NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 9

Ketika mereka berdua telah kembali ke kamar tidur, Edgar mencium leher Jeane dan berbisik dengan suara serak, "Kukira sudah menjadi tradisi bahwa pengantin wanita akan lebih dulu memakai kamar mandi...... jadi, silakan manisku."

    Tas Jeane ada di atas sebuah bangku dekat pintu kamar mandi. Ia mengangkatnya dengan perasaan ragu. Ia tidak membayangkan bahwa malam pengantinnya akan seperti ini. Edgar benar benar berkelakuan seperti orang asing dari pada sebagai kekasihnya...... tetapi ya, semuanya sudah terlambat untuk mengubah keadaan.

    Jeane berlama lama di kamar mandi.  Ia memutar kembali perjalanan pernikahannya hari ini. Mulai dari menemui Edgar dengan membawa uang simpanannya, menempuh perjalanan sehari dari Paris menuju Pamplona, menikah di kantor Catatan Sipil dan berakhir di hotel ini. Semuanya terasa indah, sampai saat ia menyerahkan uangnya dan menyaksikan kelakuan Edgar yang demikian royal dengan uang tersebut. Padahal uang itu miliknya.

    Selesai mandi, Jeane berdandan. Di dalam tas nya cuma ada satu pakaian tidur. Tangan Jeane bergetar ketika mengeluarkan gaun tidur itu dan memakainya. Gaun tidur tipis itu dipenuhi renda di bagian atas depannya. Dua tali tipis di atas bahunya menahan gaun tersebut.

    Jeane berusaha keras menekan rasa menggelepar di perutnya ketika ia membuka pintu kamar mandi dan melangkah ke kamar tidur. Tapi langkahnya terhenti, membeku di situ dan tidak mampu bergerak lagi. Edgar tampak setengah berbaring di kursi dengan satu tangan memegang botol tequila dan sebuah gelas di tangan yang lain. Jas dan dasinya telah dilepaskan. Kancing kemejanya setelah terbuka, memperlihatkan bulu dada ikal pirang. Mata Jeane terpancang pada gelas di tangan pria itu.

    "Dari mana kau dapatkan itu?" tanya Jeane karena dia mengetahui bahwa dalam kamar itu tidak ada minuman keras.

    "Dari pelayan hotel," Edgar memandang isterinya dengan mata setengah terpejam. "Datanglah kemari," perintahnya. "Aku ingin melihatmu dari dekat."

    Jeane melangkah maju dengan kaku. Kira kira satu kaki dari kursi yang diduduki Edgar ia berhenti dan berdiri tanpa bergerak, membiarkan pria itu memeriksa dirinya. Mata Edgar bergerak perlahan dari wajah ke bahu Jeane yang telanjang, bergerak lagi di atas bagian depan gaun tidur berenda itu ke belahan dadanya dan kemudian ke atas lengkung lengkung tubuh yang padat itu. Lalu pandangan Edgar bergerak lagi ke pinggang, perut dan pinggul isterinya.

    "Berputarlah sayang," Edgar memerintahkan.

    Jeane menurut saja, jantungnya berdetak keras. Kulit punggungnya seakan merinding bersama sapuan mata pria yang disebutnya suami itu. Jeane merasa dirinya seperti barang dagangan yang sedang diperiksa kualitasnya. Kemudian terdengar suara botol dan gelas diletakkan di atas meja.

    "Tidak jelek," kata Edgar perlahan. Tangannya menepuk sebelah pantatnya dan Jeane merinding dengan sentuhan itu. Sentuhan itu tidak sedikitpun membangkitkan nafsunya.

    "Jangan kuatir," kata Edgar. Pria itu tertawa perlahan dan memutar tubuh Jeane sehingga berhadap hadapan. Tangannya menarik renda tipis bagian depan gaun itu. "Aku masih lebih menyukai isi di dalamnya yang pasti jauh lebih indah."

    "Ed, jangan......" suara Jeane gemetar dan rasa mual menyerang dirinya karena ia mencium bau anggur dan minuman keras  dari napas pria yang berhembus di depan wajahnya.

    "Kain yang tidak menutupi apa apa dan sangat sexy ini, pasti harganya sangat mahal," Edgar berkata seenaknya. Tangannya berusaha menyingkap gaun tersebut.

    "Kau menyukainya?" Jeane bertanya sambil menarik napas dalam dalam, berusaha menyembunyikan rasa enggan karena kedekatan pria itu.

    "Menyukainya? Ya, kukira demikian," Edgar melepaskan Jeane dari rengkuhannya dan berjalan ke meja untuk kembali mengisi gelasnya. "Aku akan membelikan gaun seperti itu untuk setiap malam selama seminggu."

    "Tidak perlu," Jeane memprotes, merinding mendengar bualan suaminya.

    "Mungkin kau benar," Edgar meneguk minumannya. "Lebih baik jika kau tidak memakai pakaian sama sekali."

    Jeane berjalan ke meja dan mengambil gelas itu dari tangan Edgar. "Jangan minum lagi, Ed," katanya, mendesak dengan tegang.

    Sesaat lamanya Edgar seperti mau meledak. Kemudian kedua tangannya merangkul Jeane, menariknya ke arahnya. "Sekali lagi kau benar. Buat apa aku harus meminum minuman yang membakar ini kalau aku dapat mencicipi kemanisan isteriku yang memabukkan?"

    Wajah Edgar bergerak mendekati wajah Jeane. Bau nafasnya yang menjijikkan mengganggu penciuman Jeane. Pada saat terakhir, sebelum bibir pria itu mendarat di atas bibirnya, Jeane memalingkan wajahnya sehingga mulut Edgar hanya mengenai pipinya. Tetapi Edgar seperti tidak menghiraukan. Mungkin dia berpikir bahwa Jeane terlalu  terangsang sehingga melakukan gerakan tak terduga itu.

    Sambil mengencangkan pelukannya, Edgar berbisik ke telinga Jeane, "Kau tidak dapat membayangkan betapa bahagianya aku malam ini, manis."

    "Benarkah?" Jeane menjawab dengan kaku. Bagaimanapun ia berusaha, ia tidak dapat merasa santai dalam pelukan suaminya.

    "Ketika kupasangkan cincin itu pada jari tanganmu, suatu dunia baru terbuka di hadapanku," kata Edgar. "Kau kan tidak tahu bagaimana rasanya jika seseorang tidak memiliki uang, Jeane. Selama hidupku aku harus mencium pantat orang untuk dapat maju. Aku bosan harus mencarikan pelacur bagi orang orang kaya yang menginap di hotel itu." Jeane sangat terkejut dengan pengakuan itu. "Sekarang, denganmu, seluruh cara hidup seperti itu sudah berada di belakangku. Aku tidak akan melakukan pekerjaan pekerjaan seperti itu lagi."

    Wajah Jeane menjadi pucat, dan sesaat kemudian darah mengalir deras ke wajahnya, membuat wajahnya menjadi semerah kalau seandainya saat itu Edgar menamparnya. Dia mulai menyadari bahwa sangat banyaklah hal tentang Edgar yang belum diketahuinya.

    "Ya, tidak usah lagi melakukan yang seperti itu," kata Jeane dengan suara kaku.

    Tangan Edgar menjelajahi bahu Jeane yang mulus sebelum merambat ke pinggangnya yang ramping dan lengkungan pinggulnya. "Tahukah kau Jeane? Kau tidak hanya memiliki wajah yang cantik, tapi juga tubuh yang menggiurkan. Aku benar benar tergoda untuk tidak menunggu hingga malam ini dalam menegaskan kepemilikanku atas dirimu," kata Edgar dengan kasar.

    Ke dua tangan Jeane yang semula terentang kaku pada ke dua sisi tubuhnya, kini terangkat, membuat suatu jarak di antara tubuh mereka dan kemudian meronta melepaskan diri dari pelukan pria itu.

    "Ed, aku ingin bicara denganmu," Jeane berkeras.

    "Tidak ada waktu lagi untuk berbicara, Jeane sayang," mata Edgar menyapu tubuh yang hampir tidak berpakaian itu. "Ini adalah malam pengantin kita, yang telah kita nanti nantikan. Aku belum pernah mengenal seorang gadis yang demikian berhasrat untuk kehilangan keperawanannya seperti yang kau peragakan beberapa waktu lalu.  Aku tidak percaya bahwa kau kini menjadi ketakutan."

    "Bukan itu masalahnya, tetapi kita harus berbicara," Jeane berusaha mengendalikan diri, berusaha keras melawan keragu raguan yang melanda pikirannya sejak tadi.

    "Ada apa sebenarnya denganmu?" Edgar mengerutkan dahi, tangannya memegang siku Jeane bermaksud hendak memutarnya.

    Jeane berusaha melepaskan diri. "Tidak ada apa apa dengan diriku," ia memprotes.

    "Tetapi kau suka bila aku menyentuhmu, kan?" Edgar mengingatkan.

    Wajah yang tadinya dianggap tampan itu kini berubah di mata Jeane. Dan entah mengapa ia sedikitpun tidak bernafsu, tidak terangsang oleh sentuhan dan belaian pria itu. Jeane tidak mengerti mengapa reaksi dirinya menjadi seperti ini. Ia juga tidak memahami perubahan yang ia lihat pada diri Edgar.

    "Kegugupan pengantin," Jeane mencoba menyingkirkan kecemasannya dengan bergurau. "Aku harap kau mau bersabar dengan diriku, Ed."

    "Ah, tidak bisa," mulut pria itu menyeringai tidak menyenangkan. "Jangan mencoba membuat permainan 'jangan malam ini' kepadaku. Selama ini kau sudah terlalu menggoda diriku."

    Dengan kasar ditariknya Jeane ke dalam pelukannya kembali dan memaksa pinggul mereka saling menempel. Rasa jijik yang dirasakan Jeane naik ke tenggorokannya, membuatnya menjadi mual.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!