Syok, begitu tau dia hamil, itulah yang Dinda rasakan saat ini. Apa lagi mengetahui kalau Nicko, ayah dari anak yang Dinda kandung telah pergi begitu saja tampa pamit.
Dinda, harus kuat meskipun harus menanggung malu, hinaan dan juga ejekan dari teman-temannya.
Dinda, juga berharap tidak mau lagi bertemu dengan Nicko Raharja, pria yang sudah membuat hatinya terluka, tapi takdir berkata lain. Dinda dan Nicko kembali di pertemukan lagi dengan Nicko yang sudah memiliki tunangan.
apakah Nicko akan kembali bersama Dinda lagi, karena mereka sudah memiliki anak.
* * *
Penasaran dengan kisah Dinda dan Nicko, langsung baca yuk👉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faijha.asr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Nicko
Beberapa hari telah berlalu, Nando sudah kembali masuk sekolah seperti biasa, dan Dinda selalu mengantar putranya itu pergi ke sekolah, setelah itu Dinda akan langsung pergi ke tempat kerjanya.
Dengan mengandeng tangan bocah laki-laki itu, mereka melewati gerbang sekolah, dan melihat banyak anak-anak yang saat ini sedang asik bermain di halaman sekolah.
"Nando," panggil seorang anak laki-laki, yang kisaran seumuran dengan Nando.
"Hay Dio," Nando menghampiri temannya itu.
"Nando, kamu udah sembuh ya, aku senang kamu udah bisa masuk sekolah lagi," ucap anak yang bernama Dio itu.
"Iya, aku udah sembuh kok. Ma, Nando, ke kelas ya sama Dio," Nando mendongak melihat sang mama.
"Iya sayang, jangan nakal ya, Nando belajar yang rajin sama teman-teman," Dinda berjongkok di hadapan sang putra.
"Siap ma, mama juga hati-hati ya pergi kerjanya."
"Iya sayang," ucap Dinda, mengangguk kepala pelan.
"Ayo Dio," ajak Nando, lalu dua bocah kecil itu pergi dari hadapan Dinda.
Kedua mata Dinda, berair melihat sang putra, Dinda hanya bisa berharap semoga saja sakitnya Nando tidak kambuh lagi, dan dia bisa mengumpulkan uang banyak untuk bisa membawa putranya itu pergi berobat ke luar negeri.
Dinda lalu keluar gerbang dan menunggu angkutan umum di dekat jalan besar, cukup lama menunggu. Tiba-tiba saja sebuah mobil mewah, berhenti tepat di dekat Dinda, membuat wanita itu menatap mobil mewah itu.
Kaca mobil terbuka, menampakkan sosok yang begitu sempurna, dengan mengenakan kecamatan hitam, melihat siapa pemilik mobil mewah itu, Dinda membuang pandang dan berjalan pergi dari sana, tapi mobil itu malah mengikutinya dengan pelan, sambil membunyikan klakson mobil.
Pikkk...
Pikkk...
"Anda apa-apaan sih, ganggu orang saja," kesal Dinda, menatap pria yang berada di dalam mobil dengan tajam.
"Ayo masuk," ucap pria itu, terdengar tidak ingin di bantah.
Dinda tersenyum sinis, menatap pria itu yang tidak lain adalah Nicko.
"Apa hak anda nyuruh saya masuk ke mobil anda?"
"Masuk gak, kalau gak jangan salahkan aku kalau aku bawah anak kita pergi jauh," ancam Nicko, membuat Dinda mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan kembali menatap pria itu dengan tajam.
"Kali ini saya tidak akan tertipu lagi, dengan omong kosong anda itu, dan jangan pernah ngancam saya soal Nando, Nando adalah anak saya bukan anak anda," ucap Dinda, masih menatap pria itu dengan tajam.
"Kamu lupa siapa ayahnya, kalau gak ada aku, gak ada Nando juga," ucap Nicko, sambil tersenyum manis, semakin membuat Dinda kesal dan marah.
Dinda terus berjalan kaki, tapi mobil Nicko juga gak mau berhenti, dan terus mengikuti langkah kaki Dinda.
Pikk...
Pikk...
"Ayo naik, kamu gak malu di liatin orang-orang."
"Ngapain malu, kan yang bikin malu anda sendiri," tegas Dinda, tidak menghiraukan pria itu yang terus membunyikan klakson mobilnya.
"Aku pikir keras kepala kamu udah hilang, ternyata masih sama juga, kalau marah tetap pada pendirian," gumum Nicko dalam hati.
"Bang ojek," ucap Dinda, tiba di pangkalan ojek.
"Baik neng, ke mana?"
"Ke kefe xx," ucap Dinda, memakai helem dan tidak melihat kebelakang lagi.
Nicko mengikuti ojek yang Dinda naikin dari belakang, sampai ojek itu berhenti di depan kafe miliknya.
Setelah membayar ongkos ojek, Dinda langsung masuk ke dalam kafe itu, tidak menghiraukan Nicko yang juga memakirkan mobilnya di depan kafe.
"Dinda, kamu kenapa, kok ngos-ngosan gitu?"
"Gak apa-apa kok, ada orang gak waras aja tadi depan."
"Siapa?"
"Gak tau, aku juga gak kenal," ucap Dinda, yang masih terlihat kesal.
Nicko keluar dari mobil, dan langsung pergi ke ruang Raffi, di lantai dua.
"Raffi, suruh karyawan kafe keluar dari dapur, kecuali Dinda, gue mau ngomong sama dia," tegas Nicko, mendudukkan bokongnya di salah satu sofa.
"Memangnya Dinda sudah datang?"
"Udah barusan, dia berusaha buat ngindari gue."
Raffi terkekeh geli, lalu keluar dari ruangan itu, lima menit kemudian, Raffi kembali masuk dan duduk di kursi kerjanya lagi.
"Sana temuin Dinda, udah gak ada siapa-siapa di dapur."
Nicko dengan cepat berdiri dari duduknya, dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai bawa, lalu masuk ke dapur. Nicko melihat Dinda yang sedang sibuk, bekerja.
Ekhemmm....
Dinda berbalik, dan melihat Nicko yang sudah berdiri di hadapannya saat ini, Dinda terdiam sesaat, bau parfum Nicko masih sama, parfum kesukaan Dinda dari dulu waktu mereka masih bersama.
"Ngapain anda di sini?" Suara dingin Dinda, membuat Nicko menghela nafas pelan.
"Aku mau ngomong sama kamu Din," Nicko menatap kedua mata wanita yang begitu ia cintai itu, tapi Dinda seolah enggan menatapnya.
"Mau ngomong apa lagi, udah gak ada yang perlu di omongin, anda sudah memilih pergi meninggalkan saya dulu," ucap Dinda, dengan kedua mata berkaca-kaca melihat ke arah lain.
"Aku minta maaf, aku gak bermaksud ninggalin kamu begitu saja, aku tau aku salah aku minta maaf dan aku akan menebus semua kesalahanku dulu, aku juga ingin memperbaiki semuanya sama kamu Din."
Dinda memberanikan diri menatap wajah pria itu, pria yang saat ini namanya masih terukir indah di hatinya, meskipun pria itu sudah membuatnya sakit hati.
"Sudah terlambat, gak ada yang perlu di perbaikin lagi sekarang, anda sudah pergi ninggalin saya begitu saja," teriak Dinda, yang sudah tidak dapat menahan emosi dan air matanya lagi.
Dinda menatap Nicko, dengan airmata yang mengalir begitu deras, membuat Nicko begitu hancur dan kedua matanya juga ikut memanas, melihat wanita yang ia cintai begitu rapuh saat ini.
"Kamu pergi tampa pamit, padahal kamu tau saat itu aku lagi hamil anak kamu, kamu bohong mau tanggung jawab, kamu bohong sama aku Nicko, aku menyesal pernah kenal sama laki-laki seperti kamu, aku benci sama kamu, aku benci sama kamu Nicko," teriak Dinda, dengan isak tangisnya yang begitu pilu memukul dada Nicko dengan sekuat tenaganya, dan Nicko membiarkan wanita yang ia cintai melampiaskan emosinya saat ini.
"Kamu jahat sama aku, kamu pembohong, aku benci sama kamu, aku benci sama kamu Nicko," teriak Dinda lagi, menarik-narik krak kemeja pria itu.
Nicko tidak mengatakan sepatah katapun, tapi pria itu malah memeluk Dinda dengan erat, air mata Nicko tak bisa ia bendung lagi, hatinya begitu sakit melihat Dinda yang begitu rapuh saat ini.
"Aku minta maaf, maafkan aku," bisik Nicko, memeluk Dinda semakin erat.
"Lepaskan saya, saya tidak mau di peluk sama laki-laki pembohong seperti kamu, lepaskan saya."
Nicko menggeleng pelan, dan terus memeluk Dinda dengan erat, membuat pelukan mereka tidak bisa lepas, dan tangis Dinda semakin pecah di sana.
"Saya gak mau lagi ketemu kamu, saya benci sama kamu."
Sakin emosinya, dan semua sudah bercampur menjadi satu, Dinda perlahan mulai tak sadarkan diri dalam pelukan Nicko, perlahan Nicko melepaskan pelukan mereka.
"Dinda, Dinda, Dinda bangun Dinda," Nicko menepuk pipi mulus Dinda dengan pelan, tapi Dinda hanya terkulei lemah dan tidak sadarkan diri.
Dengan cepat Nicko, mengendong Dinda keluar dari dapur dan membawanya ke lantai dua, di mana ruang kerja Raffi.
Raffi yang sibuk bekerja, mendongak dan kaget melihat bosnya masuk sambil mengendong Dinda.
"Nick, Dinda kenapa?" Tanya Raffi, dan langsung berdiri dari duduknya.
"Aku juga gak tau, tiba-tiba pingsan, mungkin karena nangis dan gak bisa nahan emosinya, gue pinjem tempat istirahat lu ya."
"Iya bawah masuk aja," Raffi membuka pintu kamar yang biasa Raffi gunakan untuk beristirahat, dan Nicko membaringkan tubuh Dinda di sana dengan lembut.
Tokkk...
Tokkk...
Nicko dan Raffi, saling tatap mendengar suara ketukan pintu.
Bersambung....