Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota metropolitan, adalah seorang pemuda yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan bullying. Setiap hari di kampusnya, ia menjadi sasaran ejekan teman-teman sekampusnya, terutama karena penampilannya yang sederhana dan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Namun, segalanya berubah ketika sebuah insiden tragis hampir merenggut nyawanya. Dikeroyok oleh seorang mahasiswa kaya yang cemburu pada kedekatannya dengan seorang gadis cantik, Calvin Alfarizi Pratama terpaksa menghadapi kegelapan yang mengancam hidupnya. Dalam keadaan putus asa, Calvin menerima tawaran misterius dari sebuah sistem Cashback yang memberinya kekuatan untuk mengubah hidupnya. Sistem ini memiliki berbagai level, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, di mana setiap level memberikan Calvin kemampuan dan kekayaan yang semakin besar. Apakah Calvin akan membalas Dendam pada mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayya story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Yang Dimulai Dalam Bayangan
Malam itu, setelah pertarungan singkat di gang sempit, Calvin berdiri tegak. Ketiga pria yang menyerangnya telah kabur dengan luka dan ketakutan. Namun, ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.
Dia menghela napas dalam dan memeriksa sekeliling. Tidak ada saksi mata. Itu berarti serangan ini memang direncanakan agar tidak meninggalkan jejak.
Adrian muncul di layar sistem.
"Calvin, aku sudah menganalisis wajah para penyerang tadi menggunakan rekaman dari kamera pengawas di area sekitar."
Calvin melirik layar sistem yang muncul di udara. "Siapa mereka?"
"Tiga pria itu adalah orang suruhan Leonard Tan. Salah satu dari mereka pernah bekerja sebagai tukang pukul di sebuah klub malam milik jaringan mafia Tan Corporation. Tidak diragukan lagi, Leonard sedang menguji seberapa kuat kau."
Calvin mengepalkan tangan. "Dia ingin tahu apakah aku bisa melawan? Baiklah, aku akan menunjukkan kepadanya bahwa aku bukan hanya bisa bertahan, tetapi juga menyerang."
Pagi hari, di markas Tan Corporation...
Leonard Tan duduk di kursinya, merokok cerutu mahal, sementara Darren Wijaya berdiri di sampingnya dengan ekspresi kesal.
"Jadi, kau bilang Calvin mengalahkan tiga orang yang kukirim dengan tangan kosong?" Leonard bertanya dengan nada santai.
Pria yang melapor kepadanya menelan ludah sebelum menjawab, "Benar, Tuan Tan. Dia bahkan tidak terlihat kesulitan."
Leonard menghembuskan asap cerutunya sambil tersenyum kecil. "Menarik. Bocah itu lebih dari sekadar pebisnis pemula rupanya."
Darren mengepalkan tangan. "Aku tidak peduli seberapa kuat dia. Aku ingin dia hancur, Leonard!"
Leonard tertawa kecil. "Tenanglah, anak muda. Aku sudah menyiapkan sesuatu yang lebih besar. Jika kita tidak bisa menghancurkannya dengan kekerasan, kita akan menghancurkannya dengan cara lain."
Darren menatap Leonard penuh harap. "Apa rencanamu?"
Leonard menyeringai. "Kita akan menjebaknya dalam skandal keuangan. Setelah itu, kita buat dia jadi buronan."
Darren mengangguk dengan penuh semangat. "Bagus! Aku akan memastikan media menyoroti skandal itu."
Sementara itu, di Ruang kerjanya Calvin...
Adrian muncul kembali di layar sistem dengan ekspresi serius.
"Calvin, ada pergerakan baru dari Leonard Tan. Dia sedang menyiapkan jebakan keuangan untukmu. Aku mendeteksi adanya transaksi mencurigakan yang mencoba dikaitkan dengan perusahaanmu."
Calvin mendengus. "Mereka mencoba memalsukan bukti seolah-olah aku melakukan kejahatan keuangan?"
"Benar," Adrian mengangguk. "Aku bisa membongkar kebohongan ini sebelum mereka berhasil. Tapi jika kau ingin, kita bisa memainkan permainan mereka dan menjebak mereka balik."
Calvin menyeringai. "Kita akan menjebak mereka balik. Aku ingin melihat wajah Darren saat jebakan ini berbalik ke mereka."
Beberapa hari kemudian, di konferensi pers Tan Corporation...
Leonard Tan duduk dengan percaya diri di depan para wartawan.
"Kami baru saja menemukan bahwa seorang pebisnis muda, Calvin Alfarizi, terlibat dalam transaksi ilegal. Kami menyerahkan bukti ini kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjuti," katanya sambil tersenyum dingin.
Darren duduk di sebelahnya dengan ekspresi puas. Ini adalah momen yang sudah lama ia tunggu.
Namun, tiba-tiba, salah satu reporter menerima pesan di ponselnya. Wajahnya berubah drastis saat membaca isinya.
"Maaf, Tuan Tan," kata reporter itu, mengangkat tangan.
"Tapi baru saja kami menerima laporan bahwa bukti yang Anda tunjukkan adalah palsu. Ada rekaman yang menunjukkan bahwa transaksi ini sebenarnya berasal dari rekening milik perusahaan Anda sendiri."
Seluruh ruangan menjadi gaduh. Darren langsung pucat pasi.
Leonard mengernyit. "Apa maksudmu?"
Reporter lain ikut bersuara.
"Dokumen yang baru saja dirilis ke publik menunjukkan bahwa ada manipulasi dalam data keuangan ini. Dan berdasarkan penyelidikan awal, ini tampaknya merupakan usaha untuk menjebak Calvin Alfarizi."
Leonard meremas lengannya sendiri. "Tidak mungkin..."
Namun, sebelum ia bisa mengatakan lebih banyak, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari salah satu orang kepercayaannya.
_"Tuan Tan, ini jebakan! Mereka sudah membalikkan bukti ke arah kita!"_
Leonard menyadari bahwa dia telah jatuh ke dalam perangkap Calvin.
Sementara itu, di Ruang kerjanya, Calvin duduk dengan santai sambil menonton berita di televisi.
"Bagus," gumamnya dengan senyum dingin. "Kau pikir aku hanya bisa bertahan? Aku bisa menyerang balik lebih keras."
Adrian muncul di layar. "Langkah selanjutnya?"
Calvin menatap layar dengan tatapan tajam. "Kita belum selesai. Ini baru permulaan."
Darren Wijaya kini panik. Semua yang ia rencanakan untuk menghancurkan Calvin justru berbalik menghantamnya. Namun, dia tidak bisa menyerah.
"Leonard, kita harus menemukan cara lain!" katanya.
Leonard menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
"Aku tidak suka kalah, Darren. Tapi bocah itu bukan lawan yang mudah. Kita butuh sesuatu yang lebih ekstrem."
Darren terdiam sejenak, lalu sebuah ide muncul di kepalanya.
"Kita buat dia kehilangan sesuatu yang berharga... sesuatu yang tak bisa dia beli dengan uang," katanya dengan suara pelan.
Leonard mengangkat alis. "Apa maksudmu?"
Darren tersenyum licik. "Kita serang keluarganya."
Leonard terdiam sesaat, lalu menyeringai. "Sekarang itu adalah ide yang bagus."
Sementara itu, Calvin tidak tahu bahwa musuhnya baru saja menaikkan level permainan. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.
Calvin duduk di di kantornya, menatap langit malam yang kelam. Udara dingin menusuk, tapi pikirannya jauh lebih dingin.
"Apa langkah kita selanjutnya, Adrian?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari horizon.
Asisten virtualnya muncul dalam bentuk hologram kecil di hadapannya. "Leonard dan Darren dalam kondisi defensif sekarang, tetapi mereka tidak akan tinggal diam. Aku mendeteksi adanya pergerakan aneh di sekitar rumah ibumu. Mereka mungkin mencoba menargetkan keluargamu."
Calvin mengepalkan tangannya. "Bajingan..."
Ia langsung berdiri dan mengambil ponselnya. Ia harus memastikan ibunya dalam keadaan aman.
Di rumah keluarga Alfarizi...
Ibu Calvin, Sari, sedang merapikan meja makan saat ponselnya bergetar.
"Halo, Calvin?" suaranya terdengar lembut, seperti biasa.
"Ibu, apakah ada orang asing yang terlihat mencurigakan di sekitar rumah?" suara Calvin terdengar tegang.
Sari mengernyit. "Tidak, Nak. Tapi tadi sore ada orang yang mengaku dari perusahaan investasi dan menanyakan tentang keluargamu."
Calvin langsung merasa ada yang tidak beres.
"Ibu, mulai sekarang jangan bicara dengan siapa pun yang mencurigakan. Aku akan mengirim seseorang untuk berjaga di rumah."
Sari terdengar bingung. "Apa yang terjadi, Calvin?"
Calvin menghela napas. "Tidak ada apa-apa, Bu. Hanya berjaga-jaga."
Setelah menutup telepon, Calvin langsung menghubungi seseorang.
"Adi, aku butuh bantuanmu."
Di tempat lain, dalam markas Tan Corporation...
Darren Wijaya melemparkan gelas ke dinding, membuat pecahan kaca berserakan di lantai.
"Kenapa selalu Calvin yang menang?" bentaknya marah.
Leonard Tan, yang duduk di sofa mewahnya, tampak lebih tenang. "Karena dia tidak bertarung sendirian. Dia punya otak, dan dia punya sistem yang kita belum pahami."
Darren menggeram. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa membiarkan dia terus-menerus menang!"
Leonard menghisap cerutunya dengan tenang. "Kita buat dia tidak bisa melawan. Kita buat dia jatuh ke dalam jebakan yang lebih besar."
Darren menyipitkan mata. "Jebakan apa?"
Leonard menyeringai. "Kita buat seolah-olah dia adalah kriminal kelas kakap. Bukan hanya skandal keuangan, tetapi sesuatu yang bisa membuatnya dicari polisi. Kita masukkan namanya ke dalam daftar pencarian orang."
Darren tersenyum licik. "Aku suka idemu."
Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di pusat kota...
Calvin duduk di depan laptopnya, memperhatikan laporan dari Adrian.
"Aku sudah mengerahkan beberapa orang untuk menjaga rumah ibumu," kata Adrian. "Tapi kita harus bersiap menghadapi serangan yang lebih besar."
Calvin mengangguk. "Aku yakin mereka akan mencoba menjebakku lagi."
Adrian tersenyum. "Tepat sekali. Dan aku sudah menyiapkan balasan untuk itu."
Calvin menaikkan alis. "Balasan?"
Adrian menampilkan sebuah dokumen di layar holografik.
"Kita akan memutarbalikkan jebakan mereka lagi. Aku telah menemukan bukti bahwa Tan Corporation selama ini terlibat dalam pencucian uang dan perdagangan ilegal. Jika mereka mencoba menjebakmu, kita bisa menggunakan ini untuk menghancurkan mereka sekaligus."
Calvin tersenyum dingin. "Bagus. Aku ingin mereka merasakan bagaimana rasanya dijebak."