Kayesa terjebak dalam pernikahan semalam demi menyelamatkan nyawa ibu yang sedang terbaring di rumah sakit. Pernikahan dengan laki-laki kaya yang sama sekali tak dikenal Kayesa itu merupakan awal dari penderitaan Kayesa.
Pernikahan semalam membuat Kayesa hamil dan diusir ibu, Kayesa pergi jauh dari kota kelahirannya. Lima tahun kemudian dia bertemu dengan laki-laki ayah anaknya, hanya saja Kayesa tidak mengenalinya. sementara laki-laki itu mengetahui kalau Kayesa wanita yang dinikahinya lima tahun yang lalu.
Bagaimana kehidupan Kayesa selanjutnya, saat laki-laki bernama Zafran mengetahui kalau Kiano merupakan darah dagingnya dan Zafran menginginkan anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesal
Part 13
Pukul lima sore, suasana kantor sudah sangat lengang, karena memang sudah jam pulang kerja. Semua karyawan tentu sudah pulang ke rumah masing-masing.
Zafran yang baru sampai ke kantor, langsung menuju lift dan naik ke lantai tiga. Saat dia melewati ruang kerja Ruhi, dia melihat Ruhi masih duduk manis di kursi seraya memainkan layar ponselnya. Zafran yang merasa heran, karena biasanya Ruhi akan langsung menghilang jika jam pulang sudah tiba.
"Kenapa kamu belum pulang?" Tanya Zafran menyelidik, sambil melangkah masuk ke ruang kerja Ruhi.
Mendengar sapaan Zafran, Ruhi menghentikan aktifitasnya. Ruhi memandang Zafran sejenak, lalu meletakkan ponsel di pangkuan.
"Saya sedang menunggu Esa Tuan. Tadi saya sudah berjanji akan mengantarnya pulang, sementara Esa terkunci di ruangan Tuan" jawab Ruhi.
Ruhi berharap bosnya itu membebaskan Kayesa dan menbiarkan pulang bersamanya. Jika tidak Ruhi menjadi sangat bersalah pada Kayesa, karena tadi yang dia yang memohon agar Kayesa mau ikut ke kantor.
"Kamu pulang saja. Kayesa tanggung jawab saya," ujar Zafran tanpa ekspresi, kemudian berlalu.
Ruhi menatap punggung laki-laki itu, sepuluh tahun berkerja dengan Zafran, tak pernah Ruhi melihat Zafran tersenyum kearahnya, yang ada setiap hari dia selalu mendapat keketusan dari laki-laki itu. Entah terbuat dari apa hati bosnya itu, hingga tidak pernah ramah pada siapa pun.
Andai saja Ruhi bisa bekerja di tempat lain yang gajinya sebesar di perusahaan Zafran, sudah lama dia meninggalkan kantor ini. Tak perlu lagi di melihat wajah sangar Zafran setiap hari.
Sepeninggalan Zafran. Ruhi mengambil kembali ponselnya, lalu mengirim pesan whatsapp ke Kayesa, mengabarkan kalau dia pulang duluan. Setelah memastikan pesannya terkirim. Ruhi langsung kabur turun ke parkir.
Sementara Zafran yang sudah masuk ke ruang kerja, memindai ruangan yang sudah tertata rapi, lebih nyaman dan indah di pandang mata.
"Selera Kayesa bagus juga," batin Zafran berdecak.
Entah apa yang merubah rasa di hati Zafran, biasanya dia paling tidak suka kalau ada orang lain yang merubah posisi barang di ruang kerjanya. Tapi kali ini sangat berbeda, dia menyukai penataan yang dilakukan Kayesa.
"Kayesa!" Zafran memanggil dengan suara melengking, saat tak ditemukannya sosok wanita itu.
"Ke mana dia?" Zafran menyeret kaki melangkah masuk lebih dalam.
Matanya tertumpu pada sosok wanita yang sedang tertidur di sofa dengan posisi miring ke kanan.
"Dasar cewek kampungan, disuruh kerja malah tidur," maki Zafran.
Zafran berjongkok di samping Kayesa, tangan kanannya menepuk bahu Kayesa, berusaha membangunkan wanita itu. Namun, berulang ditepuknya, Kayesa tidak juga terbangun.
"Tidurnya kayak kerbau. Apa karena tak pernah tidur di tempat empuk," guman Zafran.
"Sa! Esa!" Kali ini Zafran menepuk keras pipi Kayesa."
Tentu saja tepukan Zafran membuat Kayesa terusik, dia menggeliat sempurna, seakan dia sedang tidur di rumahnya, sambil merentangkan kedua tangannya, hingga tangannya kanannya menyentuh wajah Zafran tanpa sengaja. Saat Kayesa membuka matanya dia pun terkejut.
"Eh. Tuan. Maaf!" Kayesa segera bangkit dari duduknya.
"Ayok bangun. Disuruh kerja malah tidur-tiduran?" Omel Zafran, walaupun begitu, tanpa sengaja dia menyentuh wajah Kayesa, merapikan rambut Kayesa yang berserakan dan menyelipkan ditelinganya.
Wajah Kayesa cemberut, hingga bibirnya berbentuk kerucut. Dia memberanikan diri menatap laki-laki yang tak pernah berterima kasih itu, lalu meraih tas dan berdiri.
"Mau ke mana?"
"Pulang," jawab Kayesa.
"Cuci muka dulu," ketus Zafran.
Wajah Kayesa merah padam, dia jadi salah tingkah, kala menyadari Zafran sedang memperhatikannya. Kayesa pun beranjak, segera menuju pintu ke luar.
"Hay! Jangan pergi." Zafran mencekal lengan Kayesa, menyeretnya ke kamar mandi.
"Cuci mukamu dulu. Biar telihat segar, aku tidak mau orang-orang diluar sana berpendapat, kalau aku bos jahat yang memperbudak bawahan." Gerutu Zafran seraya membanting pintu kamar mandi, begitu Kayesa sudah berada di dalam.
Kayesa bergedik mendapat perlakuan Zafran, dia ingin berteriak kesal, sudah capek, bukannya dapat pujian, tapi malah dapat omelan.
"Dasar laki-laki tak jelas," batin Kayesa tanpa sadar dua bulir kristal jatuh di sudut matanya.
Apa sebenarnya yang diinginkan Zafran dari Kayesa. Kenapa dia meminta Kayesa kembali bekarja di kantornya. Apa karena dia sudah tahu, kalau Kayesa itu mantan istrinya yang telah berhasil mengakhiri pertualangannya.
Atau Zafran membenci Kayesa. Karena kehadiran Kayesa telah merubah prinsipnya hidupnya. Yang tak pernah menghargai wanita, yang hanya menganggap wanita itu sebagai pemuas nafsu, yang bisa di dapat dan dibuang kapan saja.
Atau jangan-jangan Zafran mulai menemukan cinta sejatinya. Hanya saja dia menolak dan mengingkarinya, hingga dia berusaha membuat Kayesa sengsara, karena dia tidak bisa mencintai Kayesa yang tidak selevel dengannya. Entahlah terlalu sulit menebak kepribadian Zafran.
"Esa! Kamu ngapain lama betul di dalam. Kamu masih hidupkan." Zafran menggedor pintu kamar mandi, karena tak mendengar suara gemericik air. Suara terdengar marah, tapi hatinya sebenarnya khawatir.
"Iya sebentar lagi," terdengar sahutan Kayesa yang membuat Zafran bernafas lega.
"Cepat! Atau mau ku tinggal," teriak Zafran lagi.
Klik... Kayesa memutar handle dan menguakkan daun pintu, keluar dari kamar mandi. Zafran menyodorkan beberapa tisu ke arah Kayesa dan memberi isyarat untuk mengelap wajahnya.
"Ayok kita pulang," ujar Zafran menarik tangan Kayesa agar keluar dari ruang pribadinya.
Kayesa menepis tangan Zafran, dia merapikan rambutnya dengan tangan, meraih ponsel yang tergeletak di atas meja sofa. Kayesa beranjak keluar ruang CEO. Kayesa memelankan langkahnya, membiarkan Zafran berjalan di depan.
"Jalannya jangan di belakang gitu. Di sini," ujar Zafran kembali menarik tangan Kayesa, meminta Kayesa berjalan di sampingnya.
Suasana di kantor sudah sangat sepi, tak ada satu orang karyawan pun terlihat. Zafran dan Kayesa menyusuri koridor kantor secara beriringan.
Tak terdengar obrolan antara Zafran dan Kayesa, sepanjang jalan menuju lift hanya terdengar bunyi langkah kaki. Lift terbuka, Zafran menarik tangan Kayesa, mengajaknya bersamaan masuk lift.
Mata Kayesa menatap tangan Zafran yang masih menggenggam jari tangannya. Debar jantung Kayesa berdetak dua kali lipat dari biasanya. Kayesa menjadi salah tingkah. Dia ingin menarik tangannya dari genggaman Zafran. Tapi dia takut Zafran tersinggung, kalau dibiarkan lama-lama, Kayesa bisa stroke, gara-gara kepedean.
Ya Tuhan. Entah apa yang terjadi dengan hati Kayesa. Bisa-bisanya dia berpikiran kalau laki-laki yang berdiri di sampingnya itu menyukainya. Pada hal perlakuan Zafran padanya sangat tidak ramah.
"Tuan. Bisa lepaskan tangan saya," pinta Kayesa pelan.
Mendengar permintaan Kayesa, bukannya dilepas, Zafran malah mengeratkan genggamannya.
"Kenapa?" Tanya Zafran bodoh.
"Eh, tidak apa-apa," jawab Kayesa gugup, saat Zafran memandangi wajahnya.
Perasaan Kayesa jadi panas dingin, keringat mulai mengucur di dahi dan punggungnya. Saat lift terbuka, perlahan Kayesa menarik jemarinya dari genggaman Zafran dan melangkah mendahului Zafran.
Kayesa menatap jam di layar ponselnya, pukul tujuh belas lewat empat puluh lima menit, sebentar lagi senja tiba.
"Tunggu di sini. Aku ambil mobil," titah Zafran seraya meminta Kayesa memegang tas kerjanya, lalu melangkah ke parkir.
"Ayok masuk!" Zafran menurunkan kaca mobil.
"Saya pakai ojek saja. Tuan!" Kayesa berkeliling membuka pintu mobil, meletakkan tas kerja Zafran, lalu menutup kembali pintu mobil.
Zafran turun, lalu menghampiri Kayesa, tanpa basa basi, meraih ponsel Kayesa dengan kasar, lalu menarik tangannya. Zafran membuka pintu depan mobil dan mendorong Kayesa agar masuk.
"Tapi Tuan. Rumah saya jauh," ujar Kayesa merasa tidak enak hati setelah berada di dalam mobil.
Zafran tidak perduli dengan ucapan Kayesa, dia menekan pedal gas dan meluncur meninggalkan kantor, mobil Zafran membelah jalan raya.
"Tuan! Bolehkan aku meminta ponselku."
Zafran mengeluarkan ponsel Kayesa, yang tadi dirampas dan dimasukkannya ke dalam saku kemeja, lalu menyodorkan ke Kayesa.
Sepanjang perjalanan, tak ada obrolan. Zafran menjadi kaku, dia tak tahu harus mulai bicara dari mana. Sementara Kayesa hanya pura-pura sibuk dengan ponselnya. Zafran tidak perlu bertanya di daerah mana Kayesa tinggal, karena Rayzad sudah menshare lokasinya saat dia meminta Rayzad mencari tahu keberadaan Kayesa.
"Eh... Tuan! Berhenti di sini saja," titah Kayesa saat dia melihat Kiano dan Maeka ingin masuk ke mini market.
Zafran menghentikan mobil tepat di depan mini market. Setelah mengucapkan terima kasih, Kayesa membuka pintu mobil, turun dan keluar.
"Kiano!"
Mendengar namanya dipanggil, Kiano memalingkan tubuhnya dan berlari mendekat.
"Bunda!" Kiano berhambur dalam pelukan Kayesa.
"Maafin bunda ya sayang. Hari ini bunda lembur," ujar Kayesa seraya menggendong dan memeluk putranya.
"Dia putramu?" Tiba-tiba Zafran sudah berdiri di samping Kayesa.
😅😅😅
Di anggap Adek aja kenapa?
Maeka kan juga baik,kalo gini rasanya kayak ada jarak yang jauh, antara majikan dan pengasuh.