ia berikan. Air mata telah mengering di pipinya, meninggalkan jejak perih dan bengkak yang menyakitkan, seperti sungai yang mengering dan meninggalkan tanah yang retak dan tandus, seperti gurun pasir yang luas dan tanpa kehidupan, namun hatinya masih terasa perih dan berdenyut tak tertahankan, seperti luka menganga yang tak kunjung sembuh meskipun telah diobati berkali-kali, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Pengkhianatan Raka dan Kirana bagaikan pisau tajam yang menusuk jantungnya, membelahnya menjadi serpihan-serpihan kecil yang berserakan tak terkendali, membuatnya sulit bernapas dan berpikir jernih, seolah ada beban berat yang menghimpit dadanya, merampas semua kebahagiaan dan harapan yang pernah ia miliki, meninggalkannya dalam kegelapan dan keputusasaan.
Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa orang yang ia cintai dengan segenap hatinya dan orang yang memiliki ikatan darah dengannya, orang yang seharusnya melindunginya dari segala bahaya, orang yang seharusnya menjaganya dari segala kesedihan, tega melakukan perbuatan sekeji ini? Raka, pria yang ia impikan untuk menghabiskan sisa hidup bersamanya, pria yang selalu ia percayai dan kagumi, pria yang selalu membuatnya merasa aman dan dicintai, pria yang selalu ia banggakan di depan teman-temannya, pria yang selalu ia jadikan panutan, ternyata tega mengkhianatinya dengan adik kandungnya sendiri, menghancurkan semua mimpi dan harapan yang telah mereka bangun bersama sejak lama, merobek-robek janji suci yang pernah mereka ucapkan di bawah langit malam yang bertabur bintang, menginjak-injak semua kepercayaan yang telah ia berikan dengan tulus, seolah ia hanyalah mainan yang bisa dibuang begitu saja. Kirana, adik yang selalu ia lindungi dan sayangi sejak kecil, adik yang selalu ia anggap sebagai sahabat terbaiknya, adik yang selalu ia curahkan segala isi hatinya, adik yang selalu ia belikan hadiah setiap ulang tahunnya, adik yang selalu ia ajak bermain dan bercanda, ternyata tega merebut kebahagiaannya dengan cara yang tak terbayangkan, menusuknya dari belakang dengan senyum palsu dan kata-kata manis, seolah ia hanyalah boneka yang bisa dipermainkan, seolah perasaannya tidak berarti apa-apa bagi mereka, seolah ia tidak berhak untuk bahagia.
Dengan langkah gontai, Riana bangkit dari tempat tidur yang terasa dingin dan tidak nyaman, seolah ikut merasakan kesedihan yang ia rasakan. Kakinya terasa lemas dan bergetar, membuatnya hampir terjatuh. Ia berjalan menghampiri cermin besar yang tergantung di dinding kamarnya, sebuah benda yang dulu selalu ia gunakan untuk memantau penampilannya, memastikan bahwa ia selalu terlihat sempurna di mata Raka, memastikan bahwa ia selalu tampil menarik dan mempesona, tetapi kini ia benci karena memantulkan kenyataan yang begitu menyakitkan,
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*