Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Sementara Radit bingung mengutarakan keinginan nya kepada sang mama.
"Radit...kamu kenapa dari tadi mama perhatikan seperti gelisah, apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya bu Drajat yang melihat tingkah putranya yang menurutnya tak biasa.
"Radit mau bicara tapi Radit takut mama kan marah" jawab Radit merasa ragu.
"Memangnya mau bicara apa?" tanya bu Drajat pada Radit.
"Baiklah jadi gini ma, waktu keributan Melia, Arkan dan juga Rani tempo lalu Radit sempat ngobrol sama Rani" Radit diam ragu untuk meneruskan ceritanya.
"Lalu ?" tanya mamanya singkat.
"Emmm itu anu..Radit dan Rani diam-diam melakukan pendekatan ma, kami sering bertemu di perbatasan kampung, dan kami memutuskan untuk bersama" Radit menunduk setelah mengatakan niatnya.
"Apa kamu nggak salah Radit? Rani itukan mencintai adikmu, mama takut kamu akan dijadikan sebuah jembatan untuk meraih keinginan nya" Bu Drajat merasa ragu dengan niat putranya.
Radit berpikir sejenak apa yang dikatakan mamanya ada benarnya.
"Tapi nggak ada salahnya Radit mencoba ma, Radit merasa cocok dengan Rani" keputusan Radit ingin menikahi Rani begitu kuat Bu Drajat tak bisa berkata-kata lagi.
"Ya sudah kalo memang itu keputusan mu kita tunggu Arkan dan Melia pulang, nanti kita bicarakan ini dengan mereka" Radit mengangguk, ia tak percaya dalam keadaan nya yang seperti sekarang ini, masih ada gadis yang mau menerimanya.
Setelah satu minggu Radit dan Melia kembali, dengan bahagia Bu Drajat menyambut cucu tercintanya.
"Arkan, ajak Melia ke gubuk Radit ya, mama dan Radit ingin bicara" kata Bu Drajat di suatu malam.
Setelah semua berkumpul Bu Drajat memulai bicara.
"Begini mama ngajak kalian berkumpul karna ada yang ingin Radit sampaikan ke kita semua" ujar Bu Drajat sembari menatap Radit.
"Kak Radit mau bicara apa? Apa kak Radit pengen nikah?" celetuk Arkan yang membuat Radit tersedak air liurnya sendiri.
"Minum dulu kak" ujar Melia sembari menyodorkan segelas air putih.
"Jadi gini Ar, aku dan Rani memutuskan untuk menikah, kami merasa sama-sama cocok satu sama lain" ujar Radit yang berhasil membuat Arkan dan Melia melotot tak percaya.
"Kakak serius..?" ucap keduanya bersamaan.
"tentu saja serius.." ujar Radit dengan begitu yakin.
"Memangnya kak Radit sudah bertemu dengan Bu Winda?" tanya Arkan.
Radit mengangguk. "Bu Winda menyuruh kami untuk segera menikah, alasan nya takut jadi bahan omongan" kata Radit.
"Kenapa aku merasa ada yang tak beres ya?" lirih Melia yang masih di dengar oleh Arkan.
"Jadi Bu Winda setuju begitu saja? Tanpa mempermasalahkan keadaan kal Radit?" tanya Arkan yang merasa ada yang janggal.
Radit hanya mengangguk.
"Baiklah kalo memang tak ada keraguan di hati kak Radit kami bisa apa? Ayo mas kita pulang aku sudag ngantuk kasihan nih Juna dah tidur dari tadi" ujar Melia yang kemudian berjalan lebih dulu tak kuat menahan kantuk.
...****************...
Sesuai niat Radit ia menikahi Rani dengan sangat sederhana, hanya Ijab Kabul dengan hidangan seadanya.
"Selamat ya kak akhirnya sekarang kak Radit menikah" ucapan selamat dari Arkan dan Melia yang di balas senyum sumringah Radit namun terlihat jelas wajah muram Rani yang di paksakan tersenyum.
Setelah selesai acara Ijab Kabul yang di adakan di rumah Bu Winda.
Terdengar desas-desus warga yang hadir. "eh Bu Winda kok menikahkan putri satu-satunya dengan pemuda cac*at ya" ucap salah satu ibu-ibu yang hadir yang kemudian di sahut dengan ibu-ibu yang lain.
"Iya ya itu si Rani kok mau aja sih, jangan-jangan ada udang dibalik batu" ibu-ibu itu terus bergosip tanpa mereka sadari Melia berada di sebelah mereka.
Dalam hitungan detik rumah Bu Winda sudah sepi, terlihat Bu Winda yang membereskan sisa-sisa hidangan di bantu oleh Bu Drajat.
"Mel tunggu..." teriak Rani menghentikan langkah Melia yang akan pulang ke rumah ibunya bersama Arkan.
Rani mendekati Melia dan Arkan, dengan senyum lebar ia berkata.
"Sekarang aku menjadi kakak ipar kalian jadi tak ada alasan kalian menolak kehadiranku di antara kalian" ucap Rani yang membuat bingung Melia juga Arkan.
"Dengar ya Rani kita memang keluarga sekarang, tapi punya kehidupan dan pasangan masing-masing, jadi apa maksud kamu dengan kami tak boleh menolak kehadiranmu di antara kami" jawab Melia panjang lebar.
"Sudahlah Mel kita lihat saja nanti" ucap Rani seolah membuat tantangan pada Melia.
"Sudah de' kita pulang saja kasihan Juna kepanasan" Arkan dan Melia segera meninggalkan rumah Bu Winda.
"Bu rencananya ini Radit sama Rani mau tinggal dimana ya?" tanya Bu Winda pada Bu Drajat.
"Saya terserah sama mereka berdua kalo Rani tidak keberatan tinggal di gubuk milik Radit kami dengan senang hati membawa serta Rani bersama kami" jawab Bu Drajat dengan sopan.
"Rani mau kok bu tinggal di gubuk mas Radit" sahut Rani dengan membawa nampan berisi teh hangat.
"alhamdulillah kalo kamu mau nduk" sambung Bu Drajat.
Setelah mengobrol panjang lebar Bu Drajat pamit pulang dengan menggunakan ojek Bu Drajat pulang sendiri sedangkan Melia dan Arkan masih di rumah ibunya.
"de' Rani sekarang kan kita sudah halal boleh kan kalo mas minta hak mas?" tanya Radit saat telah larut malam.
"Aduh mas bukanya aku nggak mau tapi aku lagi halangan mas dan baru aja dapet" Rani berusaha menghindar dari Radit dengan berbagai macam alasan.
"oh ya sudah nggak papa, tapi nanti kalo sudah selesai mas boleh kan minta hak mas?" tanya Radit dengan polosnya, yang di jawab dengan anggukan dan senyum masam.
"huwek huwek..." Pagi-pagi buta Rani muntah-muntah di kamar mandi Bu Winda segera menghampiri Rani.
"kenapa? Muntah lagi?.." tanya Bu Winda yang di jawab anggukan oleh Rani.
"mangkan nya jangan bikin ulah, kamu itu anak ibu satu-satunya tega kamu bikin ulah kaya gini, andai bapakmu masih ada mungkin ibu nggak merasa terpuruk seperti ini" kata Bu Winda yang kesal dengan tingkah laku putrinya.
"Maafin Rani bu"...lirih Rani sembari menunduk.
"Seandainya kamu nurut sama ibu nggak mungkin sekarang kamu punya suami yang c*cat seperti Radit" sambung Bu Winda yang memelankan suaranya takut jika menantunya mendengar.
"Sudah sana istirahat saja biar ibu yang masak" Rani hanya mengangguk sembari pergi ke kamar.
Saat membuka pintu kamar terlihat Radit yang terduduk sembari menunduk.
"Mas kamu sudah bangun?" tanya Rani gugup ia takut suaminya mendengar percakapan nya dengan ibunya.
Radit memandang wajah Rani yang tiba-tiba keningnya berkeringat.
"Kamu kenapa de' kok pagi-pagi gini sudah berkeringat?" tanya Radit yang berhasil membuat Rani gugup.
"e i itu...tadi habis lari pagi..." Radit mengernyit
"Lari pagi pake baju tidur gini apa nggak jadi perhatian orang sekampung de'" tanya Arkan merasa heran.
"Tadi aku lapis jaket kok mas" jawab Rani yang kembali naik ke tempat tidur.
"Loh kok tidur lagi de' apa kamu nggak enak badan?" tanya Radit
"iya tadi ibu suruh aku istirahat saja" jawab Rani.
"De' mas mau ke kota hari ini" mendengar ucapan Radit, Rani duduk dan bertanya.
"Ke kota mau ngapain mas, apa mas punya uang?"
"Mas mau beli kaki palsu de' biar mas berjalan nggak pake tongkat lagi, mas tau kamu pasti malu kalo berjalan di samping mas" kata Radit mengungkapkan niat dan alasan nya.
"Ya udah terserah mas aja".
Akhirnya Radit pergi untuk membeli kaki palsu dengan di antar Arkan mereka pergi ke kota.
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.