Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 32.
Tibanya di BIS, Nathan dan Elvano turun dari mobil. Nathan menggandeng tangan bocah itu, mengantar dan memastikan Elvano masuk ke dalam bangunan sekolah. Elvano sempat berbalik dan melambaikan tangan pada Nathan yang juga melakukan hal yang sama. Setelahnya barulah Nathan meninggalkan BIS untuk menuju perusahaan. Ia akan kembali menjemput Elvano saat jam pulang sekolah nanti.
Sikap hangat Nathan pada Elvano itu tak lepas dari netra dingin yang sedari tadi sudah mengawasi mereka. Wajah tampan pria itu semakin dingin dan tersenyum sinis setelah melihat mobil sport Nathan menjauh, meninggalkan area BIS.
Ivan keluar dari tempat persembunyiannya di lantai dua, mulai berjalan santai menyusuri koridor bangunan sekolah. "Pastikan semua yang ada di luar beres!" perintahnya saat menghubungi Basin, dan langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Pria yang kali ini mengenakan stelan formal itu terlihat begitu menawan, ia juga menyugar beberapa kali rambut keperakannya saat menuruni anak tangga untuk menuju lantai satu, di mana ruang kelas Elvano berada. Namun belum sempat Ivan mencapai ruangan yang menjadi tujuannya, ia sudah bertemu dengan Elvano yang kini telah berdiri diam di ujung koridor dengan tatapan yang tertuju padanya.
Ivan tersenyum licik, ternyata tidak sulit menemukan bocah itu, semesta seakan berpihak padanya. Ivan memindai tempat mereka saat ini, tidak ada siapa-siapa, kecuali hanya ia dan putranya.
Elvano baru saja dari toilet, sebelum kembali ke dalam kelas ia dikejutkan dengan kehadiran Nathan. Bukankah tadi daddynya sudah meninggalkan area sekolah? Tapi sekarang kenapa bisa ada di sini?
Keduanya sama-sama saling pandang. Elvano lah yang paling intens menatap Ivan, ia bisa merasakan ada yang berbeda, sebelum akhirnya bocah itu memilih untuk bersuara.
"Dad?"
Dahi Ivan berkerut mendengar bocah yang merupakan darah dagingnya itu menyebutnya dengan panggilan Dad. Daddy? Ck! Apa Anggita sudah menceritakan tentang dirinya? Sia-sia saja ia menyerupai Nathan.
"Kau menyapaku dengan baik. Kau tidak merasa takut? Kalau begitu mendekatlah?" pinta Ivan manis pada Elvano.
Elvano mundur, tatapan bocah itu terus mengunci lekat wajah Ivan. Wajah pria yang ada di hadapannya saat ini begitu mirip dengan Nathan, tapi Elvano bisa merasakan mereka adalah dua orang yang berbeda. Pria itu bukanlah daddy daruratnya.
"Ternyata kau begitu mirip denganku." Ivan sudah menyamakan tinggi mereka, meski berjarak, Ivan bisa dengan jelas melihat wajah Elvano yang hampir sepenuhnya mewarisi ketampanannya. "Apa karena itu Anggita merawatmu? Ck! Sudah ku duga, dia masih mencintaiku." Ivan tersenyum dengan pemikirannya sendiri.
Sedangkan Elvano tetap bungkam. Ia tidak mengerti apa yang dikatakan Ivan. Bocah itu bahkan mengabaikan denting lonceng yang berbunyi, pertanda jam belajar-mengajar sudah dimulai. Membuat suasana di koridor itu kian sepi dan sunyi. Elvano semakin bisa merasakan jika pria di hadapannya bukanlah orang yang baik.
Ivan berdiri. "Aku sudah bosan di sini. Kau juga tampaknya sudah tahu tentangku." Ia melangkah pada Elvano. Ivan menarik cepat tangan bocah itu dan menutup mulutnya agar tidak bisa berteriak.
Dengan begitu cepat, Ivan membawa Elvano masuk ke dalam mobil melalui jalan lain dan segera meninggalkan BIS. Ivan tidak memiliki banyak waktu, selagi orang-orang yang Teo tempatkan untuk menjaga putranya diurus oleh Basin dan anak buahnya yang lain, disitulah kesempatan Ivan untuk membawa Elvano.
Mobil itu melesat jauh dengan kecepatan tinggi menuju lokasi yang memang sudah Ivan persiapkan. Elvano ia dudukkan di sisinya yang tengah mengemudi. Bocah itu hanya diam, sama sekali tidak terlihat kepanikan dari raut wajah polosnya, namun terlihat jelas guratan yang menggambarkan bahwa ia tengah berpikir keras.
"Jadi kau benar ayah kandungku?" pertanyaan itu terlontar dari bibir kecil Elvano. Ia ingin tahu lebih banyak tentang pria yang saat ini membawa paksa dirinya meninggalkan sekolah. Rasa penasaran bocah itu jauh lebih mendominasi dari rasa takutnya.
Ivan yang tengah menyetir itu tersenyum sinis. "Ya, aku ayah kandungmu!" Ia melesatkan kendaraannya memasuki area hutan. Dan menarik kasar Elvano keluar setelah ia menghentikan mobilnya. Bocah kecil itu meringis, pergelangan tangannya terasa sakit, karena tarikan Ivan.
"Sudah lama aku menunggu momen ini." Ivan meraih sesuatu yang memang selalu ia bawa. Wajah pria itu tersenyum begitu manis saat melihat ekspresi Elvano yang berubah. "Apa sekarang kau mulai merasa takut?" Ivan menjilat pisau lipatnya yang mengkilat. Ia begitu menikmati netra polos Elvano yang membulat.
"Kau ingin melenyapkanku?" tanya Elvano. Ia bukan takut, tapi fakta ini cukup membuatnya terkejut.
"Hahahaha..." tawa itu terdengar nyaring. Ivan memainkan berulang kali pisau lipatnya. "Ternyata kau bocah yang pintar. Tapi itu tidak akan pernah membuatku urung untuk melenyapkanmu." Ivan menatap tajam Elvano.
"Sudah cukup kau bersama wanitaku! Dan karena kehadiranmu, Anggita semakin sulit menerimaku kembali, dasar bocah sialan!!"
Elvano tersentak saat Ivan berteriak padanya. Otak kecil bocah itu dipaksa terus mencerna semua ucapan Ivan. Elvano jadi mengingat banyaknya pertanyaan yang selama ini jawabannya hanya ia spekulasikan sendiri, karena tidak pernah memiliki bukti yang kuat.
Tentang siapa ayahnya? Di mana pria itu? Kenapa tidak mencarinya? Tentang rasa penasaran yang selama ini menghantui atas kehidupannya yang terbatas dan penuh dengan penjagaan.
"Kau adalah anak yang tidak aku inginkan!!"
Deg!
Elvano membeku. Bibir mungilnya tampak bergetar kala mendengar ucapan sarkas dari pria yang merupakan ayah biologisnya.
Hati kecil itu terluka. Ivan sudah lebih dulu menancapkan duri di sana.
Elvano mengangkat wajah, menatap tajam Ivan yang tertawa setelah berhasil melukai hatinya. Pria itu tidak waras.
"Kau tidak akan berhasil. Rencanamu untuk melenyapkanku tidak akan pernah berhasil!"
"Diam, bocah sialan!!" teriak Ivan berang. Wajahnya semakin memerah, karena Elvano yang terlihat berani menantangnya. Tangan pria itu juga sudah bergerak cepat melayangkan belati miliknya pada Elvano.
Dunia seakan berhenti berputar. Netra polos Elvano bisa melihat benda tajam itu yang melesat cepat ke arahnya, bersamaan dengan benaknya yang terus menggumamkan nama Nathan, ayah daruratnya.
mau komen apa dari karya ini, entahlah. Tapi gregetnya itu lho...
kesel ia,, ngakak iya... lengakp amat sih buat karyanya..
sukses selalu untuk karya luar biasamu Kak Diana.. semoga karyamu semakin bersinar❤️❤️❤️🥰🥰🥰