Cerita ini kelanjutan dari novel "Mencari kasih sayang"
Pernikahan adalah ibadah terpanjang karena dilakukan seumur hidup. Pernikahan juga disebut sebagai penyempurnaan separuh agama.
Dua insan yang telah di satukan dalam ikatan pernikahan, tapi kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Hari memiliki rahasia yang dapat menghancurkan kepercayaan Resa. Apakah dia dapat bertahan?
Resa menemukan kebenaran tentang Hari yang telah menyembunyikan kebenaran tentang status nya. Resa merasa dikhianati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus memaafkan Hari atau meninggalkannya?
Apakah cinta Resa dan Hari dapat bertahan di tengah konflik dan kebohongan? Apakah Resa dapat memaafkan Hari dan melanjutkan pernikahan mereka?
Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan atau akan terpisah oleh kebohongan dan konfliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 Ternyata masih peduli
Dulu Pria itu datang seperti cahaya, Menghidupkan hati yang lama hampa, Namun dengan perlahan membuat kecewa.
Kasih yang dulu hangat menyapa, Kini membeku dalam gelap nestapa, Tak ada tanya, tak ada jawab, Hanya sepi yang kian mengendap.
Dia menangis, juga merintih, Sebab luka singgah lagi dan lagi, Segala rasa telah letih, Tenggelam dalam diri.
Dia marah, Dia benci, Hanya hati yang kini sunyi,diam membisu, Menjadi asing dalam diri.
Sejak Hari mematahkan hati Resa,Hanya kenangan yang terus menggema perlahan.
Jejak langkahnya masih membekas, Di jalan yang pernah di susuri bersama, Namun kini hanya Resa yang berjalan lemas, Dengan serpihan mimpi yang tak lagi sama.
Dia mencoba pulih dari lukanya, Namun bayang-bayang terus mengintai malam, Di tiap sudut sepi yang mengadu, Hatinya menangis dalam diam.
Waktu berlalu, tapi luka tetap ada, Semua kenangan masih menusuk dalam,Resa bertanya pada semesta, Mengapa kekecewaan ini begitu Dalam?
Resa tak lagi tahu bagaimana mencintai, Rasanya seperti mati perlahan, Hidup, tapi tanpa jiwa.
Dan kini malam berlalu berganti hari, Resa masih berada di kediaman ayahnya, mencoba untuk menghindari pikiran tentang suaminya yang tidak peduli. Tapi, tubuhnya yang panas dan menggigil membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Mungkin karena masuk angin, atau karena perut kosong, tapi yang pasti adalah bahwa suaminya tidak mengabari sama sekali.
Resa menatap layar ponselnya dengan harapan yang semakin tipis. Dia berharap ada pesan masuk dari suaminya, tapi tidak ada. Air mata lolos begitu saja, mungkin karena terlalu banyak memberikan harapan pada sang suami yang tidak sesuai ekspektasinya.
"Mengapa langkah mereka terasa ringan, Sedang kakiku penuh luka dan beban? Aku tersandung di jalan yang kelam, bertanya apakah ada secercah harapan?
Doa-doaku tenggelam dalam sunyi, Seolah langit enggan mendengar lagi, Aku menangis di malam yang panjang, Gusti, haruskah aku menyerah sekarang?
Orang lain tertawa, meraih impian, Sedang aku tenggelam dalam kekecewaan, Aku berjuang, aku berteriak, Tapi dunia seakan menutup telinga rapat-rapat.
Jika ini cara-Mu menguatkan ku, Mengapa sakitnya begitu membunuh? Aku lelah, sungguh aku letih, Gusti, tolong, biarkan aku bernapas walau sesaat lagi.
Namun di sudut hatiku yang hampir mati, Ada harapan yang belum pergi, Mungkin jalanku gelap dan sendiri, Tapi kuharap, Kau masih menuntunku hingga nanti." batin Resa
Yang merasa sedih dan kecewa. Dia merasa seperti tidak ada yang peduli padanya, tidak ada yang mengerti apa yang dia rasakan. Dia merasa seperti sedang berjuang sendirian, tanpa ada yang bisa di andalkan.
Komala datang menemui Resa yang hanya diam mengurung diri di dalam kamar. "Res, Kenapa kamu tidak keluar kamar?" Komala bertanya.
Resa tidak menjawab, hanya menatap ke bawah dengan mata yang merah. Komala kemudian duduk di samping Resa dan memegang tangannya. "Res,mamah tahu kamu sedang mengalami kesulitan dalam pernikahanmu. Tapi,asal kamu tahu bahwa seorang istri sebaiknya berada di mana suaminya tinggal. Bukan maksud mengusir, tapi kamu harus mencoba untuk memperbaiki hubunganmu dengan suamimu."
Komala kemudian memberikan saran lain. "Sebelum kamu kembali ke suamimu, aku ingin kamu mempertimbangkan untuk menggunakan kontrasepsi. Jangan memiliki anak sebelum kamu dan suamimu bisa menyesuaikan dan beradaptasi satu sama lain."
Komala kemudian bertanya, "Apa kamu sudah haid?" Resa menjawab bahwa dia belum pernah haid sejak menikah. Komala menatap Tina yang berdiri di ambang pintu kamar Resa, kemudian menyuruh Tina untuk membeli alat tes kehamilan. "Aku ingin kamu memastikan apakah kamu hamil atau tidak," kata Komala dengan nada yang rendah.
Tina keluar dari kamar dan membeli alat tes kehamilan di apotek terdekat. Setelah itu, dia kembali ke kamar Resa dan menyerahkan alat tes kehamilan kepada Komala.
Komala membuka bungkus alat tes kehamilan dan memberikannya kepada Resa.Resa mengambil alat tes kehamilan dan pergi ke kamar mandi untuk melakukan tes. Setelah beberapa menit,Resa memandang testpack yang dia pegang dengan mata yang lebar. Garis satu yang muncul membuatnya merasa lega, tapi juga khawatir.
Komala dan Tina menatap Resa dengan wajah yang penasaran. "Apa hasilnya, Res?" Komala bertanya dengan nada yang khawatir.
Resa menggelengkan kepala. "Belum jelas, Bu. Testpack nya menunjukkan garis satu, tapi aku harus menunggu beberapa hari lagi untuk memastikan," kata Resa dengan suara yang lembut.
Tina mengangguk setuju. "Ya, itu memang biasa. Kadang-kadang testpack tidak bisa menunjukkan hasil yang akurat jika kehamilan masih terlalu dini."
Komala menatap Resa dengan wajah yang serius. "Res, kamu harus pulang ke rumah suamimu. Jangan biarkan keadaan menjadi lebih menegangkan."
Resa menghela napas dalam-dalam, tahu bahwa dia harus menghadapi kenyataan. Dia mengangguk setuju, dan memutuskan untuk pulang ke rumah suaminya.
Dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Hari "A, kenapa gak menjemput aku?" Tulis Resa dalam pesannya. Sebenarnya, Resa merasa gengsi karena dia sendiri yang pergi dari rumah dan sekarang malah bertanya mengapa tak menjemputnya. Terdengar konyol, dia tersenyum meringis merutuki kebodohannya.
Tak berselang lama, pesan itu telah dibaca, tapi Hari tak membalasnya. Resa menjadi murung, merasa dia sudah tak dibutuhkan lagi. Dan itu menimbulkan perasaan negatif pada dirinya.
"Apa lah aku ini?" Resa berpikir sendiri dengan mata yang memerah. "Semua orang hanya menganggap ku sebagai beban. Aku merasa tak berarti di manapun aku berada." Resa merasa sedih dan kecewa, merasa seperti tidak ada yang peduli padanya.
Dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, merasa lelah dan sakit hati yang tak kunjung reda. Demam yang sebelumnya membuatnya merasa tidak enak badan, sekarang tidak terasa lagi. Sakit hatinya lebih parah dari pada sakit yang mendera tubuhnya.
Resa menutup matanya, mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang terus berputar di kepalanya. Tapi, tidak bisa. Dia terus memikirkan tentang Hari, tentang pernikahannya, dan tentang masa depannya yang tidak jelas. Resa merasa seperti tidak ada yang bisa dia harapkan.
Tak berselang lama.Resa bangkit dari tempat tidur dengan wajah tersenyum, mendengar suara Hari yang sudah beberapa hari ini selalu dia rindukan. Dia merasa seperti ada yang menghangatkan hatinya, membuatnya merasa lebih baik.
Dengan ragu, Resa menunggu di panggil ibunya untuk memberi tahu bahwa suaminya telah datang untuk menjemputnya. Dia tidak ingin terlalu bersemangat, tapi dia tidak bisa menyangkal perasaan bahagia yang muncul di hatinya.
Saat ibunya memanggilnya, Resa berjalan ke ruang tamu dengan hati yang berdebar. Dia melihat Hari duduk di sofa, dengan wajah yang serius tapi juga ada sedikit senyum di sudut bibirnya. Resa merasa seperti ada yang meleleh di hatinya, membuatnya merasa lebih lembut dan lebih bahagia.
Resa berjalan ke arah Hari, dengan langkah yang pelan dan hati yang berdebar. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi dia merasa seperti ada yang mengarahkan langkahnya ke arah suaminya.
Saat dia mencapai sofa, Hari berdiri dan menatap Resa dengan mata yang lembut. "Ai," katanya dengan suara yang pelan. "Mau pulang sekarang?"
Resa mengangguk dan tersenyum lalu mengambil tangan suaminya dan mencium tangan kekar itu dengan takzim.
Resa berbalik arah dan segera bersiap-siap untuk ikut pulang bersama Hari. Dia merasa sedikit aneh dan canggung sendiri setelah kejadian beberapa hari lalu itu. Terasa memalukan, tapi dia tidak ingin menunjukkan perasaannya itu kepada Hari.
Dia memakai kerudung dan jaketnya, kemudian mengambil tasnya dan siap untuk berangkat. Hari sudah menunggu di depan pintu, dengan wajah yang tersenyum.
"Siap?" tanya Hari, sambil membuka pintu.
Resa mengangguk, dan mereka berdua keluar dari rumah orang tuanya. Di luar, hujan sudah mulai turun lagi, tapi Resa tidak peduli. Dia merasa lega karena bisa pulang bersama Hari, dan berharap bahwa kejadian beberapa hari lalu itu bisa menjadi pelajaran bagi mereka berdua untuk memperbaiki hubungan mereka.
Mereka berdua berjalan ke arah mobil. Hari membuka pintu mobil dan membantu Resa masuk ke dalam. Setelah itu, dia duduk di sebelah Resa dan menjalankan kendaraan beroda empat itu.
Selama perjalanan, mereka berdua tidak banyak berbicara. Resa merasa masih ada sedikit ketegangan antara mereka, tapi dia berharap bahwa kejadian beberapa hari lalu itu bisa menjadi awal dari perubahan yang lebih baik.
Hari memandang Resa dengan mata yang lembut, dan Resa merasa seperti ada yang menghangatkan hatinya. Dia tersenyum sedikit, dan Hari juga tersenyum kembali.