Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Side Story (seluruhnya)
"Nusa, ibu pengen cucu,". Seorang ibu duduk di lantai bersama anaknya. Beralaskan sebuah tikar seperti bulu. Mereka duduk di ruang santai, disebuah rumah berdinding kayu jati.
Di ruangan itu, yaitu ruang santai, banyak hal yang berwarna putih, menggambarkan suasana salju Antartika. Mulai dari dinding, lantai, perabotan, serta dekorasi. Ada juga patung-patung hewan albino didalam sebuah lemari kayu yang cukup besar. Lemari kayu itu memisahkan antara ruang santai dan ruang tamu.
Di ruangan lain, yaitu ruang tamu, suasananya berbeda dengan ruang santai. Ruangan itu didominasi warna hijau dan coklat, menggambarkan suasana hutan belantara. Mulai dari dinding, lantai, perabotan, dekorasi, serta furniture. Lukisan dan gambar hewan di dinding ruangan, juga ikut membah kesan liar. Ditambah, Aquarium dan tanaman bonsai, menambah kesan hidup.
Selain itu, ada juga beberapa karakter wayang di dalam lemari. Wayang-wayang tersebut tersusun sangat rapi didalam lemari. Didekat lemari, terdapat tempat duduk tamu, yang terbuat dari kayu Jati. Di atasnya, terpajang beberapa keris dan golok, menambah kesan antik.
"Maka dari itu, carilah istri." tambah ibu. Senyum manis yang terlukis di wajahnya melambangkan harapan.
Nusa tertegun mendengar permintaan dari ibunya. Bagaimana tidak, seorang laki-laki yang sangat jarang berinteraksi dengan wanita, langsung disuruh menikah. Itu membuat dirinya bingung sekaligus takut.
"Apa harus sekarang, Bu?" tanya Nusa sedikit takut. Dalam hatinya, dia berharap ibunya tidak mengatakan "sekarang".
"Ya, tidak harus sekarang. Yang penting, dalam waktu dekat, kamu harus menikah. Ibu sudah kepengen banget menggendong cucu. Apalagi, waktu ibu liat ibu-ibu lain jalan pagi bareng cucunya, bikin ibu iri." jelas ibu mengungkapkan keinginannya, yang berdasarkan ego.
"Huuuuhhh, ibu ini, bikin Nusa takut saja. Nusa kira, ibu inginnya sekarang." Nusa sedikit lega mendengar kalau dia tidak harus menikah sekarang.
"Dasar ibu-ibu sialan. Kenapa kalian pamer hal seperti itu." Nusa bicara dalam hatinya. Dia sedikit kesal dengan para ibu-ibu yang pamer jalan pagi bareng cucunya. Hal itu membuat Nusa terjebak dalam keinginan egois ibunya.
"Ya, ibu tau kamu pasti tidak bisa kalau sekarang." sambung ibu sambil tersenyum
"Eh, tapi, kamu punya kenalan wanita? Karena setau ibu, kamu jarang ngobrol dengan wanita, apalagi dekat dengan mereka." kenyataan pahit yang keluar dari mulut ibunya menusuk hatinya Nusa.
"Kenapa ini terasa sakit sekali" kata Nusa dalam hati.
"Kamu punya, kan?" lanjut ibu.
Nusa berpikir sejenak. Dia mencari wanita yang dikenalnya yang mungkin ingin dia ajak menikah. Ya, walaupun tidak banyak pilihan.
"Oh, ya, ada satu. Mungkin dia mau kalau aku ajak menikah." Nusa mendapatkan satu kandidat sebagai calon istrinya.
"Benarkah? Siapa itu?" tanya ibu penasaran.
"Tapi Nusa pikir, ibu tidak akan mau aku menikah dengan nya" jelas Nusa. Dia takut bahwa ibunya akan menolak pilihannya.
"Tidak apa-apa. Ibu tidak mempermasalahkan kamu menikah dengan siapa. Yang penting, dia mau menikah denganmu dan bisa punya anak." jelas ibu meyakinkan Nusa sambil tersenyum.
"Nah, siapa itu?" lanjut ibu.
Mendengar ucapan ibunya, perasaan takut berubah menjadi rasa percaya diri yang kuat. Nusa tersenyum lebar lalu menjawab "Mbak tari".
Mendengar nama itu, wajah ibu langsung menjadi datar. Senyum yang terlukis di wajahnya menghilang, berganti ekspresi dingin. Mata tajamnya menghunus ke arah Nusa. Nafas beratnya menggelegak amarah, seperti ingin meledak.
Melihat perubahan ekspresi ibunya, senyum di wajah Nusa pun juga menghilang, berubah menjadi ketakutan. Wajahnya tampak pucat. Nafasnya tidak stabil akibat perubahan suasana yang mendadak. Tubuhnya terasa membeku, seperti disergap aura tidak terlihat yang sangat kuat dan ganas.
Ibunya tiba-tiba berdiri , membuatnya terkejut dan spontan menarik tubuhnya, tapi tidak berpindah posisi. Tanpa sadar, dia juga memposisikan tangan kanannya di depannya, seperti ingin melindungi diri, dan tangan kirinya menyangga tubuhnya. Dan mulutnya juga mengeluarkan suara "huh" tanpa sadar.
Kemudian, Ibunya berjalan cepat keruang tamu, meninggalkannya tanpa bicara. Nusa masih membeku di tempatnya, tidak bisa bereaksi karena kejadiannya begitu cepat. Dia hanya bisa memandang ibunya pergi.
"Buk!Buk!Buk!" suara langkah kaki ibu menghantam lantai.
Ibunya berhenti di dekat meja tamu. Dia mengulurkan tangannya, mengambil salah satu Keris yang terpajang di dinding. Keris itu memiliki panjang kira-kira 30-40 cm. "Sriiinng" Dia menarik Keris itu dari sarungnya, memeriksa bilahnya yang tajam dan berkilau. Matanya meneliti setiap lekukan keris.
Nusa, yang baru bangkit dari tempatnya, berjalan kearah ruang tamu. Dia masih bingung dengan kejadian tadi. Wajahnya masih agak pucat. Dia berhenti didekat lemari. Matanya terbelalak dan langsung berteriak "IBU" setelah melihat apa yang dilakukan ibunya.
"Ibu...ibu mau apa?" Nusa bertanya dengan wajah cemas sambil bergegas menghampiri ibunya, tapi dia tetap menjaga jarak dengan ibunya.
"Nanti ayah bakal...marah kalau ibu...mengambil kerisnya," cegah Nusa.
"Tolong...tolong letakkan kembali keris itu." pinta Nusa.
"Itu bahaya, Bu." lanjutnya.
Nusa diliputi kepanikan. Beberapa saat yang lalu, suasana terasa damai. Tapi, dalam beberapa menit saja, suasana berbalik 180⁰, menjadi petaka.
Ibu yang biasanya lembut dan penyayang, kini terlihat seperti orang lain. Matanya terlihat dingin dan tajam, seperti pisau yang siap mengiris. Nusa seperti sedang mengalami mimpi buruk yang dia tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini.
Ibu menghiraukan ucapan Nusa. Dia menyarungkan lagi keris itu. Kemudian, Ibu melangkah ke pintu keluar. Dia berhenti dibelakang pintu, lalu memalingkan wajahnya ke samping. Mata ibu memandang Nusa dari sudut matanya.
"Kau duduk diam saja dirumah." perintah ibu.
Ibu kembali menghadap pintu. "Ibu mau membersihkan hama, yang selalu mengganggu keluarga kita." jelas ibu dengan nada mencekam.
"Membersihkan hama? Jangan-jangan..." Nusa menyadari apa yang akan ibunya lakukan. Wajahnya menjadi pucat.
"IBU! Kumohon jangan,Bu!" cegah Nusa. Dia dengan cepat berjalan menghampiri ibunya untuk menghentikannya.
"DUUAARR!!!"
Namun, sudah terlambat. Ibunya sudah membuka 2 daun pintu dan melangkah melewati pintu. Dengan membawa keris di tangannya, dan amarah yang membara di dalam hatinya, dia seperti badak yang mengamuk, yang siap melabrak semua yang di depannya,tak terhentikan.
"IIIBUUUU....!!!"
_ _
"Pak Tejo, tambah 20 tusuk lagi." teriak ibu nusa meminta pesanan, sambil mengacungkan keris yang tidak di sarungi.
Nusa berhasil menghentikan ibunya dengan cara membawanya ke tempat sate kambing. Dia beruntung karena dalam perjalan menghentikan ibunya, ada penjual sate kambing. Dia pun langsung membujuknya untuk membelinya, dan ternyata berhasil.
"Ibu sudah makan 20 tusuk, nanti ibu pusing kalau kebanyakan." pinta Nusa cemas.
"Diam!!" bantah ibunya. "Pak, jangan lupa...'bruukk'," ibu terjatuh ke lantai.
"Ibu. Ibu." nusa panik karena ibunya tiba tiba pingsan, sekaligus pusing dengan semua hal yang terjadi.
"Aaaahhhhh." Nusa berteriak dalam keputus asaan.
_ _
Esok paginya, Nusa membuka garasi dibawah rumahnya dan mengeluarkan motor klasik miliknya. Dia memposisikannya ke standar ganda dan menyalakan motornya untuk di panasi.
"Broom, broom, broom."
Nusa melakukan cek up ke semua bagian motornya dengan teliti. Setelah dirasa kondisi motor baik, dia mulai mengelap bodi motornya.
"Nusa.", suara seorang perempuan memanggil.
"Dalem?", sahut Nusa sambil memandang arah suara tersebut, menghentikan mengelapnya. Ternyata itu adalah panggilan dari ibu Nusa yang memanggil dari jendela.
"Ibu tadi dititipi uang sama pak Slamet. Katanya bayaran yang kemarin", kata ibunya sambil tersenyum.
"Oh ya?", sahut Nusa dengan wajah sumringah.
" Emmm...tolong ibu bawa dulu, nanti Nusa ambil." lanjutnya.
"Oke." balas ibu sambil tersenyum.
"Biaya ongkir setengahnya." kata ibunya sambil melangkah pergi.
"Yang penting Nusa nikah sama mbak Tari." balas Nusa tidak perduli, sambil terus mengelap. Dia seperti belum menyerah dengan keinginannya.
"Ibu ambil semua uangnya." kata ibunya geram.
"Penting nikah sama mbak Tari tidak sembelih sap... aduuhh."
Sebuah sendal melayang mengenai tangannya yang sedang mengelap. Nusa melihat ke arah sendal itu datang, tapi tidak ada siapa siapa.
"Ooo...Jan..ibu ini." kata Nusa. Nusa mematikan motornya lalu pergi kedalam rumah lewat pintu belakang.
"Mbak Tari~....sampean ayu tennaa~n... "dookk"... aadduuuooohh" pintu yang tadinya terbuka tiba tiba tertutup dan menghantam wajah Nusa.