Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minyak nyong-nyong
"Keluar dari apartemen saya sekarang!" ucap Hanum tegas sambil menggertakkan giginya.
Tama yang masih terkejut mengusap pipinya yang terasa panas. Ia tidak menyangka jika Hanum berani menamparnya, padahal ia tidak serius dengan ucapannya tadi.
"Kau berani menamparku?" ucap Tama geram.
"Bukankah sudah terjadi? Sekarang keluar, atau perbuatan anda ini akan saya adukan kepada orang tua saya!" pekik Hanum tegas.
"Lihat saja, kau akan tersiksa selama menjadi istriku!" ancam Tama dengan wajah yang dipenuhi amarah.
Ia segera berjalan keluar dan membanting pintu dengan sangat keras. Bahkan Hanum sampai terlonjak kaget mendengar suara itu.
Hanya helaan nafas yang keluar dari mulut Hanum. Tama begitu lancang masuk ke dalam apartemen dan berkata seperti itu, seolah sedang menguji kesabarannya yang hanya setipis tisu.
Sepertinya ayah sudah tertipu, karena ternyata dia tidak sebaik yang ayah kira. Setelah ini, hari-hariku pasti akan terasa sangat berat. Batinnya.
Ia melihat begitu banyak makanan dan menyimpannya ke dalam kulkas. Sungguh ia merasa begitu lelah dan memilih untuk beristirahat sejenak.
Sementara Tama, ia masuk ke dalam mobil dengan amarah yang membuncah. Ia beberapa kali memukul setir mobil sambil mengumpat kasar.
Karena untuk pertama kalinya ia ditampar oleh perempuan, yang lebih parahnya ia hanya pasrah menerima perlakuan itu tanpa membalas.
"Lihat saja kau! Setelah menikah, jangan harap hidup kau bisa tenang!" teriaknya penuh dendam.
Ia tidak akan mengganggu Hanum lagi ke depannya. Ia tidak akan peduli lagi dengan gadis itu, hanya saja ia akan melakukan sesuatu yang membuat Hanum tidak betah.
*
*
Pernikahan, adalah sebuah upacara yang sangat di impi-impikan oleh setiap pasangan muda. Hari bahagia yang mampu menyatukan orang-orang yang tidak saling kenal menjadi sebuah keluarga besar.
Rona bahagia terpancar sangat indah dari wajah keluarga Aditama dan Halim. Mereka begitu senang menyambut para tamu yang hadir dalam acara pernikahan Hanum dan Tama.
Berbeda dengan kedua pengantin yang terlihat begitu terpaksa. Tama masih mengingat kejadian beberapa hari lalu, ketika Hanum menamparnya.
Ia sudah menyusun berbagai macam rencana untuk mengerjai dan membuat Hanum tersiksa ketika bersama dengan dirinya.
Namun kini, ia merasa sangat lelah, ingin rasanya ia segera pergi dari sana dan meninggalkan sang istri agar bisa beristirahat.
Sementara Hanum hanya memasang senyum manis untuk menyapa semua tamu yang datang. Namun di dalam hatinya merasa sangat sedih dan juga hancur.
Membayangkan bagaimana ia harus bersikap sebagai seorang istri yang tidak diinginkan dan tidak dianggap oleh sang suami. Namun, ia hanya berharap, ada keajaiban dan ini adalah pernikahan pertama dan terakhir untuknya.
"Senang banget kelihatannya!" ucap Tama menyindir.
"Setidaknya saya tersenyum dan menghargai mereka yang sudah datang," ucap Hanum ketus.
Tama mendelik kesal, namun ia sesekali mencuri pandang menatap Hanum yang terlihat begitu cantik dan wangi.
Sedikit ia merasa ingin menghirup aroma tubuh sang istri yang terasa memabukkan dan membuatnya candu.
Ah, kenapa aku malah memikirkan dia? Pasti perempuan ini memakai pelet untuk membuat semua orang senang. Batin Tama.
"Ibu pake minyak nyong-nyong merek apa?" tanya Tama.
Ada apa dengan laki-laki ini? Ingin rasanya aku menjahit bibir tebalnya itu dengan rapat. Sungguh sangat mengganggu!. Batin Hanum kesal
"Bukan urusan, anda! Kenapa? Apa anda merasa terpikat?" tanya Hanum mendelik.
"Oh, tentu saja tidak. Tapi ini sangat mengganggu, busuk sampai membuat bulu hidungku bergetar dan mati suri!" sergah Tama.
"Baguslah kalau begitu!" ucap Hanum mengalah.
Ia tidak ingin lagi meladeni mahasiswa tampannya itu. Namun Tama terus saja mengeluarkan kata-kata yang membuatnya semakin kesal.
Hanum hanya bisa menggerutu karena Tama terus saja mengatakan hal-hal yang mengganggu ketenangan jiwanya.
Pernikahan kali ini, mereka sepakat untuk tidak mengundang satu pun pihak kampus, baik itu dosen maupun mahasiswa.
Hanum hanya berharap, jika harinya akan baik-baik saja karena kehadiran laki-laki tengil yang bertingkah semaunya ini.
Beberapa kali ia menghela nafas berat karena sudah merasa sangat lelah. Begitu juga dengan Tama yang sudah memasang wajah datarnya karena merasa bosan dan ingin segera pergi dari sana.
Hingga resepsi selesai, pengantin baru itu langsung pulang ke rumah yang sudah disediakan oleh Alifiya dan Nafisa sebagai kado pernikahan mereka.
Hanya keterdiaman yang menemani perjalanan sepasang suami-istri istri itu malam ini. Hingga mobil berhenti di halaman rumah mewah yang akan mereka tempati.
"Pilih kamarmu sendiri! Saya akan tidur di kamar utama di lantai dua!" ucap Tama menaiki satu persatu anak tangga sambil membawa kopernya.
Hanum hanya mengangguk dan memilih kamar yang tak jauh dari sana. Kamar tamu yang tidak terlalu besar, namun terlihat nyaman untuk ia tempati.
"Huft, statusku sudah berbeda sekarang. Namun, rasanya masih sama, hanya bebanku saja yang terasa semakin berat," ucap Hanum sambil membuka satu persatu asesoris yang melekat di tubuhnya.
Ia ingin membersihkan diri sejenak, mengusir rasa lelah yang seolah tidak ingin pergi.
"Sepertinya, aku harus beristirahat lebih awal hari ini. Tapi, aku lapar!" ucap Hanum ketika merasakan perutnya keroncongan, namum waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Ia berjalan ke arah dapur dan melihat persediaan apa yang ada di dalamnya. Hanum menghela napas lega ketika bahan masakan tersedia cukup lengkap di dalam kulkas.
Tanpa berfikir lagi, ia segera memasak steak dan juga kentang goreng sebagai pengganti nasi. Sungguh, hari ini begitu melelahkan baginya.
Dengan telaten, ia mengolah beberapa bahan agar ia bisa makan dengan segera.
Sementara itu di dalam kamar utama, seorang pria tampan baru saja keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk yang hanya menutupi tubuh intinya.
Ia merasa segar kembali setelah membersihkan diri. Tama langsung mengenakan celana boxer seperti kebiasaannya sebelum tidur. Ia membiarkan tubuh sixpacknya di nikmati oleh nyamuk dan dibelai oleh angin.
"Ck, memang tampan!" ucapnya sambil berkaca.
Beberapa kali ia mengecap, memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini, karena ada Hanum yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun ia tidak menginginkan keberadaan gadis itu, namun ia bukan laki-laki yang lari begitu saja dari tanggung jawab.
"Hah, sungguh melelahkan! Aku harus menanggung hidup seorang perempuan yang aku tidak tau siapa. Aku harus segera menyelesaikan semua ini dan pergi jauh meninggalkan mereka semua!" ucapnya
Perlahan aroma sedap mulai membelai hidungnya, ia tiba-tiba saja merasa lapar, karena belum sempat memakan apa pun selain sarapan tadi pagi.
Tama memutuskan untuk keluar dari kamar dan menuju dapur. Ia berharap ada pelayan atau seseorang yang bisa ia mintai tolong untuk memasak.
Ia melihat Hanum berdiri di depan kompor dengan rambut yang diikat acak-acakan. Leher jenjang nan mulusnya terlihat begitu menggoda dan seolah memanggil untuk dikecup.
Dia begitu cantik dan mandiri. Jika saja kami tidak dijodohkan dalam waktu singkat seperti ini, mungkin aku bisa menarik hatinya terlebih dahulu. Batin Tama tersenyum tipis
"Masak apa?" tanya pria tampan itu dan berhasil membuat Hanum terkejut.
"Aaakh!!" pekik Hanum.