Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
asisten
Rencana Ibu Farhan Makin Jelas..
Keesokan harinya, Ibu Farhan memutuskan untuk bertindak lebih jauh. Setelah memastikan bahwa Farhan sudah berangkat ke kantor, ia menghubungi Rania dan memintanya datang ke rumah.
Saat Rania tiba, Ibu Farhan menyambutnya dengan senyuman penuh arti.
"Rania, ibu sudah memikirkan sesuatu agar kau bisa lebih dekat dengan Farhan," ucapnya sambil menatap gadis itu dengan penuh keyakinan.
Rania tersenyum, menyilangkan tangan di dadanya. "Apa rencana ibu?"
Ibu Farhan menyandarkan tubuhnya ke sofa. "Aku ingin kau bekerja sebagai asisten Farhan di kantornya. Dengan begitu, kau bisa selalu berada di sisinya, membantu pekerjaannya, dan tentu saja... mengingatkannya pada masa lalu kalian."
Mata Rania berbinar. "Tapi, bagaimana aku bisa masuk begitu saja? Farhan pasti menolak."
Ibu Farhan tersenyum licik. "Serahkan itu pada ibu. Aku akan bicara dengan ayahnya. Dia masih punya pengaruh di perusahaan. Farhan tidak akan bisa menolak jika ini dianggap sebagai keputusan keluarga."
Rania tertawa pelan. "Ibu memang luar biasa. Kalau aku selalu ada di dekatnya, Farhan pasti akan melihat betapa cocoknya kami berdua."
"Itulah rencananya," Ibu Farhan menegaskan. "Sementara itu, ibu akan terus menekan Aisyah. Dia akan merasa semakin kecil dan tidak pantas untuk Farhan. Pada akhirnya, dia sendiri yang akan menyerah."
Rania mengangguk mantap. "Kalau begitu, aku akan bersiap. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."
Di sisi lain, Aisyah yang sedang berada di toko bunganya merasakan kegelisahan yang terus menghantuinya. Tanpa ia sadari, pertarungan untuk mempertahankan rumah tangganya baru saja memasuki babak baru.
Rania Resmi Menjadi Asisten Farhan
Hari itu, Farhan tengah sibuk dengan pekerjaannya di kantor ketika ayahnya tiba-tiba datang.
"Farhan, ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan," ucapnya sambil duduk di kursi di depan meja Farhan.
Farhan menghentikan pekerjaannya dan menatap ayahnya. "Ada apa, Yah?"
Ayahnya menyilangkan tangan. "Kami telah memutuskan untuk menambah satu asisten baru untukmu. Orang yang bisa membantu pekerjaanmu agar lebih efisien."
Farhan mengernyit. "Aku baik-baik saja dengan timku yang sekarang. Aku tidak butuh asisten baru."
Sang ayah tersenyum tipis. "Bukan masalah butuh atau tidak, ini keputusan keluarga. Dan asisten baru itu sudah dipilih."
Farhan mulai merasa tidak nyaman. "Siapa?"
Pintu kantor terbuka, dan sosok yang tidak asing masuk dengan senyum angkuh.
"Hai, Farhan. Lama tak bertemu," ucap Rania dengan nada lembut namun penuh kemenangan.
Farhan langsung berdiri dari kursinya. "Apa maksud semua ini?" tatapannya tajam ke arah Rania, lalu beralih ke ayahnya.
Ayahnya tetap tenang. "Mulai sekarang, Rania akan bekerja sebagai asistenmu. Dia memiliki pengalaman yang cukup dan akan sangat membantu."
Farhan mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah. Ia tahu ini bukan keputusan ayahnya semata, pasti ada campur tangan ibunya di balik semua ini.
Rania melangkah mendekat, suaranya lembut. "Tenang saja, Farhan. Aku di sini hanya untuk bekerja. Tidak lebih."
Farhan menatapnya tajam. "Jangan main-main, Rania. Aku tahu kau tidak mungkin hanya ingin bekerja."
Ayahnya berdeham. "Farhan, ini sudah diputuskan. Berikan dia kesempatan."
Farhan tahu ia tidak punya pilihan saat ini, tapi dalam hatinya ia bertekad untuk menjaga jarak dari Rania. Ia harus memberi tahu Aisyah secepatnya.
***
Di Rumah Aisyah
Sore itu, Aisyah baru saja selesai membereskan toko ketika ponselnya berdering. Melihat nama Farhan di layar, ia langsung mengangkatnya.
"Halo, Sayang?"
Suara Farhan terdengar berat. "Aisyah, aku harus bicara sesuatu. Ini tentang Rania."
Aisyah merasakan sesuatu yang tidak enak. "Ada apa dengannya?"
Farhan menarik napas panjang. "Dia... sekarang bekerja sebagai asistenku."
Jantung Aisyah serasa berhenti sesaat. "Apa? Bagaimana bisa?"
"Ibuku dan ayahku yang mengatur ini semua. Aku juga baru tahu hari ini."
Aisyah menggigit bibirnya, mencoba tetap tenang meskipun dadanya sesak. "Kau... menolak, kan?"
"Tentu saja. Tapi aku tidak punya pilihan, Aisyah. Aku janji, aku tidak akan membiarkannya mengganggu kita."
Aisyah mencoba tersenyum meskipun hatinya penuh kecemasan. "Aku percaya padamu, Farhan."
Namun jauh di dalam hatinya, ia tahu ini bukan pertanda baik. Ibu mertua dan Rania jelas tidak akan berhenti sampai di sini.