NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelaku. Pilih Jalan Hidup Masing-masing

"Dia kemungkinan pelaku pembantaian," ucap pemburu itu.

"Bisa Anda jelaskan kejadiannya?" tanya Resepsionis mencari kejelasan.

"Tadi malam, kami sedang menuju jalan pulang. Ketika kami melewati kampung yang berada di tengah sawah, kami melihat rumah-rumah di sana terbakar. Kami segera turun dari kereta dan menghampirinya."

"Sesampainya di sana, keadaannya sudah sangat parah. Rumah terbakar, may** di mana-mana. Lalu kami memeriksa dan mencari apakah masih ada yang selamat."

"Kami melihat ada jejak dar** yang seperti di seret. Kami mengikutinya dan menjumpai—uhh." Pemburu itu menutup mulutnya karena tak sanggup menceritakannya.

"Maaf. Aku sedikit ngeri untuk menceritakannya. Bisakah Anda digantikan dengan pegawai laki-laki? Kumohon ...." Pemburu itu tidak ingin Resepsionis perempuan itu mendengar sesuatu yang mengerikan bagi perempuan.

Resepsionis sedikit bingung, lalu dia memanggil seorang pegawai laki-laki. Resepsionis itu tidak pergi dan tetap di sana, ingin mendengarkan cerita sampai habis.

Pemburu itu tidak ingin lanjut bercerita. Tapi karena terpaksa, dia akhirnya lanjut bercerita.

"Kami menjumpai beberapa palangan orangan sawah. Di sana banyak wanita yang di ikat—uhh. Payu**** bawah mereka di say** dan—uhh. Kelenjar susu mereka menjalar kel—aaahhh." Pemburu itu seperti sudah tidak sanggup menjelaskan. Tapi dia harus tetap menjelaskan.

Pegawai pria mendengarkan dengan seksama sambil memegang alat perekam suara. Resepsionis menutup mulutnya karena tak percaya dengan cerita.

"Ada beberapa kelenjar susu wanita yang mengeluarkan air susu dan dar**. Ada beberapa wanita yang sedang dalam kondisi hamil. Diantara mereka ada wanita yang kepala bayinya sudah ke—iisss."

"Kami mendengar suara rintihan. Ternyata mereka semua ... masih hidup. Kami segera menyelamatkan mereka dan mengutamakan wanita yang hamil. Wanita hamil yang mau melahirkan kami bantu untuk melahirkan dan mereka berdua selamat."

"Untung di kelompok kami ada seorang dokter. Dia menggunakan Energi Spiritual dan Batu Spiritual untuk menyelamatkan mereka. Dan ... semua wanita itu ... selamat ... 'snif'."

Pemburu itu sudah tidak kuat berbicara. Air matanya menetes dan dia tersedu-sedu.

Sang Resepsionis terduduk lemas, tidak kuat mendengar cerita.

Temannya, yang seorang dokter, menggantikannya menjelaskan.

"Kami berhasil menyelamatkan mereka. Ternyata mereka hanya di ikat dan di say** payu**** nya," sambungnya.

"Ketika kami ingin menolong wanita yang paling ujung, kami melihat seekor kucing sedang bertengger di palangan dan menggigiti tali. Saat kami mendekat, ternyata itu adalah Macan Akar."

"Dia berusaha melepaskan tali pengikat. Kami mendapati wanita di palang itu dalam keadaan tidak ada saya*** di tubuhnya. Hanya beberapa lebam dan goresan akibat di seret."

"Di depannya, ada sebuah may** yang dalam kondisi tercabik-cabik. Sepertinya Macan Akar itu yang melakukannya."

"Ketika kami mendekat, Macan Akar itu menggerang dan melompat ke kami. Dia (menunjuk pemimpinnya) memukulnya dan langsung tumbang. Tiba-tiba, Macan Akar itu berubah menjadi anak itu. Ternyata dia seorang siluman. Sepertinya dia berusaha menyelamatkan ibunya."

"Jadi, apa anak itu pelakunya?" tanya Pegawai.

"Sepertinya bukan. Luka di para wanita adalah luka akibat benda taj**. Hanya may** pria tadi yang penuh cakaran. Sepertinya pria itu pelakunya dan anak itu mengha**** nya," jawab Si Dokter.

"Itu saja yang bisa kami jelaskan. Kami meletakkan para wanita di lumbung padi yang tidak terbakar dan sudah memberi mereka air dan makanan. Kirim pegawai wanita agar mereka merawatnya."

"Untuk para may**, kami hanya menutupi mereka. Kami serahkan penanganan nya pada Ormas Tukang. Dan ...." Dokter itu melepas lencana perak miliknya dan menyerahkannya ke pegawai.

Ormas Tukang membagi tingkatan dengan Lencana Dada. Lencana di bagi tiga tingkat, perunggu, perak dan emas. Setiap tingkatan di bagi menjadi tiga kategori, baru, pertengahan dan akhir. Tingkatan di berikan berdasarkan berapa lama dan berapa banyak misi atau tugas yang sudah mereka kerjakan. Intinya, tingkatmu tergantung pengalamanmu.

"Kami ingin berhenti," ucap Dokter. Pemimpin dan tiga anggota lainnya juga melepas lencana mereka dan meletakkannya di meja.

Pegawai menghela nafas panjang. Dia faham kenapa mereka ingin berhenti. Bagi laki-laki yang sudah berkeluarga, pasti merasa trauma setelah melihat kejadian seperti itu.

Pegawai itu tersenyum dan berkata, "Oke. Kami akan mengurusnya. Tinggalkan saja lencana kalian dan anak itu. Kalian boleh pulang untuk istirahat. Besok kembalilah untuk mengurus pengunduran diri."

"Terima kasih." Dokter berjabat tangan dengan pegawai.

"Jaga baik-baik keluarga kalian," pesan Pegawai.

Dokter menarik tangan pegawai dan memeluknya. Dia sedikit meneteskan air mata. Dia merasa takut kejadian itu juga menimpa keluarganya. Hal normal yang pasti di rasakan oleh seorang ayah.

Pegawai menepuk punggung Dokter seakan memberinya semangat.

Kelompok pemburu itu akhirnya pergi dan pulang kerumah mereka masing-masing.

"Kau juga pulanglah dan istirahat, sayang. Biar aku menggantikanmu," ucap Pegawai pada Resepsionis. Mereka adalah pasutri yang bekerja bersama.

Istrinya hanya mengangguk. Dia mengerti perasaan istrinya. Dia menggendongnya dan membawanya masuk ruangan. Dia kembali ke meja Resepsionis untuk lanjut bekerja.

...****************...

NusaNTara sedang berada di perpustakaan. Mereka sedang mencari buku tentang informasi mengenai Pisang Raja.

Tara sedang berbincang dengan beberapa orang mengenai kejadian pembantaian Kampung Gabah Pari.

"Iya. Ternyata anak itu adalah siluman. Dia hanya berusaha melindungi ibunya dari seorang pemban***," ucap salah satu dari mereka.

Tara mendengarkan dengan seksama. Kemudian dia memandang Nusa yang sedang membaca buku.

"Kami akan melakukan hal yang sama bila Ibu kami mengalaminya," ucap Tara dalam hati.

...****************...

"Haahhh, belum dapat juga," keluh Nusa.

"Kenapa ini sangat sulit. Arrgghh." Nusa menggaruk rambutnya karena kesal.

"Tara. Bagaimana dengan perbicanganmu dengan orang-orang tadi?" tanya Nusa.

Tara hanya diam dengan ekspresi dingin, seperti memikirkan sesuatu.

"Tara?"

"Belum," sahut Tara.

Nusa bingung melihat perilaku Tara sekarang. Biasanya dia yang paling banyak mengeluh dan berisik. Tapi sekarang dia lebih banyak diam dan seperti memikirkan sesuatu.

Malahan, sekarang dirinya yang sering mengeluh. Mungkin karena dia sudah sembuh dan ibunya terlihat bahagia, bebannya terasa berkurang.

Berbeda dengan Tara, yang masih memiliki beban. Apalagi setelah kejadian Tara kesakitan dan ibunya menangis memeluknya, membuatnya sedikit berubah.

"Tara, aku memiliki boneka kayu yang berbentuk seperti Barni. Aku memasang bulu milik Barni ke boneka itu agar terlihat mirip. Aku akan memberikannya kepadamu nanti," ucap Nusa mencoba menyemangati Tara.

Tara hanya mengangguk.

...****************...

Malam berhiaskan bintang.

Si Pemburu sedang duduk di kursi kayu depan rumahnya. Dia memikirkan kejadian tadi pagi ketika dia menyeret anak itu. Dia tertunduk dan memegangi keningnya. Dia seperti menyesali perbuatannya.

Seorang wanita keluar dari rumah. Dia adalah istrinya. Istrinya duduk di sampingnya.

"Kenapa? 'hiks' ... Kenapa aku menyeretnya? Dia hanya anak kecil, yang mencoba menyelamatkan ibunya. Kenapa aku memperlakukannya seperti seorang kriminal?" Pemburu itu berbicara dengan suara parau karena menangis.

Istrinya memeluknya dan menyandarkan kepalanya di bahunya.

"Sayang, 'snif' ... dia hanya seorang anak kecil, sama seperti anak kita, 'snif' ," ucap Pemburu.

Seorang anak perempuan sedang terlelap di tempat tidurnya.

"Dia hanya mencoba melindungi ibunya, 'snif' ."

Pemburu itu menangis dengan tersedu-sedu. Sang Istri mengelus kepalanya.

"Sayang ... 'hiks' .... Aku janji .... Aku janji akan menjaga kalian .... Aku janji ... 'snif' ."

Sang Istri memegang wajah Pemburu dan menatapnya. Pemburu membalas tatapan Istrinya dengan mata sedikit memerah.

"Aku pegang janjimu," ucap Sang Istri.

"Terima kasih," balas Pemburu.

Sang Istri memajukan wajahnya dan mencium bibir suaminya.

*Semoga kedamaian atas mereka.

...****************...

Paginya, kelompok pemburu itu datang ke Ormas Tukang. Mereka mendatangi meja Resepsionis.

"Kami ingin mengurus pengunduran diri."

"Baiklah. Tolong tunggu sebentar." Resepsionis masuk ke dalam ruangan. Pegawai laki-laki kemarin datang dengan membawa beberapa kertas.

"Pengunduran diri kalian telah di proses. Kalian hanya perlu tanda tangan disini," ucap Pegawai.

Para pemburu menandatangani kertas mereka masing-masing.

"Kami memiliki penawaran untuk beberapa dari kalian. Dimulai dari Tuan Seno. Anda di berikan penawaran untuk jadi Dokter Umum di salah satu rumah sakit di kota Setunggal," jelas Pegawai.

"Anda tidak perlu berhenti jadi Tukang. Anda hanya perlu mengganti status anda dari Dokter Pemburu menjadi Dokter Umum. Anda akan di beri tempat tinggal di sana. Apakah Anda ingin mengambilnya?" ucap Pegawai.

"Ya, aku akan terima tawaran itu." Tuan Seno langsung menerima tawaran itu tanpa pikir panjang, mengingat di juga harus mencari pekerjaan baru.

"Baiklah. Selanjutnya, Tuan Dodi, pemimpin kelompok. Ada dua penawaran untuk Anda. Menjadi guru bela diri atau menjadi penjaga peternakan?" ucap Pegawai.

"Tolong jelaskan yang menjadi penjaga perternakan," pinta Tuan Dodi.

"Anda akan mengurus peternakan milik pemerintah. Seperti menggembala sapi, menyiapkan rumput, membersihkan kandang, memasukkan sapi kedalam kandang. Intinya semua pekerjaan yang berkaitan dengan pengembala. Anda juga akan di berikan tempat tinggal." jelas Pegawai.

"Aku ambil saja yang penggembala," ucap Tuan Dodi.

"Baiklah. Selanjutnya, Tuan Bono, Pesilat—."

"Saya tidak perlu. Saya berencana kembali ke kampung halaman dan mengurus kebun semangka," sanggah Tuan Bono.

"Oh, Baiklah. Selanjutnya—."

"Bisakah mereka aku beri penawaran?" sanggah Tara.

"Apa itu?" tanya pegawai.

"Berternak ayam," jelas Tara.

"Boleh."

"Aku mau."

Keduanya menerima penawaran Tara.

"Mungkin aku bisa membacakan penawarannya dulu," ucap Pegawai.

"Boleh," sahut salah satu keduanya.

"Tuan Muna dan Tuan Beto. Anda di tawari manjadi guru bela diri di dalam satu sekolah," ucap Pegawai.

"Kami terima ternak ayam saja."

"Kami tidak ingin berurusan lagi dengan kekerasan," jelas keduanya.

"Baiklah. Tuan Seno dan Tuan Dodi, silahkan tanda tangan di sini untuk mengkonfirmasi penawaran."

Mereka berdua menandatanganinya.

"Tara, apakau serius ingin memperkerjakan mereka?" bisik Nusa ragu.

"Tenang saja. Aku sudah mencari info tentang mereka," jelas Tara.

"Terus, mereka tinggal di mana? Kau sudah minta izin Mbah Mul?"

"Untuk rumah, tenang. Kalau tidak di beri izin, aku beli tanah samping kandangku dan aku buatkan mereka rumah," jelas Tara.

"Bagaimana dengan ibu kita?" tanya Nusa takut ibu mereka tidak akan bisa menerima kedatangan orang lain.

Tara tersenyum mendengar pertanyaan Nusa.

"Aku mengajak mereka karena ingin mencarikan teman untuk ibu kita. Keluarga mereka di kenal baik," jelas Tara tentang niatnya.

"Ohhh, okelah kalau begitu." Nusa menyetujui rencana Tara.

"Satu hal penting yang harus kamu miliki dalam hidup. Rasa kemanusiaan," ucap Tara.

Ucapan Tara seakan memiliki makna yang besar. Ucapan itu langsung menancap dan mengakar di hati Nusa.

...****************...

Besoknya, para pemburu berkumpul di depan Ormas Tukang. Disana ada tiga kereta yang di penuhi barang muatan. Itu kereta milik tiga orang yang akan menjalani kehidupan baru di tempat lain.

Mereka berkumpul untuk melakukan perpisahan. Mereka berlima bersalaman dan berpelukan. Mereka menangis karena tak kuasa menahan kesedihan.

Istri mereka juga berkumpul dan saling menyapa. Anak-anak mereka berlarian kesana kemari.

"Oke. Kita kumpul dulu," ajak Tuan Dodi. Mereka semua berkumpul dan merangkul satu sama lain membentuk lingkaran.

"Sepuluh tahun. Mungkin itu waktu yang lama, tapi, terasa begitu singkat. Kita sudah menjalani kehidupan ini bersama-sama. Masing-masing dari kita awalnya hanyalah seorang pengangguran. Lalu kita menggantungkan nasib kita di Ormas ini."

"Pertemuan kita bukan kebetulan. Kita mempunyai keahlian masing-masing dan akhirnya kita membentuk kelompok karena saling membutuhkan."

Seorang anak laki-laki menarik baju Tuan Muna.

Tuan Muna melirik dan melihat anaknya menarik bajunya.

"Ayah, belikan es dung dung itu." Anak itu menunjuk ke pedagang es dung dung yang menggunakan sepeda.

"Kenapa kamu tidak minta sama mama?" tanya Tuan Muna.

"Pengennya sama ayah."

"Ayo, ayah. Belikan es dung dung," desak anaknya dan terlihat akan menangis.

"Papa, papa, mam mam mam." Seorang balita yang belum bisa berjalan tegak menghampiri Tuan Bono.

"Ayah, aku ingin gulali berbentuk harimau."

"Waaaaa." Seorang anak perempuan terjatuh karena tersandung.

"Kita akan menaklukan laut Katulistiwa." Seorang anak berpenampilan seperti bajak laut mengangkat sebuah keris.

"Hei, Bane! Letakkan! Itu bahaya!" ucap Tuan Bono pada anaknya.

"Ibunya pada kemana, sih. Anak-anak di biarin berkeliaran."

Mereka melihat istri mereka sedang asik ngerumpi.

"Eaaalaaah. Babonnya malah pada ngerumpi."

Mereka terpaksa mengakhiri rangkulan mereka dan mengurusi anak mereka.

"Haaahhh. Malah jadi begini." Tuan Dodi merasa kecewa karena momen yang di tunggu-tunggu malah berantakan.

Seorang anak perempuan menghampirinya dan minta di gendong. Dia meraih anaknya dan menggendongnya.

"Ya sudahlah."

"Seno, Bono, Muna, Beto. Aku umumkan, kelompok pemburu kita ...."

"Bubar! Horee!" Anak Tuan Dodi menyela omongannya dan mencuri momen terakhir.

"Hei. Itu moment yang ayah tunggu," ucap Tuan Dodi.

Temannya yang lain tertawa.

"Oh, iya. Kita belum punya nama kelompok," ucap Tuan Bono.

"Sudah bubar malah baru di pikirin," sahut Tuan Muna.

...****************...

Mereka bertiga sudah naik kereta mereka masing-masing dan segera berangkat.

Tuan Dodi pergi ke Provinsi Kawung Timur lewat gerbang utara. Tuan Seno pergi ke daerah tengah Provinsi Kawung Tengah lewat gerbang barat menuju jalur lintas utara. Tuan Bono pergi ke Provinsi Pucuk Kawung lewat gerbang selatan menuju jalur lintas selatan.

Tuan Muna dan Tuan Beto hanya bisa melambaikan tangan mereka untuk mengantar kepergian teman-temannya. Mereka belum pindah karena belum ada info dari Tara.

"Semoga kehidupan kalian menjadi lebih bahagia di sana," ucap Tuan Muna dengan ekspresi terharu.

"Eh, anak dan mamanya kemana?" Tuan Beto mencari-cari anak dan istrinya yang tidak terlihat.

"Apa mereka terbawa mereka?" pikir Tuan Muna.

"Gawat, no. Ayo kejar," ajak Tuan Beto.

"Ayah! Sini!" teriak seorang anak.

Tuan Muna dan Tuan Beto menoleh ke arah suara tersebut. Mereka melihat anak dan istri mereka sedang makan buah durian di toko buah bersama NusaNTara. Mereka berdua pun menghampiri anak dan istri mereka.

"Apa kalian punya kereta?" tanya Tara.

"Tidak," jawab mereka berdua.

"Aku bawa dua kereta. Nanti kalian bisa membawa barang menggunakan keretaku. Sini, maka dulu, sebelum habis sama istri kalian. Lihat."

"Ayo mbak, buka lagi."

Mereka berdua melihat istri mereka sudah habis dua buah dan masih ingin membuka lagi. Mereka berdua hanya bisa menggelengkan kepala.

"Awas. Nanti mabuk pas di perjalanan, loh."

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!