Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Di sisi lain kyai Ilham dapat menangkap wajah gelisah dan khawatir dari putra itu. Ia memperhatikan dengan seksama sampai si empu pun sadar dan merubah ekspresi wajahnya.
"Kenapa Abi melihat saya seperti itu?" tanya Gus Altair.
"Kamu khawatir sama dia?" tanya kyai Ilham.
"Saya khawatir karena dia santri di sini." jawab Gus Altair.
"Dengan kejadian ini, apa lebih baik jika dia di keluarkan saja, Al. Abi takut jika geng motor itu kembali lagi. Mereka ingin Hayi, entah apa yang sebenarnya terjadi." kata kyai Ilham.
"Bagaimana Abi berbicara seperti itu. Justru karena itu dia harus tetap disini. Seenggaknya disini dia aman, Abi." kata Gus Altair dengan menolak keras.
"Bukannya kamu ingin sekali mengeluarkan dia dari pesantren?" tanya Kyai Ilham heran yang hanya di jawab gelengan kepala saja oleh Gus Altair.
"Altair, pikirkanlah lagi. Apa kamu tidak lihat bagaimana dia. kamu bisa mencari yang jauh lebih baik lagi." kata Kyai Ilham.
"Tidak. Saya tidak akan mencari. Apapun yang sudah Allah kasih ke saya, saya akan perjuangkan itu. Abi, di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, semua ada baik buruknya. Dengan bimbingan dari saya, saya yakin dia akan berubah jadi pribadi yang jauh lebih baik." kata Gus Altair.
"Kamu serius dengan ucapan kamu?" tanya kyai Ilham.
"Saya tidak pernah seserius ini, Abi." jawab Gus Altair.
Kyai Ilham hanya memijit pelipisnya saja mendengar ucapan anaknya itu. dia memang agak keberatan dengan keputusan Gus Altair, tapi ia tidak bisa memaksa untuk mengikuti pilihannya.
"Saya akan bicara dengan umi nanti, assalamualaikum abi." kata Gus Altair dengan beranjak yang membuat kyai Ilham tidak bereaksi apapun.
🌙
Hayi berangkat ke sekolah dengan kondisi pergelangan tangan dan wajah yang di perban. entah kenapa gadis itu tetap memaksa untuk masuk sekolah. Sepanjang perjalanan menuju kelas, ia menjadi pusat perhatian oleh para siswa laki-laki maupun perempuan, terutama Gema yang memang sudah menjadi korban tangan yang di perban itu.
"Gema, bagaimana rasanya pukulannya? Pasti keras banget ya, sampai kamu pingsan kan waktu itu." tanya Irfan.
"Ck sudahlah kenapa masih di ungkit terus sih." kata Gema dengan kesalnya.
"Tapi, keren banget kemarin."
"Betul tuh ckck."
"Kenapa sih pada liatin kita?" tanya Intan heran.
"Idihh pd banget kamu. Bukan ngeliatin kamu tan, tapi pada liatin Hayi tuh." kata Aisyah tapi Hayi tidak bereaksi apapun.
"Assalamualaikum ustadzah."
"Walaikumsalam. gadis kok kaya laki. kamu memang selalu kaya gini ya di jakarta sampai mereka itu kesini, pasti ya ada masalah sama kamu. Semenjak kamu disini, pesantren yang tadinya tenang jadi berubah kacau. saran saya sih mendingan kamu keluar aja, kasian santri lain yang kena dampaknya." kata ustadzah Rena sinis.
"Tidak ada yang berhak mengeluarkan santri manapun kecuali saya. Ustadzah Rena, anda terlalu perhatian, tapi jauh lebih baik tidak berbicara melebihi kapasitas." celetuk Gus Altair yang tiba-tiba saja muncul.
"Afwan Gus. tapi yang saya bicarakan adalah fakta. Bagaimana jika mereka kembali lagi, jalan satu-satunya adalah dengan dia pergi dari sini dan tidak akan ada kekacauan lagi." ucap ustadzah Rena.
"Saya permisi assalamualaikum." kata Hayi dengan berlalu begitu saja.
"Anda lihat bukan, dia sangat tidak ada adab dan sopan santunnya. tidak mencerminkan seorang santri sama sekali." kata ustadzah Rena.
"Dari pada mengurusi orang lain, lebih baik anda perhatikan lagi, maaf, ada cabai di gigi anda ustadzah, assalamualaikum." kata Gus Altair dengan berlalu pergi
Sementara Hilya dan teman-temannya lngsung terkekeh dan menahan tawanya. Ustadzah Rena langsung menutup mulutnya dan menatap ketiga gadis didepannya dengan tajam karena secara langsung Gus Altair sudah mempermalukannya di depan santrinya sendiri.
"Kami duluan ustadzah, assalamualaikum." kata Intan dengan menahan tawanya begitupun juga yang lainnya.
Saat tengah berjalan menuju kelasnya, seseorang memanggil nama Hayi. Reflek gadis itu pun menoleh. Di lihatnya seorang gadis tengah menghampiri Emile dan mengatakan maksudnya. Yang biasanya ia di panggil ke ruang BK atau ruangan Gus Altair, justru kali ini ia di panggil ke ruang bendahara sekolah.
Ia pun segera menuju kesana karena penasaran.
"Assalamualaikum, ustadzah." kata Hayi.
"Walaikumsalam, silahkan masuk." kata Ustadzah Leni
"Ada apa ustadzah panggil saya?" tanya Hayi.
"Begini, dari keterangan yang ada, untuk uang SPP selama 3 bulan ini sama sekali belum di bayar." kata ustadzah Leni.
"Begini ustadzah, papa saya baru aja pindah dan sampai sekarang belum juga bisa di hubungi. saya tidak punya nomor siapapun untuk menghubungi mereka." kata Hayi.
"Apa coba saya yang hubungi saja?" kata ustadzah Leni.
"Iya ustadzah." ujar Hayi.
Ustadzah Leni pun mencoba menghubungi nomor papa nya Hayi, namun seperti yang di katakan oleh Hayi jika nomor itu sudah tidak aktif lagi.
"Mungkin sedang sibuk. baik, saya kasih waktu keringan satu Minggu untuk kamu lunasi ya." kata Ustadzah Leni.
"Memangnya totalnya berapa?" tanya Hayi.
"3,5 juta. itu sudah termasuk uang gedung dan catering." jawab ustadzah Leni
"Baiklah ustadzah secepatnya akan saya usahakan. pasti akan langsung saya bayar jika papa sudah bisa di hubungi." kata Hayi yang di angguki oleh ustadzah Leni.
Setelah keluar dari ruang bendahara sekolah, pikiran Hayi pun makin buyar. terlintas dengan jelas gambaran bagaimana ia akan di buang secara halus oleh orang tua angkatnya. ia hanya bisa menghela nafasnya saja sambil mencari cara bagaimana agar mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu 1 Minggu. ia tidak akan lagi mencoba menghubungi ayahnya atau siapapun. ia memantapkan dirinya sendiri untuk mulai berdiri di kaki sendiri, entah seberapa sakit dan berat, tapi ia akan tetap memulainya.
Tanpa di duga ia kembali berpapasan dengan Gus Altair. Hanya saja kali ini Hayi benar-benar larut dalam pikirannya hingga ia tidak sadar kalau di depannya itu ada Gus Altair.
"Akhh...maaf Gus, nggak sengaja." kata Hayi membuat Gus Altair menatapnya saja.
"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Gus Altair yang di jawab gelengan kepala oleh Hayi.
"Istirahat nanti kamu ke ruangan saya, ya." kata Gus Altair.
"Bicara yang penting aja, Gus. kepala gue pusing. Bicara disini aja lah." kata Hayi.
"Bicaranya yang sopan, saya guru kamu." kata Gus Altair.
"Iya, Gus, maaf." ucap Hayi.
Gus Altair pun memberikan Hayi secarik kertas sehingga membuat gadis itu langsung membawanya. Seketika ia paham untuk apa kertas tersebut. Ia hanya mengangguk saja pada Gus Altair.
"Emm, jika aku menang dapat apa, Gus?" tanya Hayi iseng.
"Kenapa tanya itu? pelajari dulu, belum juga lomba. Kamu percaya diri sekali bakal menang ya." kata Gus Altair.
"Dih, ngeremehin gue. Point nya aja lah, kalau gue menang gue dapet hadiah nggak?" tanya Hayo membuat Gus Altair hanya menghela nafasnya saja. Entah kenapa menasehati Hayi itu sangatlah susah.
"Ya namanya lomba, pasti dapat hadiah kalau menang. Tapi kalau menang, emang kamu yakin bisa menang?" kata Gus Altair.
"Ada duitnya nggak, Gus? Kalau nggak ada saya nggak mau. Mendingan Gus Al suruh yang lainnya aja." tanya Hayi membuat Gus Altair menatapnya dengan heran.
"Ada." kata Gus Altair
"berapa?" tanya Hayi dengan mata berbinar
"2-3 juta kalau tidak salah." jawab Gus Altair.
"Yessss!!!! Gue bisa, dan gue bakal pastiin gue yang memang. Oke, Gus assalamualaikum." kata Hayi dengan memberinya hormat pada Gus Altair kemudian berlari meninggalkannya