Sebuah Seni Dalam Meracik Rasa
Diajeng Batari Indira, teman-teman satu aliran lebih suka memanggilnya Indi, gadis Sunda yang lebih suka jadi bartender di club malam daripada duduk anteng di rumah nungguin jodoh datang. Bartender cantik dan seksi yang gak pernah pusing mikirin laki-laki, secara tak sengaja bertemu kedua kali dengan Raden Mas Galuh Suroyo dalam keadaan mabuk. Pertemuan ketiga, Raden Mas Galuh yang ternyata keturunan bangsawan tersebut mengajaknya menikah untuk menghindari perjodohan yang akan dilakukan keluarga untuknya.
Kenapa harus Ajeng? Karena Galuh yakin dia tidak akan jatuh cinta dengan gadis slengean yang katanya sama sekali bukan tipenya itu. Ajeng menerima tawaran itu karena di rasa cukup menguntungkan sebab dia juga sedang menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya di kampung. Sederet peraturan ala keraton di dalam rumah megah keluarga Galuh tak ayal membuat Ajeng pusing tujuh keliling. Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyai Gendeng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuat Pengakuan Dosa
Ketika Ajeng sudah selesai dari kamar mandi, ia jadi lebih segar dan malah kehilangan rasa kantuk yang tadi sempat menyerangnya sesampainya ia di kosan. Saat ini, Vira sedang tidak terlihat lagi. Sepertinya, sahabatnya itu sedang keluar. Ia sekarang gencar dekat dengan seorang pengusaha kaya berkebangsaan Jepang.
Vira sendiri tidak bisa berbahasa Jepang, tetapi rupanya calon sugardady baru sahabatnya itu adalah lelaki yang memang sudah lama tinggal di Indonesia dan dia juga sangat fasih berbahasa Indonesia. Jadi Vira tidak perlu repot-repot untuk belajar bahasa Jepang agar bisa berbicara dengan lelaki itu. Lagi pula kata Vira, setiap kali ia bersama dengan sugardady itu, dia juga tidak banyak berkata-kata, lebih banyak mendesah lebih tepatnya.
Ajeng saat ini sedang menatap keluar jendela kosannya. Sebentar lagi senja akan tiba. Ajeng sebenarnya sedang merasakan kegalauan hatinya sendiri, perkara memikirkan tentang menikah yang ia tahu adalah hal yang sakral. Namun, ia sudah merasa berdosa karena secara tidak langsung telah mempermainkan pernikahan yang akan segera terlaksana.
Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah bertemu dengan keluarga Galuh dan sebaliknya Galuh juga sudah bertemu dengan keluarganya. Tinggal mereka yang akan mempertemukan kedua belah pihak keluarga masing-masing setelah ini.
Lalu Ajeng mengusap perutnya sendiri. Perut dengan pusar yang berhias tindik anting itu nampak rata sekali. Bagaimana mungkin dia bisa membenarkan tindakan Galuh yang mengatakan kepada kedua orangtuanya dan kedua orangtua Ajeng bahwa ia sedang mengandung anak lelaki itu. Sungguh Itu adalah sebuah dosa. Ajeng benar-benar jadi galau saat ini.
"Kayaknya, gue emang butuh Vira deh buat cerita ini semua. Gue nggak mungkin simpen ini sendirian, udah beban banget," ujar Ajeng di dalam hatinya sendiri.
Ia sudah tidak sanggup untuk menyimpan dosa itu sendirian. Akhirnya Ajeng memberanikan diri untuk menelepon Vira yang saat ini ternyata sedang bersama sugardady di sebuah hotel. Jadilah saat ini Vira lebih memilih untuk mendesah bareng sugar daddy daripada mendengarkan kisah Ajeng. Ajeng lagi-lagi harus bersabar dan menunggu Vira pulang. Ia berharap Vira kembali sebelum ia berangkat kerja nanti malam.
Vira kembali ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Dua jam lagi Ajeng akan segera berangkat bekerja. Ia melihat Vira yang datang dengan sumringah dan berbelanja barang-barang mewah, juga menunjukkan kartu transaksi yang akan memudahkannya untuk melakukan pembayaran apa saja.
"Gue senang banget tau enggak sih, akhirnya setelah gue kehilangan koko, gue dapat lagi sugardady yang benar-benar jauh di atas Koko brengsek itu. Lo tau nggak sih, koko gue yang baru ini benar-benar kaya raya. Gue yakin kalau gue kawin sama dia, harta gue tuh nggak bakal habis tujuh turunan." Vira berkata dengan berbinar-binar sambil meletakkan barang belanjaannya. Ia juga tidak lupa membelikan Ajeng beberapa kaos dan rok jeans cantik untuk sahabatnya itu. Ajeng menerimanya dengan sukacita tetapi kemudian saat ia terkenang kembali dengan pengakuan dosa yang akan ia buat di depan Vira, tiba-tiba saja ia merasa kembali tidak bersemangat.
"Lo kenapa sih, dari tadi gue liatin muka lo itu ditekuk aja?" tanya Vira sembari menyusun alat-alat belanjaannya.
"Gue pengen ngomong sesuatu nih sama lo, kayaknya gue emang nggak bisa nyimpen ini sendirian."
Vira yang tadinya sedang sibuk membereskan alat belanjaannya, melemparkan begitu saja alat-alat itu. Tak dipedulikannya benda-benda itu lagi. Ia lebih tertarik untuk mendengarkan Ajeng, karena sepertinya Ajeng akan mengatakan hal yang penting yang tadi sempat didesaknya ketika ia bercerita bahwa dirinya akan segera menikah dengan Raden Mas Galuh Suroso.
"Ini tentang Galuh kan?" tanya Vira memastikan, karena kalau tentang hal lain, Vira dipastikan tidak ingin mendengarnya. Ia sangat tertarik dengan cerita tentang Galuh daripada hal lainnya. Kemudian, Ajeng mengangguk dan itu membuat Vira kemudian duduk dengan tenang di depan sahabatnya itu. Ia siap mendengarkan cerita dari Ajeng.
"Gue mulai dari mana ya, Vir?" Ajeng jadi bingung sendiri ia terlihat menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan nampak sedang berpikir dan menyusun kata-kata agar ia bisa lebih mudah menyampaikan apa yang ingin disampaikannya kepada Vira.
"Oke, lo mulai dari pertemuan kalian pertama kali sampai tahap ini."
Ajeng berpikir sebentar dan ia merasa ide dari Vira itu cukup membantu, karena setelahnya Ajeng mulai lancar mengisahkan tentang pertemuan pertamanya dengan Galuh yang secara tidak sengaja saat lelaki itu mabuk dan dia mengantarkannya ke apartemen lalu berlanjut ketika Galuh datang kepadanya di malam kedua setelah pertemuan pertama mereka itu. Galuh memintanya untuk jadi kekasih bohongan karena untuk menghindari perjodohan yang akan dilaksanakan oleh keluarga besarnya Galuh kepada keluarga kerabat dekat mereka.
"Dan lo tau sendiri kan, Vir, gue juga sedang menghadapi masalah yang sama kayak Galuh. Jadi gue sama Galuh itu sama-sama lagi mengalami yang namanya dijodohin. Gue dijodohin sama Danang sedangkan Galuh dijodohin sama Laras. Kita berdua sama-sama enggak menginginkan perjodohan itu, makanya gue sama Galuh akhirnya bikin kesepakatan untuk membatalkan perjodohan kami masing-masing. Ya intinya gue tuh jadi kayak pacar bohongannya dia. Eh ternyata rencana berubah gitu aja waktu Laras ini malah pengen secepatnya menikah sama Galuh dan akhirnya Galuh mengubah rencana membawa gue ke kedua orang tuanya. Dia biar lo tahu, dia tuh bener-bener realisasiin rencana dia yang katanya mau bilang sama keluarganya bahwa gue itu lagi hamil anak dia! Awalnya gue kira dia itu nggak bakalan sampai kayak gitu, tapi ternyata dia bener-bener ngelakuin itu, Vir, Jadi udah terlanjur keluarga dia dan keluarga gue tahunya kalau saat ini gue tuh lagi mengandung anak dia."
Vira sampai tak bisa berkata-kata ketika Ajeng selesai menceritakan kronologi kejadian secara berurut yang akhirnya mengantarkan ia kepada Galuh ke rencana pernikahan pura-pura itu.
"Wah parah lu berdua. Pernikahan itu bukan sesuatu yang main-main tau nggak sih lo? Biarpun gue kayak gini, tapi gue tuh ngerti pernikahan itu sesuatu yang sakral nggak bisa lo mainin kayak gini. Apalagi lo bikin pengakuan kalau lagi hamil." Vira protes.
"Kan gua udah bilang, Vir, dia duluan yang bikin pengakuan kayak gitu yang akhirnya malah bikin semua ini jadi runyam dan kita sekarang tuh bener-bener udah terlanjur, gak bisa mundur lagi."
Vira hanya geleng-geleng kepala, dia tidak mengerti masalah beginian, tapi yang dia tahu, pernikahan itu memang bukan hal untuk main-main.
"Gue nggak tau mau komentar apa, Ndi, tapi sebagai sahabat lo, gue selalu mendukung kok apapun yang lo lakuin. Gue cuma berharap lo sama Galuh itu beneran nikah nggak perlu pura-pura."
Ajeng melotot, tentu saja ia tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Vira barusan. Dia sama sekali tidak punya perasaan terhadap Galuh begitu juga sebaliknya.
"Ya mana bisa lah, gue tuh nggak punya perasaan apapun sama Galuh begitu juga dia sama gue."
"Gue yakin lo sama Galuh nggak bakalan bisa untuk terus-terusan pura-pura, jadi mendingan lo pikir yang matang-matang deh, karena itu pernikahan pertanggungjawabannya gede, bukan hal-hal yang pantas buat dibikin pura-pura gitu."
Vira berkata dengan nada cukup tinggi juga ngegas. Ajeng tersentak mendengarnya, sebab baru kali ini dia melihat Vira yang begitu serius. Ajeng sendiri jadi terdiam dan tidak bisa fokus memikirkan apapun selain pernikahan palsunya yang akan segera berlangsung bersama Galuh tidak lama lagi.