menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Di dalam mobil, Lilia tampak senang, ia melihat ke luar jendela mobil dengan antusias. Mata besar gadis itu berbinar saat meliat pemandangan di luar.
"Waaahh..."
Aldebaran melirik Lilia yang terlihat sangat senang melihat ke luar jendela mobilnya, begitu mudah dan sederhana membuat gadis kecil itu bahagia. Aldebaran tak tahu kenapa ia memilih untuk bertemu dengan gadis kecil itu lagi, dan yang jelas ini bukan karena janji yang ia ucapkan kemarin, saat ia bilang akan menemui Lilia lagi. Yang jelas ia hanya ingin mengalihkan pikirannya yang sedang kacau, mungkin... baginya untuk saat ini Lilia seperti pelarian kecilnya.
Tiba-tiba...
Mata Aldebaran menyipit tajam saat tak sengaja pandangannya beralih pada tangan mungil Lilia yang memegang dasboard mobilnya.
Tatapan itu tajam bukan karena Aldebaran tidak suka saat Lilia menyentuh mobil mewahnya sembarangan melainkan karena bekas luka di pergelangan tangan gadis itu yang tampak masih baru.
"Lilia, tanganmu kenapa?" Tanya Aldebaran, sambil menatap gadis kecil itu penuh rasa ingin tahu.
Lilia dengan cepat menyembunyikan tangannya yang terluka di balik punggungnya.
"Ti-tidak apa-apa..." Kata Lilia sedikit canggung, "kemarin Lilia tidak sengaja jatuh..." Lanjut Lilia, sambil mengalihkan pandangannya seolah ia sedang mencari alasan yang tepat, dan tentu saja itu tidak membuat Aldebaran percaya begitu saja karena ia tahu Lilia sedang berbohong padanya.
Lalu dengan hati-hati Aldebaran menghentikan mobilnya dia pinggir jalan. "Coba aku lihat!" ucap Aldebaran, sambil mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan gadis itu.
Lilia yang melihat itu hanya menggeleng sambil menyembunyikan kedua tangannya di belang punggungnya.
"Ayo! Aku hanya ingin melihatnya, aku ingin pastikan kau baik-baik saja." Lanjut Aldebaran mencoba meyakinkan gadis kecil itu.
Lilia menatap Aldebaran beberapa saat, sampai akhirnya dengan ragu ia mengulurkan kedua tangannya. Saat itu Aldebaran melihat luka memar yang cukup besar di pergelangan tangan gadis itu dan tampak sudah membengkak.
Lalu pandangan Aldebaran beralih pada wajah Lilia, ia menatap mata besar gadis itu yang kini menunduk di hadapannya. Ada rasa takut dan khawatir di balik tatapan polos itu.
"Apa? Kau bahagia selama kau tinggal bersama dengan Paman dan Bibimu?" tanya Aldebaran tiba-tiba.
Sontak Lilia mengangkat pandangannya hingga tatapannya bertemu dengan mata Aldebaran. Pria itu menatap lekat wajah gadis kecil itu menunggu jawaban dari gadis itu dengan sabar.
Lilia kembali menunduk, mengalihkan pandangannya dari Aldebaran. "Lilia..." Lilia tahu itu pertanyaan yang sulit ia jawab.
"Baiklah, kalau kau tidak mau bilang, juga tidak apa-apa." Kata Aldebaran, kemudian kembali melanjutkan mobilnya.
"Tapi kita kerumah sakit dulu, ya? Kita obati luka di tanganmu dulu." Lanjut Aldebaran, Lilia hanya terdiam kemudian menganggu kecil, Aldebaran tersenyum kecil saat Lilia setuju.
Sesampainya di rumah sakit, Aldebaran membawa Lilia untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Saat dokter menyampaikan pada Aldebaran tentang luka yang dialami Lilia bukan karena terjatuh melainkan karena pukulan benda tumpul yang menyebabkan luka memar dan bengkak di kedua pergelangan tangannya.
Setelah melakukan pemeriksaan dan dokter memberikan resep obat penghilang rasa sakit, di dalam mobil, Aldebaran menatap wajah gadis kecil itu lekat.
"Lilia, coba kau katakan yang jujur, apa yang sebenarnya terjadi kemarin? Maksudku setelah kau pulang?" Tanya Aldebaran.
Lilia hanya menunduk, ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia bicara, "Lilia... Di marahi Paman... Karena kemarin saat Papa beri Lilia uang lebih, Paman bilang Lilia harus simpan, jadi Lilia simpan, lalu tadi malam Paman Lilia tahu kalau Lilia menyimpan uang lebihnya... Jadi Lilia dimarahi." Jawab Lilia dengan polosnya, lalu gadis kecil itu mulai menangis sejadinya.
Saat itu Aldebaran tak percaya kebaikan kecil yang ia lakukan pada Lilia kemrin membuat gadis kecil itu harus menerima hal seperti ini, keluarga yang seharusnya melindunginya malah dengan tega menyakitinya.
"Sudah, jangan menangis." Aldebaran mengusap lembut kepala gadis kecil itu. "Sekarang coba katakan, apa hal yang paling kau inginkan di dunia ini? Aku akan memenuhinya."
Lilia menatap Aldebaran dengan mata yang masih berkaca-kaca. "Lilia ingin... Lilia ingin sekali pergi ke taman hiburan..." Katanya meski tangisnya masih terdengar.
"Taman hiburan, ya? Baiklah! Kita akan ke sana. Tapi sebelum itu, kita belanja. Aku akan belikan gaun cantik untuk Tuan Putri yang manis." Kata Aldebaran, sambil mencubit pipi Lilia. Dalam hati setidaknya hal kecil yang ia lakukan saat ini cukup untuk menghibur hati gadis kecil ini.
"Sungguh?! Paman akan belikan?"
"Ya, tentu saja." Kata Aldebaran, dengan percaya diri, lalu ia menatap Lilia lagi. "Tapi dengan satu syarat, kau harus berjanji padaku kau tidak akan menangis lagi."
Mendengar syarat yang di katakan Aldebaran dengan segera Lilia menghapus air matanya, "baiklah, Lilia berjanji."
"Nah, begitu."
Kemudian Aldebaran melakukan mobil sedan mewah ya dan berhenti di depan sebuah butik, Aldebaran memarkir mobilnya di depan butik, lalu ia mengajak Lilia masuk kedalam butik, seorang pegawai butik membuka pintu untuk mereka.
Mata Lilia langsung berbinar, melihat deretan pakaian dan gaun cantik di dalam butik.
"Pilihlah yang kau inginkan." Kata Aldebaran.
"waah... Boleh?"
"Tentu saja, pilihlah!"
Lilia mengelilingi setiap sudut butik dan mengamati setiap gaun cantik yang di bajang di sana, hingga perhatiannya teralihkan oleh sebuah gaun one piece berwarna baby blue terpajang di dekat jendela etalase. Aldebaran yang melihat minat gadis kecil itu langsung mendekat.
"Apa itu yang kau sukai?" tanya Aldebaran, setelah berada di dekat Lilia.
Lilia menoleh dan menatap Aldebaran dengan malu-malu, lalu ia menganggu kecil. "Apa tidak apa-apa? Harganya sangat mahal."
Aldebaran mengangkat sebelah alisnya, "Lilia, kau pikir aku membawamu kesini tanpa membawa uang?" kata Aldebaran.
"Iya... Kan mahal." kata Lilia lagi, kali ini ia sambil meremas ujung bajunya.
"Jika kau memang suka, ambil saja."
Aldebaran memberi isyarat pada pegawai butik untuk mengambil gaun yang Lilia inginkan. Kemudian pegawai butik menuntun Lilia ke ruang ganti dan membantunya mengganti pakaiannya.
"Wah, ku terlihat mengemaskan." Ucap Aldebaran, setelah Lilia selesai mengganti pakaiannya dengan gaun one piece yang Aldebaran belikan.
Sore itu sesuai janjinya, Aldebaran membawa Lilia jalan-jalan ke taman hiburan, "Ayo! Paman cepat Lilia sudah tidak sabar!" Kata Lilia, sambil menarik tangan Aldebaran. Entah bagaimana tingkah polos gadis kecil itu membuat Aldebaran merasakan sesuatu yang selama ini ia dambakan sebagai seorang pria: memiliki seorang anak, entah bagaimana pikiran itu muncul begitu saja saat ia melihat Lilia terus menarik tangannya. Tangan mungil itu terasa hangat dan lembut, setiap kata-kata dan harapan kecil gadis itu membuat Aldebaran merindukan seorang anak yang memanggilnya 'Ayah' entah bagaimana pikiran itu menyeruak begitu saja.
Di taman hiburan mereka bermain dan menaiki berbagai wahana, hingga akhirnya mereka duduk di sebuah kursi taman. Lilia tampak sibuk dengan es krim di tangannya, ekspresi polosnya saat memakan es krim hingga membuat noda es krim menempel di pipinya. Aldebaran tersenyum tipis saat melihat tingkah polos Lilia, ya, karena wajar saja gadis kecil itu baru berusia 9 tahun, rambut coklat panjangnya tergerai sempurna dan sebagiannya di ikat dengan pita dengan warna senada dengan gaunnya.
"Hei, apa... Kau senang bersamaku, Lilia?" tanya Aldebaran, tiba-tiba. Ia masih memandangi gadis kecil itu, mengamati setiap tingkah polosnya yang terlihat mengemaskan.
"Iya." Lilia mengangguk tanpa ragu, "Paman sangat baik sama Lilia." lanjut gadis itu sambil tersenyum lebar.
"Apa kau tidak takut aku akan menculikmu?" Kata Aldebaran lagi, dengan nada jahil. Lalu ia mengeluarkan selembar saputangan dari saku jasnya dan memberikan sisa es krim di pipi gadis kecil itu.
Lilia memiringkan kepalanya sambil menatap Aldebaran. "Tidak, karena paman orang baik, jadi mana mungkin menculik Lilia."
Aldebaran tersenyum geli saat ia menerima jawaban yang begitu jujur dan terus terang dari seorang gadis kecil. Lalu Aldebaran mengalihkan pandangannya, ia menatap lurus kedepan melihat ke arah orang-orang yang lalu-lalang di taman hiburan.
"Lilia, jika aku minta sesuatu darimu, apa aku akan melakukannya?"
"Memangnya paman ingin Lilia lakukan apa?"
"Aku..." Kata itu menggantung, Aldebaran terdiam sesaat sebelum ia melanjutkan kalimatnya, "Bisakah kau memanggilku Papa?" Kata Aldebaran, lalu ia menoleh ke arah Lilia yang memandanginya dengan tatapan seolah tak percaya, melihat reaksi Lilia yang di luar ekspektasinya, Aldebaran mengusap tengkuknya dengan gugup. "Ya... Itu hanya untuk hari ini saja... Itu... Jika kau mau."
Lilia terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya sebuah senyuman lebar terukir di bibirnya yang mungil.
"Baiklah, Papa."
Mata Aldebaran melebar saat mendengar jawaban Lilia yang langsung setuju tanpa syarat. Seketika sebuah perasaan aneh menyeruak di dalam hati Aldebaran, antara bahagia, terharu, dan tak percaya.
"Apa... Seperti ini rasanya menjadi seorang ayah?"
Bersambung.....
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️