Arumi tidak menyangka. Jika tawa Ibu mertua nya selama ini, hanya lah untuk menutupi lu-ka yang ada di dalam diri nya. Ibu mertua yang begitu baik, ternyata selama ini hidup tersik-sa di rumah nya. Beliau bukan hanya di sik-sa oleh kakak ipar nya Arumi. Tapi juga Abang ipar nya. Mereka berdua, benar-benar manusia yang tak punya hati.
Sanggup kah Ibu mertua nya Arumi bertahan dengan kelakuan anak dan menantunya? Atau, apakah Arumi bisa membawa Ibu mertuanya pergi dari neraka itu?
Ayo temukan jawaban nya langsung! Baca nya jangan lompat-lompat, ya. Biar author semangat nulis nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Rahayu adalah seorang gadis cantik dan modis sebelum di nikahi oleh Dika. Ayu yang awal nya mengira, jika Dika adalah Pria yang memiliki banyak uang.
Dika dan Romi sungguh berbeda. Dika malas bekerja dan suka bergaya. Sedangkan Romi, adalah Pria sederhana yang tidak banyak gaya.
Awal nya Ayu mengira jika Dika lah yang selama ini membiayai Ibu dan juga adik nya. Ternyata Ayu salah.
Namun, ia tetap mengarang cerita pada keluarga. Jika Bu Aminah dan Romi, adalah tanggungan suami nya. Ia malu pada tetangga dan keluarga besar nya jika mereka tahu, Dika adalah seorang pemalas.
Tok
Tok
Tok
"Bu, buka pintu nya. Ini Dika mau bicara." Dika mengetuk pintu kamar Bu Aminah pagi itu. Entah apa rencana yang ada di dalam kepala nya saat itu.
Bu Aminah memang sudah sejak tadi bangun dan sarapan. Namun, karena Arumi menyuruh beliau untuk minum obat dan istirahat, beliau pun melakukan apa yang di katakan oleh Arumi.
Dengan perlahan beliau bangkit dari atas tempat tidur nya. Ada alat bantu berjalan yang baru saja di beli Arumi untuk beliau.
Cklek.
Pintu terbuka. Dika berdiri di depan pintu dengan wajah memelas. Anak pertama nya itu, tiba-tiba saja langsung berlutut dan menangis.
"Ada apa, Dika?"
"Bu, maafkan Dika. Maaf karena selama ini Diak udah bertindak kasar pada Ibu."
"Bangun lah nak. Ibu sama sekali tidak marah. Sudah lah jangan begini. Walau bagaimanapun, kamu adalah anak Ibu."
"Benarkah, Bu?" Ucap Dika sambil langsung berdiri di depan Ibu nya.
"Tentu saja, Nak."
Dika pun masuk ke kamar Ibu nya itu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Kamar Ibu nya kini sungguh lah mewah.
Sangat berbeda dengan kamar yang di tempati Ibu nya beberapa hari yang lalu.
"Kamar Ini, bagus ya. Pasti Ibu enak dan nyaman tidur sendirian di sini. Tidak seperti kami. Yang tidur desak-desakan." Ucap Dika.
"Iya nak. Arumi dan Romi yang membelikan semua ini. Dan Alhamdulillah, rematik Ibu sudah mulai membaik sejak tidur di atas tempat tidur."
Bu Aminah malah mengatakan hal itu pada Dika. Padahal Dika berharap Ibu nya akan membahas hal lain.
Bu Aminah pun langsung duduk di atas tempat tidur nya. Romi menyusul dan ikut duduk bersama di atas tempat tidur empuk itu. Pasti harga nya sangat mahal. Uang Romi benar-benar banyak, pikir nya.
"Bu, apa tidak bisa Doni tidur di sini bersama Ibu? Doni kan sudah besar. Tidak bisa kalau terus berdesakan di dalam kamar kami."
"Kalau Doni tidur di sini, Ibu nanti tidur dimana?"
"Ya Ibu mengalah lah. Ibu kan nenek nya. Sudah sepatutnya seorang nenek harus mengalah pada cucu. Lagian, kamar ini udah bagus. Ibu bisa tidur di bawah. Dan Doni di atas."
Bu Aminah diam. Sungguh anak nya ini sangat lah tega pada nya. Tempat tidur untuk Bu Aminah memang untuk ukuran beliau.
Kamar itu tidak terlalu besar. Jadi, tempat tidur yang di beli oleh Romi dan Arumi pun, sesuai dengan kamar itu.
Karena masih harus meletakan lemari untuk pakaian, yang baru saja di beli oleh mereka.
"Bu, lagi apa? Kita jalan-jalan, yuk." Ucap Arumi langsung masuk karena melihat pintu kamar mertua nya terbuka.
"Kamu ini, tidak sopan ya. Bukan nya ketuk pintu dulu kalau masuk." Ucap Dika.
"Ups, maaf. Arumi kirain nggak ada siapa-siapa. Lagian, pintu kamar Ibu kan terbuka."
"Menjawab saja kamu ini! Nggak usah deh bentar-bentar jalan-jalan. Kamu itu harus hemat. Supaya bisa nabung. Kasihan adik ku di kota. Kamu peras keringat nya begitu saja."
"Hellow,, Saya Istri nya Tuan. Suka-suka saya dong. Kalian kan dulu juga begitu. Yang lebih ke-jam nya. Uang Ibu pun kalian ambil. Apa nggak takut, makan uang haram."
"Haram apa nya? Uang Romi uang ku juga. Begitu juga dengan uang Ibu." Ucap Dika tanpa rasa malu.
"Ya ampun. Seumur hidup, baru kali ini Rumi bertemu manusia seperti Bang Dika ini. Enak sekali hidup nya. Jadi benalu dan menghisap seperti parasit."
"Diam kau!"
"Sudah! Kalian ini, bertengkar terus jika bertemu. Arumi, ayo kita jalan-jalan. Ibu pusing di rumah."
"Let's go Ibu mertua ku tercinta."
"Kamu Dika, apa masih mau di sini?"
"Eh, iya Bu."
"Mau ngapain Bang Dika di kamar Ibu? Mau maling?"
"Sembarangan kamu, kalau bicara. Aku cuma mau santai aja."
"No. Tidak boleh santai di kamar Ibu. Kalau mau santai di kamar sendiri sana. Kamar Ibu, bukan milik umum."
"Ini kamar Ibu ku. Dan kau tak bisa ngatur!"
Bu Aminah benar-benar pusing melihat pertengkaran Arumi dan Dika. Beliau langsung keluar rumah karena tidak ingin mendengar kan pertengkaran itu.
Arumi yang tidak enak, langsung ikut keluar dan membiarkan Dika kali ini. Awas saja kalau Dika berani berbuat macam-macam.
Saat ini, lebih baik mereka jalan-jalan dan menikmati cemilan yang ada di desa itu. Dari pada harus pusing dengan tingkah laku Dika, Abang Ipar nya itu.
"Bu, maafkan Arumi, ya. Arumi tidak bermaksud untuk tidak sopan sama Bang Dika. Hanya saja, Arumi kesal."
"Sudah lah nak. Tak perlu di pikirkan. Ibu hanya pusing setiap kali melihat ada nya pertengkaran."
"Hmm,, tapi Arumi nggak bisa diam melihat Ibu selalu di saki-ti."
"Terima kasih, nak. Sudah mau peduli pada Ibu. Ibu tidak tahu bagaimana jika kamu tak ada dan Romi tidak pernah pulang."
"Bu, sebenarnya Bang Romi selalu ingin pulang. Tapi Bang Dika selalu menahan nya."
"Apa maksud mu?"
"Bang Romi itu, ada jatah libur sebulan sekali. Biasa nya akan dapat uang bonus dan hari libur nya sekalian. Bang Romi selalu mau pulang dan menjenguk Ibu. Tapi,"
"Tapi apa Arumi?"
"Bang Dika bilang tak usah pulang. Nanti uang habis di perjalanan. Lebih baik, uang untuk Ibu di transfer saja. Jadi, Bang Dika selalu bicara dan menahan Bang Romi supaya tidak pulang."
Bu Aminah mere-mas da-da nya dengan kuat. Ia tak menyangka jika selama ini sudah salah berpikir, jika Romi melupakan nya.
Padahal anak nya itu, selalu perhatian dan ingin pulang karena rindu. Hanya karena omongan Abang nya, ia percaya dan menyerahkan seluruh uang nya untuk di kirim ke desa.
"Arumi, apa yang harus Ibu lakukan sekarang? Bertahun-tahun Dika membohongi Ibu dan mengatakan jika Romi sudah melupakan kami."
"Jika Bang Romi lupa, dari mana uang dan pakaian bagus yang bisa mereka pakai, Ibu? Bang Dika sudah tidak bekerja di mana pun. Dia pengangguran."
"Apa?"
di gntung kek jemuran q g kering