NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sunyi yang Menampar

Pagi itu, matahari baru naik setengah ketika aroma nasi uduk dan ayam goreng memenuhi dapur rumah kecil mereka di Sidoarjo. Nayla bergerak lincah—menyiapkan sarapan seperti biasa, mengiris timun, meracik sambal, lalu menyusun semuanya di atas meja makan.

Azam keluar dari kamar, rapi dengan kemeja putih dan dasi gelap. Ia duduk tanpa banyak kata.

“Pagi, Mas,” ucap Nayla pelan, menyodorkan teh hangat.

“Pagi,” jawab Azam singkat, pandangannya tetap pada ponsel.

Mereka makan dalam diam. Nayla beberapa kali mencuri pandang ke wajah suaminya. Hatinya bergetar—ingin bicara, tapi takut. Ingin jujur, tapi tak yakin didengar. Maka ia memilih diam, menyimpan semua kata dalam dada.

Setelah sarapan selesai, Nayla memberanikan diri.

“Mas Azam... hati-hati di jalan,”

Azam hanya mengangguk. “Iya.” Lalu ia pergi.

Dan itulah terakhir kalinya Azam melihat Nayla hari itu.

Pukul sepuluh malam.

Azam pulang seperti biasa—lelah, tubuhnya terasa berat. Ia membuka pintu rumah dengan pelan. Tapi yang menyambutnya bukan aroma masakan hangat atau langkah lembut Nayla.

Rumah itu gelap. Sepi. Sunyi.

“Nay...?” panggil Azam, meletakkan tas kerja. Tak ada sahutan.

Ia menyalakan lampu ruang tengah. Ruangan itu rapi, bersih, seperti biasa. Tapi terasa hampa.

Lalu matanya tertuju pada meja makan. Di sana, satu piring nasi putih yang sudah dingin dan lauk lengkap masih tertutup tudung saji. Dan di sampingnya—sepucuk surat putih.

Azam perlahan menghampiri.

Ia duduk. Membuka tudung saji. Ada semur ayam, tumis buncis, dan sup bening. Makan malam yang sempurna. Tapi entah kenapa, rasanya dingin bahkan sebelum disentuh.

Dengan tangan bergetar, Azam membuka surat itu.

Mas Azam...

Terima kasih karena pagi tadi masih mau duduk bersamaku di meja makan, meski hanya dalam diam.

Maafkan aku, karena tidak cukup kuat terus berharap. Aku lelah jadi bayangan dalam rumah ini. Aku tak ingin pergi dengan marah, karena hatiku penuh cinta untukmu. Tapi aku juga tak ingin memaksa diriku terus bertahan di tempat yang tak menerimaku.

Maaf jika caraku pergi tidak benar di matamu. Tapi izinkan aku pergi… bukan untuk kabur dari kamu, tapi untuk pulang kepada diriku yang dulu pernah hilang.

Aku ingin belajar menjadi wanita yang Allah cintai. Bukan hanya istri yang kamu harapkan.

Selama ini aku terlalu sibuk berharap bisa menyembuhkan luka hatimu, sampai aku lupa luka dalam diriku sendiri belum pernah aku rawat.

Aku ingin belajar agama lagi, belajar mengenal Allah yang sabar mendengarkan tangisku di malam-malam panjang. Aku tahu kamu kecewa padaku. Mungkin aku memang bukan wanita yang pantas untukmu. Tapi aku ingin pantas… setidaknya di hadapan Allah.

Doakan aku, Mas Azam.

maaf izin panggil kamu Mas.

Jangan khawatir, aku tak akan membebanimu. Aku hanya ingin menjadi lebih baik, meski mungkin bukan lagi untukmu.

Terima kasih karena pernah bersedia menerimaku di hari pertama. Aku tidak akan lupa.

Aku titip kenangan kita yang singkat. Dan aku titip diriku… dalam doa-doamu, jika kau masih sudi menyebut namaku di hadapan Tuhanmu.

Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku, walau hanya sebentar.

Nayla Azahra.

Azam menggenggam surat itu lama. Dadanya sesak oleh rasa yang sulit ia kenali—perih, bingung, marah, sekaligus kosong. Ia memejamkan mata, mengembuskan napas dalam.

Azam diam. Matanya menatap surat itu lama. Jemarinya meremas kertas yang kini terasa lebih berat dari buku-buku tebal yang biasa ia baca di ruang dosen.

Rumah ini kini benar-benar gelap. Bukan karena lampu… tapi karena seseorang yang diam-diam telah menjadi cahaya itu… telah pergi.

Azam masih duduk di kursi meja makan. Surat dari Nayla ada di tangannya, tak berubah posisi sejak setengah jam lalu. Piring berisi makan malam itu tak tersentuh, uapnya sudah menghilang. Dingin. Seperti rumah ini. Seperti hatinya.

Ia menghela napas. Berat. Hampa.

Kepalanya menunduk, menatap nasi yang Nayla siapkan dengan cinta untuk terakhir kalinya. Tangan Nayla yang halus, yang setiap pagi dengan sabar menyetrika bajunya, kini entah di mana. Suara lembutnya yang setiap pagi mengucap, "Hati-hati, Mas," kini tinggal gema di dinding rumah.

Azam menutup matanya. Tapi yang muncul justru bayangan Nayla yang diam-diam menangis di dapur, punggungnya menghadap, bahunya bergetar halus. Ia melihat itu… beberapa malam lalu. Tapi berpura-pura tak tahu.

Dan kini ia menyesal.

“Bodoh…” gumamnya pelan, penuh sesal. Ia mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. “Kenapa aku diam aja waktu itu…”

Ia berdiri, melangkah ke kamar mereka. Kasur masih rapi, tapi bantal di sisi Nayla terlihat basah. Air matanya… mungkin baru tadi pagi.

Azam terduduk di sisi ranjang, meremas seprai. Dadanya panas. Matanya mulai memerah.

Ia bukan lelaki cengeng. Tapi malam ini... air matanya jatuh. Bukan karena kehilangan semata, tapi karena ia sadar, dirinya sendiri yang mendorong Nayla pergi.

Ia terlalu sibuk menjaga lukanya, sampai lupa bahwa di hadapannya adalah perempuan yang ingin sembuh, bukan perempuan yang ingin dihukum.

Azam mengambil mukena Nayla yang masih tergantung di balik pintu, lalu memeluknya. Wangi lembut sabun dan jejak air mata Nayla masih tertinggal di sana.

“Maafin aku, Nayla…” bisiknya pelan, patah, pecah.

Di luar, hujan turun perlahan. Seakan langit tahu, rumah itu sedang menangis.

Tiga hari berlalu sejak Nayla pergi.

Tiga pagi tanpa suara sendok yang berdenting. Tanpa wangi teh hangat. Tanpa langkah lembut yang menyapu lantai. Tanpa senyum ragu Nayla saat berkata, “Sarapan, Mas...”

Azam kini bangun pagi hanya karena alarm. Makan seadanya, tak jarang hanya secangkir kopi yang tak habis diminum. Rumah itu bersih… tapi terasa seperti museum. Mati. Dingin. Tanpa jiwa.

Hari ketiga, Azam memberanikan diri membuka lemari Nayla. Sebagian baju masih tertata rapi. Hanya beberapa yang hilang—mukena, gamis sederhana, dan buku catatan kecil yang dulu Nayla bawa saat mengaji.

Azam mendesah. Kali ini lebih panjang. Lebih berat.

Sore harinya, ia duduk di beranda. Pandangannya kosong menatap hujan yang turun tipis.

“Pak Azam...”

Sebuah suara lembut memanggilnya dari balik pagar. Bu Rini, tetangga sebelah yang selama ini dekat dengan Nayla, berdiri dengan senyum ramah.

Azam berdiri, menghampiri. “Iya, Bu?”

“Saya... cuma mau titip pesan dari Nayla.”

Azam menegang. “Dia sempat ke rumah Ibu?”

Bu Rini mengangguk pelan. “Pagi itu, setelah Mas Azam berangkat kerja. Dia sempat mampir. Bawa tas besar. Nangis, tapi senyum. Dia bilang mau pergi belajar lagi. Mau pulang... bukan ke tempat yang dulu, tapi ke Allah.”

Azam tercekat.

“Dia minta maaf, katanya selama ini Ibu udah banyak bantu. Saya tanya dia mau ke mana, dia cuma jawab... ‘ke tempat yang bisa bikin hati saya sembuh, Bu.’”

Azam menggenggam pagar. Matanya mulai panas lagi. Tapi ia tahan.

Bu Rini menepuk lengannya pelan. “Kalau Mas Azam sayang dia, cari dia. Tapi kalau belum siap, doakan saja. Karena perempuan seperti Nayla… tak lari untuk kabur, tapi untuk tumbuh.”

Azam mengangguk. Lirih. Tak ada kata-kata yang cukup mewakili gejolak di dadanya.

Malam itu, Azam membuka mushaf yang lama tak disentuh. Lalu duduk di ruang tamu. Membaca… meski terbata. Ia mulai menyadari sesuatu: mungkin, sebelum mencari Nayla, ia harus lebih dulu menemukan dirinya sendiri. Dan itu dimulai dari sini—dari tempat yang dulu ia tinggalkan: Allah.

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!