Jelita Pramono seorang gadis periang, namun jangan sampai kalian mengusik nya, apalagi keluarga maupun orang yang ia sayang disekitarnya. Karena jika kamu melakukannya, habislah hidupmu.
Hingga suatu hari, ia sedang pergi bersama kakak nya, tapi di dalam perjalanan, mobil mereka tertabrak mobil lain dari arah belakang. Sehingga, Jelita yang berada di mobil penumpang mengeluarkan darah segar di dahi nya dan tak sadarkan diri.
Namun, ia terbangun bukan di tubuh nya, tapi seorang gadis bernama Jelita Yunanda, yang tak lain merupakan nama gadis di sebuah novel yang ia baca terakhir kali.
Bukan sebagai pemeran utama atau si antagonis, melainkan figuran atau teman antagonis yang sikapnya dingin dan jarang bicara sekaligus jarang tersenyum.
Mengapa Jelita tiba-tiba masuk kedalam novel menjadi seorang figuran? Apa yang akan terjadi dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi Yang Ramai
Pagi hari datang dengan cahaya matahari yang masuk malu-malu lewat tirai tipis kamar Jelita. Namun, yang terjadi di dalam kamar justru jauh dari kata damai.
“AKU DULUAN MANDI!” teriak Tiara sambil melompat dari tempat tidur, masih dengan rambut awut-awutan.
“Eh! Enak aja, yang bilang duluan tuh Dara!” sahut Dara yang sudah setengah jalan menuju kamar mandi, tapi kakinya masih terjerat selimut.
“Aku yang bangun duluan, aku duluan dong!” Meyriska berargumen sambil menyeret handuknya dengan penuh semangat.
Sementara Jelita, sang pemilik kamar, hanya bisa duduk di ujung ranjang sambil memegangi kepala. Rambutnya masih awut-awutan, mata masih setengah terbuka, tapi suara-suara teman-temannya sudah seperti konser band rock dadakan.
“ASTAGA... rumah sultan, kamar sultan, tapi tetap aja rebutan kamar mandi.” gumamnya pelan, menyerah.
Suasana makin ricuh ketika Dara dan Tiara sama-sama sampai di depan pintu kamar mandi dan berusaha membuka gagang pintu bersamaan.
“LEPASIN TIARA! AKU DULUAN!”
“EH KAKI GUA KEINJEK NIH!”
“BERANTEM NIH KAYAKNYA!” seru Meyriska sambil ketawa ngakak, lalu buru-buru melipir ke sisi lain pintu sambil menyelinap, berharap bisa mendahului mereka semua.
Namun sayang, saat pintu terbuka, yang muncul adalah suara flush dan Raza keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk di leher, masih menyeka wajahnya.
Mata Dara, Tiara, dan Meyriska langsung melebar. Mereka langsung freeze di tempat.
“AAAAAAAAAAAH!!” teriak bertiga, reflek mundur beberapa langkah.
Jelita juga langsung melompat dari tempat tidur. “AAAAAAHHH!!! KAKAK NGAPAIN DI KAMAR MANDIKUUU?!”
Raza mengerutkan alis. “Mandi lah... Kamar mandi cowok di bawah penuh. Gak apa dong? Toh yang nginep juga pada numpang kamar kamu.”
Tiara langsung tepuk jidat, Meyriska pura-pura tutup muka, dan Dara berdiri di tempat sambil nyengir kaku.
“Astaga, kakak sendiri.” lirih Jelita, tapi mukanya merah padam.
Raza cuma angkat bahu dan keluar kamar sambil santai, “Udah selesai, silakan rebutan lagi.”
Dan begitu Raza menutup pintu, teriakan kembali pecah.
“AAAAARGHHH!!! KENAPA KAMAR PRIBADI JELITA JADI TEMPAT UMUM?!”
Dan pagi itu, suasana kamar Jelita resmi jadi lebih rame dari grup chat keluarga besar pas lebaran.
Setelah selesai dengan drama rebutan mandi yang heboh, suasana kamar Jelita tak jadi tenang begitu saja. Justru malah naik level, drama baru dimulai yaitu drama permakeupan.
Meja rias yang awalnya rapi kini berubah jadi medan perang. Lipstik, cushion, eyeshadow palette, maskara, dan blush on berserakan seperti habis dijarah. Cermin besar yang menempel di dinding dipenuhi suara desahan dan protes ringan dari keempat gadis yang berkumpul di depannya.
“Aku duluan pake cushion-nya, ya! Kulit aku lagi kering banget nih,” kata Tiara sambil merebut compact dari tangan Dara.
“Eh! Aku baru setengah muka! Kamu kira aku ini dua warna?” Dara protes keras sambil ngambek.
“Guys, ini bedak siapa yang tumpah di meja riasku?” tanya Jelita panik sambil mencoba menyelamatkan koleksi make-up pribadinya.
“Punya aku, maaf, tadi kepencet pas aku ambil eyeliner,” ujar Meyriska tenang, tapi tangannya tetap sibuk menggambar eyeliner sayap di kedua matanya.
Jelita berdiri di tengah-tengah mereka semua, rambut masih setengah dikepang, menatap kaca dan mencoba memakai lip balm, tapi tangannya ketahan karena Dara mendadak mencondongkan badan ke arah cermin.
“Ya ampun, Dara! Mukaku ketabrak pundakmu!” seru Jelita.
“Sorry, sorry! Alis aku ketinggalan di rumah, harus fokus!” balas Dara dengan serius, bikin semua langsung ketawa.
Beberapa menit kemudian...
“Astaga, bibirku gak simetris!” teriak Tiara panik.
“Makanya jangan sambil nyanyi pas pake lipstik,” balas Meyriska sambil cekikikan.
Lalu...
Tok tok tok.
“Jelitaaa, kalian udah siap belum? Ayo sarapan!” suara Reza terdengar dari balik pintu.
Empat pasang mata langsung saling pandang.
“YA AMPUN UDAH JAM SEGITU?!” keempatnya langsung panik dan heboh ngambil tas, touch up kilat, dan merapikan rambut secepat kilat.
Meyriska sambil berdiri buru-buru ngomong, “Pakai parfum siapa ini? Wanginya cowok banget!”
“Itu punya Jelita, emang parfum unisex, woi,” jawab Tiara sambil menyemprot leher.
Jelita cuma bisa geleng-geleng. “Rumah segede ini, tapi rasanya kayak asrama sempit kalau kalian semua ngumpul.”
Dan begitu pintu kamar terbuka, keempatnya keluar dalam formasi lengkap, berjalan ke arah tangga seperti mau runway. Sementara Reza, Raza, dan para cowok lainnya hanya bisa menatap, terdiam.
“Lama banget, tapi ya udahlah, cakep juga sih,” celetuk Willy pelan.
Raza ngelirik adiknya yang sekarang tampil glowing, tidak seperti biasanya yang hanya liptint tapi terlihat cantik. lalu nyeletuk, “Jelita, kamu beneran adik ku, kan?”
Jelita cuma nyengir, “Hari ini aku Jelita versi upgraded.”
Tak lama setelah hiruk-pikuk pagi mereda, keempat gadis itu akhirnya duduk rapi di meja makan, bergabung dengan Reza, Raza, dan teman-teman mereka. Di atas meja sudah tersaji sandwich hangat, potongan buah segar, dan jus jeruk dingin. Aroma roti panggang dan lelehan keju memenuhi udara, bikin perut yang sejak tadi dikacaukan oleh drama make-up langsung keroncongan.
Jelita menggigit setengah sandwich-nya, lalu menatap dua kakaknya yang duduk di seberangnya. Suaranya tenang namun terdengar penasaran.
“Eh, Kak, Mama ke mana ya? Kok nggak kelihatan dari tadi?”
Reza dan Raza saling pandang sebentar, seperti sedang memutuskan siapa yang akan jawab duluan. Akhirnya Raza yang buka suara.
“Mama nyusul Papa ke luar kota, Lit. Ada urusan mendadak banget, katanya soal bisnis.”
Reza menambahkan, “Iya, dia buru-buru banget tadi pagi. Gak sempat pamit ke kamu, cuma sempat ke kita doang sebelum berangkat.”
Jelita hanya mengangguk pelan. “Oh gitu.”
Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya, namun sorot matanya sempat menunjukkan sedikit kecewa, walau langsung disembunyikan dengan senyum tipis.
Lalu jelita melanjutkan sarapannya. Di tengah-tengah tawa kecil dari teman-temannya dan suara obrolan santai di meja.
Setelah sarapan selesai dan gelak tawa masih bersisa, suasana mendadak ramai kembali ketika rombongan siap berangkat ke sekolah. Gadis-gadis itu berdiri di depan mobil SUV hitam mengkilap yang sudah dipanaskan oleh Mang Maman, saling menatap dengan pandangan penuh tekad.
“Aku aja yang nyetir!” Dara langsung nyambar kunci.
“Eh eh, gak bisa gitu dong! Gantian, kemarin kamu udah!” sanggah Tiara sambil menarik kunci itu.
Meyriska melipat tangan dengan gaya sok tenang, “Udah-udah, biar aku yang bawa. Aku paling stabil, gak ugal-ugalan.”
“Ya ampun, kamu tuh kalau nyetir kayak lagi shooting F1,” balas Tiara sambil memutar bola matanya.
Sementara tiga temannya berdebat seru, Jelita hanya diam. Ia membuka pintu depan sebelah kiri dan duduk tenang di kursi penumpang. Tidak ada komentar, tidak ada rebutan. Ia hanya mengamati dari kaca spion, senyumnya tipis, seperti sedang menikmati tontonan live drama pagi hari.
“Eh Lit, kamu nggak mau nyetir?” tanya Dara sambil masih mempertahankan kunci dari tangan Tiara.
“Lagi males,” jawab Jelita ringan, “aku penumpang cantik aja hari ini.”
“Cieee, penumpang cantik!” goda Meyriska, membuat yang lain tertawa.
Akhirnya setelah adu argumen yang penuh gaya, Dara berhasil mempertahankan kunci dan duduk di belakang kemudi dengan ekspresi bangga, sementara yang lain masuk dengan gaya tak rela tapi pasrah.
Di sisi lain halaman rumah, enam laki-laki, Reza, Raza, Devano, Willy, Verrel, dan Harry, sudah duduk gagah di atas motor sport masing-masing. Helm di tangan, jaket sudah terpasang, dan mesin motor meraung pelan.
“Cewek-cewek itu rebutan nyetir kayak mau balapan,” kata Willy sambil pasang helm.
“Biasa, geng cewek,” balas Harry, “Tapi yang kita tunggu-tunggu sih, Jelita.”
Reza melirik singkat ke arah mobil dan melihat adik kesayangannya sudah duduk manis di kursi depan. Senyum kecil muncul di bibirnya.
Tak lama kemudian, deretan kendaraan mulai bergerak pelan keluar dari halaman mewah rumah keluarga Yunanda. Di depan, mobil yang dikemudikan Dara melaju dengan gaya percaya diri, sementara di belakang, para cowok berderu di atas motor-motor sport mereka, membentuk iring-iringan elegan yang membuat siapa pun yang melihat bakal salah fokus.
Jangan lupa dukung novel author dengan cara, Like, Komen, Subscribe, dan Vote ya... Jangan lupa Rating bintang 5 nya.
gak rela rasanya harus terpisah sama kak jordi nya 🥺