Merantau ke kota bukannya mendapat ketenangan Alletta malah dikelilingi 3 pria aneh dan menyebalkan. Namun, di balik itu semua, dia diuntungkan karena mereka mau membiayai semua kebutuhannya. Alletta tidak munafik, uang adalah segalanya.
"Katakan apa yang kamu mau, saya pasti akan mengabulkan semuanya."
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Hati-hati ya kalian!" Keyla melambaikan tangannya pada ketiga temannya yang akan pulang.
Iya, mereka sudah selesai acara makan-makan nya. Acaranya memang di rumah Keyla karena gadis itu yang mengajak.
Ketiganya berpencar, Faldo menggunakan motor, Sella dijemput supir, dan Alletta sedang mencari ojek online.
Dia sudah memesan ojek, tapi beberapa kali dibatalkan.
"Ini pada nolak rezeki, kah?" gumam Alletta sedikit kesal karena sedari tadi tidak dapat ojek.
Tiba-tiba ponselnya berdering tanpa telepon masuk.
Nama Tenggara terpampang di sana. Alletta sedikit bingung, tapi tak lama kemudian dia menjawab telepon tersebut.
"Halo, Dok."
"Ya, Alletta. Kamu di mana?"
"Oh ini, saya lagi di rumah Keyla. Mau pulang tapi ojek yang saya pesan dicancel semua."
"Share lokasinya, saya jemput kamu."
Alletta terbelalak. "E-eh gak usah!"
"Nggak apa-apa, Letta. Saya jalan sekarang, kamu share lokasinya ya."
Akhirnya Alletta menurut. Dia segera share lokasinya saat ini pada Tenggara.
"Malam-malam begini Dokter Tenggara gak sibuk, kah?" gumamnya seraya menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 10 malam.
Hampir 10 menit menunggu, Tenggara pun datang dengan mobil mewahnya, Alletta langsung masuk setelah melihat Tenggara menurunkan kaca mobil dan menyuruhnya untuk masuk.
"Ada acara, ya?" tanya Tenggara.
"Cuma makan bareng teman-teman yang lain, Dok," jawab Alletta seraya memasang sabuk pengaman.
Tenggara pun mengangguk paham. Setelah Alletta merasa nyaman, Tenggara pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Kamu sering keluar atau main sama teman kamu?"
"Jarang. Kami ketemu di kantor aja, itupun sama-sama sibuk. Cuma malam ini aja yang kebetulan pengen makan-makan. Keyla yang ajak," jawab Alletta.
"Kalau boleh tau, kamu tinggal di mana?" Tenggara menoleh sekilas lalu kembali fokus ke depan.
"Di apartemen."
Tenggara terkekeh. "Kalau itu saya tau, Alletta. Maksud saya, rumah kamu di mana? Kamu anak rantau, kan?"
Alletta mengangguk, namun sedetik kemudian dia terkejut. "Dokter tau?" tanyanya syok.
"Tau apa?"
"Tau kalau saya anak rantau. Sebelumnya saya gak pernah cerita, kan? Terus kemarin juga, Dokter datang ke apartemen saya, padahal saya gak pernah kasih tau," jelas Alletta baru menyadari semuanya.
"Oh, itu saya pernah lihat kamu masuk ke gedung apartemen itu beberapa hari lalu," jawab Tenggara. Tentu saja semua itu bohong. Dia mencari tau semua tentang Alletta.
"Masa sih?" tanya Alletta. Wajahnya terlihat bingung.
"Ya." Tenggara menatap Alletta sepenuhnya karena sedang lampu merah. "Jadi, kamu tinggal di mana?"
"Gak jauh dari sini, cuma jaraknya 4 jam. Di desa Sariwangi," jawab Alletta.
"Oh ya? Saya pernah bertugas di rumah sakit di sana," ujar Tenggara.
"Serius? Tapi, rumah sakit di sana jaraknya masih jauh dari rumah, sekitar 1 jam," jawab Alletta.
Tenggara mengangguk paham. Sebenarnya itu semua hanya basa-basi. Tanpa bertanya pun, Tenggara sudah tau semuanya. Apa sih yang tidak bisa dia lakukan dengan semua kekayaan yang dia miliki?
"Ngomong-ngomong, besok malam kamu ada acara?" tanya Tenggara mengganti pembahasan.
"Ummm ... nggak ada, Dok. Kenapa?"
"Saya mau ajak kamu makan malam, berdua," jawab Tenggara. Dia kembali melajukan mobilnya setelah lampu berubah hijau.
Alletta mengerjap. Makan malam? Berdua? Serius? Seorang Tenggara mengajaknya makan malam berdua? Kenapa tiba-tiba?
"Kamu gak mau ya?"
"Eh, mau kok!" balas Alletta cepat. "Saya mau makan malam sama Dokter."
Tenggara tersenyum simpul. "Panggil nama aja."
"Nggak bisa, nanti kesannya gak sopan," kata Alletta.
"Santai aja, saya orangnya gak mempermasalahkan sesuatu yang gak penting."
Alletta menggaruk pipinya, dan itu terlihat lucu di mata Tenggara.
"Tapi saya yang gak enak, Dok. Masa panggil nama, sih?"
"Nggak apa-apa, Alletta."
"Tenggara?"
Tenggara mengangguk.
"Iihh gak cocok tau! Dokter aja udah!"
Tenggara terkekeh mendengar protesan Alletta.
"Yang lain, asal jangan Dokter," katanya.
Alletta berpikir sejenak. Dia sedang memikirkan panggilan yang cocok untuk Tenggara.
"Umm ... Pak Gara aja gimana?" tanyanya meminta persetujuan.
Tenggara mengangguk setuju. Itu tidak buruk juga. "Boleh."
Alletta tersenyum lebar. "Oke, Pak Gara!"
****
Alletta mengerjapkan matanya menatap isi kotak di depannya. Dia baru dapat paket dari Tenggara. Sebuah kotak mewah berisi gaun yang mewah nan mahal pula, berwarna putih. Alletta meringis melihat betapa cantiknya gaun tersebut. Apakah cocok untuknya? Ah, maksudnya Alletta tidak merasa gaun itu cocok di tubuhnya karena itu terlalu mahal untuk dia yang hanyalah seorang gadis desa.
"Sebenarnya Pak Gara kenapa tiba-tiba ajak aku makan malam berdua? Apa dia mau lamar aku?" Alletta tertawa mendengar ucapannya sendiri. Dia menangkup pipinya yang memerah. Siapa yang menolak pesona seorang Tenggara Karunasankara? Tampan dan berwibawa, kaya raya pula.
Lalu malam ini Tenggara mengajaknya dinner, siapa yang tidak baper?
Tapi, sebenarnya Alletta cukup sadar diri. Kembali lagi mengingat kalau dia hanyalah gadis desa yang hidup dengan berkecukupan, tidak kaya dan tidak miskin. Hidupnya juga kelewat sederhana, tidak pernah memakai barang mewah.
"Oke, aku harus dandan," gumamnya. Dia menatap peralatan make up yang jarang tersentuh. Tidak banyak, karena Alletta memang tidak suka make up.
Alletta menghabiskan waktu 15 menit untuk berdandan, dan sekarang dia sudah memakai gaun mewah tadi. Rambutnya dia kepang satu dan menyisakan anak rambut di sisi wajah, ia juga memakai bando mutiara sebagai riasan.
Sederhana tapi tetap cantik dan menawan.
Tubuh ramping yang biasanya memakai kemeja dan juga rok itu kini terbalut oleh gaun cantik yang sedikit mencetak lekuk tubuhnya.
Alletta sampai tak bisa mengenali dirinya sendiri. Bahkan dia melongo menatap dirinya di pantulan cermin.
"Bidadari dari mana ini?" tanyanya lalu tertawa ngakak. Kalau ibunya tau, pasti beliau juga akan kaget.
Asik melihat penampilan sendiri, Alletta dialihkan oleh ponselnya yang berdering. Buru-buru gadis itu melihat siapa yang menelpon.
Ah, ternyata Tenggara.
"Halo?"
"Saya sudah di depan gedung apartemen kamu."
"Oh iya, Alletta turun sekarang."
"Jangan lari."
Alletta terkekeh, kenapa Tenggara sudah tau niatnya?
"Iya, Pak Gara."
Di seberang sana Tenggara tersenyum mendengar panggilan itu.
Setelah sambungannya tertutup, Alletta segera menyemprotkan parfum dan langsung pergi dari sana.
Di dalam lift, Alletta memegangi dadanya yang berdegup kencang. Ini adalah kali pertama dia diajak makan malam oleh seorang pria. Alletta merasa sangat sepesial malam ini, apalagi dia mengenakan gaun pemberian Tenggara.
Di depan gedung, Tenggara bersandar pada mobilnya menunggu Alletta datang. Dokter sekaligus CEO muda ini tampak semakin tampan dengan kemeja putih 2 kancing teratas dibiarkan terbuka, juga celana bahan berwarna hitam, jangan lupa jam seharga motor melingkar apik di pergelangan tangan nya. Sederhana saja penampilan Tenggara, tapi aura nya bukan main. Pesona keturunan Karunasankara memang sudah tidak diragukan lagi. Wangi dollar.
Tenggara menoleh saat mendengar ketukan sepatu seseorang. Pria itu tertegun melihat penampilan Alletta.
Alletta benar-benar seperti orang lain. Demi apapun, Tenggara baru kali ini melihat seorang perempuan sampai tidak berkedip.
Alletta mengusap tengkuknya sambil menunduk, dia bingung dengan reaksi Tenggara. Apakah ada yang salah dengan penampilannya?
"Kamu ... Alletta, kan?" tanya Tenggara ragu-ragu.
Mendengar pertanyaan itu, Alletta melotot. "Bapak kira saya siapa?" Ia balik bertanya dengan nada kesal.
Tenggara terkekeh kecil. Dia berjalan menghampiri Alletta, pria itu menunduk untuk menatap wajah cantik di hadapannya, sedangkan Alletta mendongak dengan ekspresi jengkel.
"Pasti saya jelek ya pakai gaun ini? Gak cocok, kan?" Wajah Alletta berubah sedih.
"No, ini cocok untuk kamu. Gak salah saya minta tolong mama buat pilihkan gaunnya," ujar Tenggara. Dia menyelipkan anak rambut Alletta ke belakang telinga.
Pipi Alletta bersemu. Dia menunduk malu.
"Cantik."
Alletta kembali menatap Tenggara saat mendengar suara pria itu. Ia mengerjapkan matanya, pipinya semakin memanas. Alletta malu lah! Plis, ini baru pertama kali dia dipuji seorang pria!
"H-hah?" Alletta menatap polos Tenggara.
"Kamu cantik, Alletta," ucap Tenggara diiringi senyum tipisnya.
Siapapun tolong aku! Tahan Alletta, jangan teriak di sini, malu! Batin Alletta berteriak.
"M-makasih." Alletta berdehem singkat sebelum melanjutkan ucapannya. "Pak Gara juga tampan..."
Tenggara terkekeh kecil melihat Alletta yang malu-malu. Tangannya terulur mengusap lembut puncak kepala Alletta.
"Hai ladies and gentleman."
Alletta dan Tenggara langsung menoleh mendengar suara yang tak asing bagi mereka.
Keandra Agnibrata.
Ah, pria itu selalu mengacaukan semuanya.
Tenggara sudah was-was melihat kedatangan pria tanpa diundang itu. Kalau ada Keandra, sudah pasti akan kacau.
"Pak Kean?"
Keandra yang tadinya bersandar pada mobilnya, kini berjalan mendekat saat mendengar suara Alletta.
"Mau ngedate? Kenapa gak ajak saya?" tanyanya dengan wajah sok polos.
Ekspresi paling menyebalkan di mata Tenggara. Jelas sekali pria itu sedang mengejeknya.
"I-ini—"
"Saya dan Alletta ada urusan. Tolong jangan ganggu kami." Tenggara memotong ucapan Alletta. Dia menatap datar ke arah Keandra yang masih setia menampakkan wajah tengilnya.
"Urusan apa itu? Bolehkah saya tau?" tanya Keandra semakin menjadi.
Alletta meringis merasakan hawa semakin panas. Tatapan kedua pria di depannya ini meresahkan sekali.
"Kenapa anda selalu ingin tau, Pak Kean? Bukannya anda punya urusan sendiri?" sinis Tenggara.
"Oh kata siapa? Saya gak pernah bilang seperti itu," balas Keandra.
"Pak Gara, lebih baik kita berangkat sekarang." Alletta menyela perdebatan mereka.
Keandra menatap gadis di depannya ini, dia memainkan lidahnya di dalam mulut dan menatap remeh Alletta. Ah dia baru sadar kalau malam ini Alletta sangat cantik, sangat berbeda saat di kantor.
"Ayo," ajak Tenggara. Dia menarik tangan Alletta, tapi Keandra segera menepis tangan Tenggara yang menggenggam tangan Alletta.
"Jangan pegang-pegang, Dokter Tenggara. Kalau belum sah, tidak boleh pegang," ujarnya membuat Alletta dan Tenggara mendengus.
"Kita juga belum sah, kenapa Bapak pegang-pegang saya." Alletta menunjuk tangannya yang dipegang Keandra.
"Kamu ngodein saya buat nikahin kamu?" balas Keandra menggoda.
Alletta menghela nafas kasar. Dia sungguh tidak habis pikir dengan Keandra. Gadis itu tersentak kala tangannya ditarik paksa. Tenggara, dia menyembunyikan Alletta di belakang tubuhnya.
"Jangan ganggu Alletta," desis Tenggara.
"Kenapa? Dia karyawan saya. Anda cuma orang asing di sini," balas Keandra sengit.
"Orang asing? Saya sudah merawat Alletta selama dia sakit!"
"Ya itu wajib karena anda seorang dokter. Right?" Keandra menaikkan kedua alisnya.
Alletta berdecak kesal. Kalau tidak segera dihentikan, perdebatan mereka semakin panas dan lebih parahnya lagi bisa sampai baku hantam.
Sebab itulah Alletta langsung menyela. Dia berdiri diantara Keandra dan Tenggara.
"Udah, Pak!" ujarnya. Dia menatap Keandra. "Lebih baik Pak Kean pulang aja, saya sama Pak Gara mau makan malam."
"Saya ikut," balas Keandra cepat.
"Nggak bisa. Ini acara kami berdua," sela Tenggara.
"Memangnya saya butuh jawaban kalian? Suka-suka saya lah!"
Alletta memijat pelipisnya yang berdenyut. Kenapa Keandra gemar sekali mencari masalah?
"Udah udah! Gak papa Pak Kean ikut," ucap Alletta pada akhirnya.
Tenggara langsung melayangkan tatapan protes.
"Saya pusing kalau dengar kalian debat. Jadi, lebih baik akhiri aja, ya," lanjut Alletta.
"Nggak bisa gitu, Alletta," ujar Tenggara. Sedangkan Keandra sudah bersorak dalam hati, senyumnya semakin lebar.
"Ayo kita makan malam." Keandra menarik tangan Alletta, namun gadis itu menghentikannya.
"Saya sama Pak Gara, Bapak kan datang sendiri tadi," katanya.
"Kamu berani sama saya?" Mata Keandra memicing.
"Kalau Bapak mau ikut ya harus datang sendiri, masih mending saya ajak loh," balas Alletta tak mau kalah.
Keandra berdecak kesal. Semakin hari, Alletta semakin berani padanya. Pada akhirnya Keandra mengalah dan membiarkan Alletta satu mobil dengan dokter gadungan itu.
Tentu saja Tenggara senang karena bisa satu mobil dengan Alletta, ya meskipun dia kesal karena Keandra ikut makan malam.
bersambung...
kean mkin ksni mkin ksna.....
d luarn aja galak,glirn sm pwangnya mlah meshuuummmm....🙈🙈🙈
btw,slmt brjuang buat fans'ny aletta...
Aletta mbuk?????
kl kthuan kean,alamt d gntung....mna 2 rivalnya dsna pula.....nyri gara2 nih aletta....
nyetir sndri pula....
Cckkk.....kean emng udh bucin akut,mskpn ga mau ngaku sih....
Abs ni,spa lg????
Alamt kean kbakaran kl rivalnya nmbah lg.....🤣🤣🤣