Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
Yuan meminta tolong seorang anak buahnya untuk memanggil Mbok Lela yang sedang berbincang dengan beberapa pembantu lain di pos jaga. Ada rasa tidak rela, jika harus menyuruh secara langsung. Kalaupun Yuan datang ke bangunan belakang, dia masih terlalu angkuh melakukannya.
Setelah melontarkan titah, Mbok Lela bergegas memanggil Ellen yang sedang menikmati acara televisi sementara Yuan berusaha menetralkan perasaannya agar tidak tampak bodoh.
"Ada apa ya Mbok?" Tanya Ellen.
"Mbok tidak tahu El, jangan-jangan karena tadi. Lain kali jangan ngomong ngawur sama Tuan Yu. Beliau, mengerikan kalau marah." Tutur Mbok Lela.
Ellen menghela nafas panjang, dia sedikit menyesali perkataan nya tadi meski sisa kekesalan masihlah ada.
"Maaf Mbok, terkadang saya sulit mengontrol emosi. Mungkin otak saya sudah terganggu." Jawab Ellen seraya berdiri. Dia menuang air putih lalu meneguknya habis.
"Di tahan sedikit amarahnya, kita itu kerja El. Sayang nyawa."
"Ah segarnya air putih." Ellen malah santai menanggapi kekhawatiran Mbok Lela." Mati sekarang atau nanti, tinggal nunggu waktunya saja Mbok." Lanjutnya seraya tersenyum simpul.
"Pokoknya sudah Mbok peringatkan ya. Terus nasinya kok masih utuh, itu tadi Johan baru membelinya." Menunjuk kotak nasi di dapur.
"Makan saja Mbok. Saya sudah kenyang. Saya temui Tuan Yu dulu, takutnya malah marah."
"Ingat ngomong nya di atur soalnya Johan sedang keluar." Tutur Mbok Lela sedikit berteriak sebab Ellen sudah melangkah keluar." Semoga tidak terjadi sesuatu." Imbuh Mbok Lela berjalan ke kotak makan dan berniat memberikannya sebab di dapur hanya ada kulkas.
Ellen mengayunkan kakinya perlahan seraya memperhatikan sekitar. Ketika tiba waktu malam, para anak buah Yuan tak terlihat sebab warna pakaian hitam membaur dengan gelapnya pekarangan. Sengaja tidak di pasang banyak lampu agar saat ada orang asing masuk, keberadaan mereka tersamarkan.
Kira-kira ada apa ya? Jangan-jangan dia mau mengomel gara-gara tadi. Duh ngeri juga kalau begini. Harusnya aku tahu diri. Di sini tuh aku cuma numpang tapi sok mengatur. Terus mau bagaimana lagi? Akupun tidak sadar melakukannya dan mereka memang bersalah.
Ellen mendorong perlahan pintu kokoh belakang rumah. Entah terbuat dari apa sebab Ellen cukup kesulitan mendorong nya.
Sebelum melangkah ke ruang tengah, Ellen sempat menghela nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tidak dapat di pungkiri jika dirinya pun takut mati di tangan Yuan. Seburuk-buruknya David ketika marah, tidak ada apa-apa jika di bandingkan dengan wajah bengis Yuan.
"Tuan memangil saya?" Setelah mengumpulkan keberanian, Ellen mengucapkan kalimat yang terasa berat.
Yuan tampak duduk, di depannya ada satu piring nasi goreng lengkap dengan segelas air putih.
Apa dia mau mengajak makan malam atau apa? Tapi kok nasinya cuma satu. Ucap Ellen dalam hati. Dia malah memikirkan keganjilan itu sampai tidak mendengar permintaan Yuan yang menyuruhnya duduk.
Terdengar kursi bergeser, Ellen tersadar dari lamunan dan baru menyadari tatapan tajam Yuan.
"Saya akan menunggu di dapur kalau Tuan mau..."
"Duduk ku bilang!!" Pinta Yuan seraya menunjuk depan.
"Hum." Ellen duduk di hadapan Yuan dengan kepala tertunduk. Tidak kuat rasanya membalas tatapan tajam Yuan saat otaknya berjalan normal.
"Makan."
Ellen menegakkan kepala, membalas tatapan Yuan dengan wajah kebingungan. Dia pikir nasi goreng di atas meja adalah makan malam Yuan.
"Kenapa begitu?" Yuan mempertanyakan arti ekspresi yang Ellen tunjukkan.
"Saya pikir nasi goreng itu..."
"Makan ku bilang. Ini sesuai kemauan mu kan." Ellen semakin bingung dengan perkataan Yuan.
"Kemauan saya?" Tanya Ellen seraya menunjuk dadanya.
"Johan bilang kau tidak mau makan kalau bukan aku yang menyuruh." Jawab Yuan. Sialan! Johan mengerjai ku!
Ellen tertawa kecil. Dia tidak menyangka Johan bisa bersikap jahil. Yuan sendiri tidak mengerti harus bersikap bagaimana. Situasi di hadapannya tampak sangat aneh dan asing. Namun di balik kegusaran nya, Yuan senang melihat Ellen tertawa.
"Maaf Tuan. Saya tidak bermaksud menertawakan anda. Saya menertawakan kebohongan Kak Jo." Ucap Ellen menjelaskan.
Kak Jo? Batin Yuan.
Mimik wajah Yuan semakin tampak buruk saat Ellen memanggil Johan dengan sebutan Kak. Ada rasa tidak rela, kesal saat mendengar lelaki lain memiliki hubungan lebih akrab dengan Ellen.
"Peraturan itu tidak hanya berlaku pada kacung ku, tapi juga berlaku untuk Jo. Dia akan ku bunuh kalau sampai lalai karena tergoda olehmu!!"
Kemarahan Yuan yang tak berarah tentu membuat Ellen kembali bingung juga tersulut emosi. Tidak secara langsung Yuan menuduhnya menggoda Johan.
"Kenapa malah membahas itu Tuan? Bukankah sudah saya jelaskan, mungkin saja Kak Jo mengira perintah anda lebih saya turuti, padahal alasannya adalah karena saya tidak suka dengan menunya." Jawab Ellen menjelaskan dengan nada tinggi.
"Jangan sok akrab dan menganggap Jo sebagai Kakak! Yang berkuasa di sini adalah aku!" Menunjuk-nunjuk dada sambil menatap tajam Ellen.
"Apa salahnya? Kita kan rekan kerja." Lagi lagi Ellen berucap seolah dirinya bukanlah pesuruh yang seharusnya wajib patuh dan menerima.
"Itu tambahan peraturan! Panggil Jo dengan nama tanpa embel-embel apapun!"
"Aneh, tujuan Tuan memangil saya hanya untuk memperdebatkan itu?! Tuan harus garis bawahi. Saya menawarkan diri pada setiap lelaki itu ada tujuannya. Bukan karena saya menggoda mereka. Buang jauh-jauh prasangka buruk Tuan Yu tentang saya. Rekan Tuan Yu yang bernama Pak Rey akan mengurus perceraian saya dan itu berarti saya berhenti mencari sembarangan lelaki." Yuan hanya terdiam mendengar celotehan Ellen yang seharusnya bisa di hentikan dengan senjata di saku celananya. Namun lagi lagi Yuan tidak kuasa melakukan seolah otaknya memerintah tangannya untuk tetap diam." Seharusnya Tuan bicarakan ini dengan Johan! Ungkapkan perasaan anda yang sebenarnya." Sontak Yuan menegakkan posisi duduknya.
"Perasaan apa?" Tanya Yuan. Jangan-jangan dia tahu aku menyukai nya.
"Anda menyukai, Johan kan." Yuan menghela nafas panjang sebab jawaban Ellen malah melegakan perasaannya meskipun dia harus di tuduh menyukai sesama jenis." Saya bisa mengerti dan tidak mungkin menggoda Johan." Lanjut Ellen. Tampan tapi oon! Enaknya apa main pedang-pedangan. Kurang ngerti juga sama orang sekarang.
"Sudahlah, makan dan cepatlah tidur." Pinta Yuan kembali menyadarkan punggung lalu memijat pelipisnya.
"Saya tidak lapar."
"Ini termasuk perintah atau kau wajib membayar denda 10 miliar!" Teriak Yuan. Tenaganya terkuras hanya karena takut perasaan yang sesungguhnya di ketahui.
"Denda apa? Sepertinya tidak tertulis di surat perjanjian."
"Itu kenapa kau harus membacanya sebelum tanda tangan! Semua perintah ku wajib kau penuhi atau bayar denda!" Padahal aku berbohong. Rasanya lebih menegangkan daripada masuk ke sarang musuh!
"Bukannya hukuman nya hanya ma..."
"Makan atau 10 miliar dan selamanya statusmu tidak akan berubah!" Ancam Yuan.
"Pak Rey yang berjanji mengurus perceraian saya." Terpaksa Ellen menggeser piring lalu makan.
"Jangan sok tahu!"
"Pak Rey yang bilang." Ujar Ellen sambil mengunyah.
"Rey juga wajib kau jauhi atau dia akan mati!"
"Oh, jadi Tuan menyukai Pak Rey dan Johan? Astaga, saya tahu alasan kenapa semua pekerja adalah lelaki. Tuan suka melihat lelaki daripada wanita." Tebak Ellen." Tenang saja Tuan. Saya tidak berniat menjalin hubungan dengan siapapun. Semua lelaki yang berkuasa cenderung meremehkan perasaan wanita sementara saya tidak punya apapun untuk di banggakan. Ambil mereka, saya tidak berminat. Habis Tuan, saya permisi." Ellen menunjukkan piring kosongnya lalu berjalan menuju dapur sambil minum.
Yuan memperhatikan Ellen yang tengah mencuci piring bekas makannya. Sedikit kesal saat Ellen membandingkannya dengan lelaki lain namun tetap saja Yuan tidak bisa berkomentar sebab dirinya tidak tahu menahu rasanya menjalin hubungan. Apa mungkin perasaannya berubah seperti yang Ellen katakan ataukah lelaki seperti David memang tidak pandai menjaga perasaan pasangannya.
🌹🌹🌹