Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.
Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.
Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Toko Barang Antik
Siang itu, Kinanti dan Nadia sudah berdiri di depan sebuah toko antik di sudut Jalan Malioboro. Cat kusam yang mengelupas di dinding luarnya menyembunyikan misteri yang tak terduga. Reza, yang baru saja selesai dengan rapat OSIS-nya, bergegas menyusul dengan masih mengenakan seragam sekolah dan tas ransel yang tersampir di bahunya.
"Maaf telat," ujar Reza terengah-engah.
"Rapat tadi banyak banget yang harus dibahas. Persiapan lomba antar sekolah bulan depan."
Sebagai ketua OSIS, jadwal Reza memang selalu padat. Belum lagi dengan latihan tim basket yang harus dia jalani tiga kali seminggu.
Kinanti tersenyum maklum. "Tak apa. Aku dan Nadia juga baru sampai." Ucap Kinanti seraya menatap Nadia yang tidak menggubris kedatangan Reza karena masih sibuk memotret toko antik tersebut.
Album foto yang mengarahkan mereka ke rumah eyang Karso, pada akhirnya kembali mengarahkan mereka ke jurnal yang ditulis oleh Kartika. Dan kini, jurnal itu mengarahkan mereka ke toko antik tersebut.
Mereka menatap bangunan tua di hadapannya. Toko itu terlihat seperti potongan masa lalu yang tersasar di tengah modernitas Malioboro. Jendela-jendela kayunya yang berdebu memamerkan berbagai barang antik, dari topeng-topeng kayu hingga keris-keris tua.
"Kamu yakin ini tempatnya?" tanya Reza ragu. "Jurnal itu mengarah ke sini?"
Kinanti mengeluarkan jurnal tua peninggalan Kartika dari tasnya. Membuka halaman yang telah dia tandai, dia membacakan tulisan yang mulai memudar: "Pak Hardjo, Pusaka Sejati, sebelah selatan Malioboro. Dia akan menjaga apa yang kutitipkan sampai waktunya tiba."
Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk masuk ke toko barang antik tersebut.
Lonceng tua berdenting ketika mereka mendorong pintu masuk. Aroma kayu cendana dan dupa samar-samar menyambut mereka. Di tengah remang-remang, mereka bisa melihat rak-rak tinggi berisi berbagai barang antik. Sebuah radio tua memutarkan lagu keroncong dengan suara berderak.
"Selamat datang," sebuah suara serak menyapa mereka. Seorang pria tua berkacamata tebal muncul dari balik tirai manik-manik. "Ah, pengunjung muda. Jarang sekali anak-anak zaman sekarang tertarik dengan barang antik."
Kinanti dan Reza saling berpandangan. Ada sesuatu yang familiar dari cara pria tua itu menatap mereka, seolah-olah dia telah menunggu kedatangan mereka.
"Pak," Kinanti memulai dengan hati-hati, "apa bapak kenal dengan Pak Hardjo?"
Pria tua itu terdiam sejenak. Matanya yang memakai kacamata tebal mengamati wajah Kinanti dengan seksama. "Hardjo... nama yang sudah lama sekali tidak kudengar. Beliau ayahku."
Reza, yang sedang mengamati sebuah pedang tua di dinding, berbalik dengan cepat. "Jadi bapak..."
"Nama saya Harianto," pria tua itu tersenyum.
"Dan kamu... kamu pasti cucu Kartika. Wajahmu... benar-benar seperti cerminannya." Ucapya seraya menatap Kinanti dari balik kacamata tebalnya.
Kinanti merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia mengeluarkan foto yang ditemukannya di loteng, foto Kartika dari tahun 1945. "Bapak kenal dengan Kartika?"
Harianto mengambil foto itu dengan tangan bergetar. "Tentu saja. Beliau sering datang ke toko ini, berdiskusi dengan ayah sampai larut malam. Saya masih kecil waktu itu, tapi saya ingat betul wajahnya. Dan sekarang... seolah-olah beliau sedang berdiri di hadapan saya lagi."
Nadia mengeluarkan notes kecil dari sakunya, "Pak, apa bapak tahu tentang organisasi rahasia yang diikuti Kartika?"
Harianto tersenyum misterius. "Ah, pertanyaan yang berbahaya, nak. Bahkan setelah tujuh puluh tahun, ada rahasia-rahasia yang lebih baik tetap tersembunyi." Dia berjalan ke arah sebuah lemari tua dan membukanya dengan kunci yang dia ambil dari kantongnya. "Tapi mungkin... ini akan membantu pencarian kalian."
Dia mengeluarkan sebuah kotak kayu berukir. Di atasnya terukir simbol yang sama dengan yang mereka temukan di sampul jurnal Kartika.
"Kartika menitipkan ini pada ayah saya," kata Harianto. "Dengan pesan bahwa suatu hari, seseorang yang membawa jurnal miliknya akan datang untuk mengambilnya."
Kinanti mengambil kotak itu dengan tangan gemetar. Ketika dia mencoba membukanya, kotak itu terkunci rapat.
"Ah, kuncinya..." Harianto tersenyum penuh arti. "Bukankah kalian sudah menemukannya?"
Reza dan Kinanti saling pandang. Kunci yang mereka temukan di dalam jurnal!
Saat Kinanti mengeluarkan kunci itu, bel pintu toko berdenting lagi. Seorang pria berjas masuk dengan langkah tergesa. Harianto tiba-tiba menjadi tegang.
"Simpan kotak itu," bisiknya cepat. "Dan ingat, jangan percaya pada siapapun yang mencari tahu tentang Kartika. Bahkan sekarang, ada yang masih mencari..." bisik Pak Harianto seraya memberikan secarik kertas ke tangan Kinanti.
Kinanti cepat-cepat memasukkan kotak dan kertas itu ke dalam tasnya. Reza, dengan naluri pemimpin yang terlatih sebagai ketua OSIS, segera mengalihkan pembicaraan ke topik lain ketika pria berjas itu mendekat.
Mereka keluar dari toko dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Kinanti membuka secarik kertas yang diberikan oleh Pak Harianto dan membacanya.
“Kalian harus berhati-hati. Tidak semua orang senang jika rahasia masa lalu terbongkar. Ada yang lebih baik tetap tersembunyi. Kartika pernah berkata bahwa takdir akan mempertemukan kembali kedua keluarga ini. Tapi dia juga memperingatkan bahwa pertemuan itu bisa membawa berkah atau malapetaka.”
Kinanti termenung. Hubungan antara keluarganya dan keluarga Reza yang sempat berkonflik di masa lalu, kemiripan wajahnya dengan Kartika, dan sekarang misteri yang semakin dalam ini – semua seperti kepingan puzzle yang perlahan menemukan tempatnya.
Mereka bertiga akhirnya berpisah di persimpangan, masing-masing membawa beban rahasia yang semakin dalam. Kotak misterius di tas Kinanti kini terasa semakin berat dengan rahasia-rahasia yang dikandungnya. Siapa sebenarnya Kartika? Apa yang dia sembunyikan? Dan siapa yang masih mencarinya hingga kini? Sementara senja semakin gelap, bayangan pria berjas yang mengikuti mereka di kejauhan, luput dari perhatian ketiganya.