Di kota Plaguehart, Profesor Arya Pratama melakukan eksperimen berbahaya untuk menghidupkan kembali istrinya, Lara, menggunakan sampel darah putrinya, Widya. Namun, eksperimen itu gagal, mengubah Lara menjadi zombie haus darah. Wabah tersebut menyebar cepat, mengubah penduduk menjadi makhluk mengerikan.
Widya, bersama adiknya dan beberapa teman, berjuang melawan zombie dan mencari kebenaran di balik wabah. Dengan bantuan Efri, seorang dosen bioteknologi, mereka menyelidiki lebih dalam, menemukan kebenaran mengerikan tentang ayah dan ibunya. Widya harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil keputusan yang menentukan nasib kota dan hidupnya.
Mampukah Widya menyelamatkan kota dengan bantuan Dosen Efri? Atau justru dia pada akhirnya ikut terinfeksi oleh wabah virus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Tiga Ekor Anjing Yang Terinfeksi
Dalam detik itu, Widya, segera berlari menuju pintu, memutarkan gagang pintu dengan tangan gemetaran. Begitu pintu terbuka, Widya terkejut melihat pemandangan yang mengerikan di luar.
Tiga ekor anjing yang sudah terinfeksi, hendak menerkam Anna. Dengan cepat, Widya menarik tangan Anna, masuk ke dalam toilet dan menutup pintu itu kembali.
Namun, tiga anjing itu berlari cepat dan menabrak pintu toilet yang sudah tertutup. Sementara itu, tubuh Anna bergetar ketakutan, menangis dan memeluk Widya.
"Bagaimana ini? Kita... kita terperangkap di dalam, dan tidak bisa keluar, karena ada anjing sudah terinfeksi seperti zombie..." kata Anna, dengan suara terbata-bata.
Widya menunduk, membalas pelukan Anna. Dan menatap Anna dengan senyuman hangat, merapikan beberapa helai rambut yang menutupi telinga dan matanya. "Jangan takut. Aku akan mengurusi semuanya, tapi kamu harus bersembunyi di dalam ini," ujar Widya, dan melanjutkan perkataannya. "Tetap disini. Jangan keluar, sebelum aku selesai melumpuhkan tiga makhluk itu."
Namun, tiba-tiba pintu toilet terus dihantam oleh ketiga anjing zombie tersebut. Sehingga, pintunya jebol. Sedangkan Anna dan Widya, saling menatap, matanya terbelalak lebar.
Dengan gesit, Widya mendorong tubuh Anna ke salah satu bilik toilet dan menyuruh Anna mengunci bilik tersebut. "Cepat kunci! Makhluk itu akan masuk ke dalam toilet ini!" teriaknya dengan antusias.
Anna, segera mengunci bilik itu dengan tangan bergetar. Sementara itu, mata Widya menyapu sekeliling toilet, melihat ada sebuah pipa besi di langit-langit toilet yang tanpa plafon. Segera, ia melompat tinggi, tangannya meraih, dan menggenggam erat pipa besi tersebut.
Di saat itu, ketiga anjing terinfeksi masuk ke dalam toilet menyerang mereka. Dengan gerakan kilat, Widya bersiap menggerakkan kakinya, menendang tubuh salah satu anjing yang paling dekat, melemparkan tubuhnya ke dinding dan membuatnya jatuh.
Tendangannya itu sangat kuat dan keras, sehingga membuat dinding toilet retak. Dalam sekejap, dia melompat turun, memberikan sepasang tinjunya ke kepala satu anjing yang terlempar ke dinding hingga hancur.
Tapi, dua anjing lagi hendak melompat ke tubuhnya dari arah belakang. Namun, dengan gerakan kilat, Widya melompat, menendang kedua anjing hingga terlempar jauh keluar dari toilet melalui pintu yang sudah jebol cukup parah.
Satu Anjing itu tergelincir ke tanah, dan satunya lagi menabrak mesin pom bensin yang rusak. Sedangkan Anna, di dalam bilik toilet, menunduk ke bawah, mengintip kejadian itu dari bawah kolong bilik dengan perasaan terkejut.
"Widya! Hati-hati!" serunya, dengan suara kecil dan hampir tidak terdengar, melihat Widya yang bergerak begitu cepat dan brutal.
Sementara itu, Widya tidak mendengarkan suara apapun selain derap langkahnya yang cepat, berlari keluar dari toilet, mendekati kedua anjing tersebut.
Satu anjing bangkit, menggonggong keras dan melompat, hendak menerjang tubuh Widya. Namun, begitu anjing itu melompat ke arahnya, dia merendahkan tubuhnya dengan gerakan cepat, meluncur ke samping sambil menghindari cengkeraman taring yang hampir mengenai lehernya.
Dalam satu gerakan mulus, tangan kanannya meninju dada anjing, dan anjing itu terdorong mundur. Namun, dari sisi kiri, di dekat mesin pom bensin. Satu anjing lagi, segera bangkit, menggonggong dengan marah, bergerak cepat ke arahnya.
Namun, hal itu tidak membuat Widya takut. Dia segera berlari ke arah anjing itu, meloncat ke udara, memutarkan tubuhnya dengan gesit. Lalu, mengayunkan kedua kakinya ke arah kepala anjing itu, menghantamnya dengan keras.
Anjing itu terpental ke dinding luar toilet. Tanpa memberi kesempatan, Widya meluncur ke arah anjing itu, meraih tengkuk anjing itu dengan tangan kiri dan memutar tubuhnya, dan anjing itu terangkat dari tanah, terlempar beberapa meter, menghantam anjing satunya yang masih terdampar di tanah dengan keras.
Namun, tenyata Anna keluar dari bilik toilet secara diam-diam, berlari keluar dan berdiri terisak di belakang Widya. "Widya..." panggilnya, dengan suara rendah namun bergetar.
Widya menoleh sejenak, memberi isyarat kepada Anna untuk tetap bersembunyi di dalam bilik toilet. "Cepat masuk! Di luar masih tidak aman!" perintahnya, dengan tegas namun cemas. Namun, Anna hanya bisa berdiri diam, tak bisa bergerak karena takut.
Oleh karena itu, kedua anjing itu bangkit secara bersamaan, dan memiliki kesempatan menerkam mereka dengan cepat. Tiba-tiba, dua ekor anjing melompat ke arahnya, membuka mulut dengan lebar, siap merobek kulit pada leher Widya.
Anna yang melihat kedua anjing itu hendak berlari ke arah mereka, berteriak memberikan isyarat kepada Widya. "Widya! Awas, di belakangmu!"
Tapi, dalam detik itu, Widya menoleh sejenak, menatap tajam kepada kedua anjing itu, dan segera berputar, memukul salah satu anjing yang datang dengan lengan kanan. Tanpa menunggu lama, dia memutarkan badannya dengan lincah, menendang perut anjing satunya lagi, terlempar ke sisi lain.
Akan tetapi, anjing itu kembali bangkit dan terus menggonggong marah ke arah Widya dari kedua sisi yang berbeda. Kedua anjing itu, siap berlari, menerjang tubuhnya lagi. Dan, tanpa pikir panjang, Widya melompat tinggi, menabrak salah satu anjing dengan tubuhnya, menjatuhkannya kembali ke tanah. Dia memanfaatkan kesempatan ini ntuk mendorong tubuhnya ke depan, meluncurkan tendangan berputar yang tepat mengenai kepala anjing satunya yang melompat dari sisi lain.
Kepala anjing itu terhantam keras, tubuhnya langsung terhuyung mundur, dan akhirnya terjatuh. Namun, tanpa memberikan kesempatan serangan balin dari kedua anjing tersebut. Widya segera, memanfaat kesempatan, melangkah mendekat ke arah satu anjing, menghantam tengkuk anjing itu menggunakan siku kanannya, hingga kehilangan kesadaran.
Tanpa buang waktu, dia meninju kepala anjing zombie ini dengan keras menggunakan tangan kosong. Sehingga, tengkorak anjing ini retak dan terkulai lemah di tanah. Tapi, hanya satu anjing yang tersisa, sudah bangkit, berdiri di belakangnya.
Matanya merah menyala, tanpa pemberitahuan, langsung mencakar tubuh Widya dari belakang yang baru selesai meninju anjing kedua dengan brutal.
Widya pun berteriak kesakitan, segera membalikkan tubuhnya, namun anjing itu melompat, menabrak tubuh Widya terjatuh ke samping tubuh anjing yang sudah tidak bergerak lagi.
Dengan nafas tersengal-sengal, Widya menahan serangan dari mulut yang tajam, bertaring dari anjing yang tersisa menggunakan lengan kirinya. Namun, anjing itu terus menggigit lengannya, berusaha merobek kulitnya.
Darah segar mengalir pada lengan kirinya, dan Widya menggigit bibirnya, menahan rasa perih, sakit yang mendalam saat gigi tajam anjing itu menebus kulit dan daging pada lengannya.
Anna melihat Widya yang dalam keadaan terancam, melangkah mundur. Matanya, menatap sekeliling dengan cemas, melihat sebuah batu besar yang berada di dekat dinding luar toilet.
Tanpa pikir panjang, Anna melangkah ke toilet, meraih batu besar yang berat, mengangkat, dan melangkah kembali ke arah Widya. Tapi, Widya yang sudah tak tahan menahan rasa sakit pada lengan kirinya, segera menggerakkan salah satu kakinya. Sekejap, mengangkat lututnya, dan menghantam rahang anjing itu dengan keras. Rahang anjing itu terasa patah, dan tubuhnya jatuh seketika di atas tubuhnya.
Widya mendorong tubuh anjing itu ke samping. Sementara Anna, yang baru sampai di hadapannya, langsung melempar batu besar itu ke kepala anjing yang tersisa tadi, hingga membuat suara benturan keras terdengar di telinga mereka masing-masing.
Widya tertegun sejenak, kagum melihat cara Anna menolong dirinya yang begitu sederhana namun sangat berguna. "Terimakasih, Anna," ucap Widya, tersenyum lemas ke arahnya, dan melirik ke arah anjing yang tersisa tadi, kini sudah tidak bergerak juga dengan kepala yang sudah tertimpa batu besar.
Namun, Anna tidak menanggapi Widya. Dia hanya melangkah mundur, saat melihat lengan kiri Widya yang berdarah dan penuh dengan gigitan serta robekan.
"Widya... lenganmu!" serunya, melangkah mundur, sedih namun sangat cemas.
Widya menyadari hal itu, dan berusaha membalikan tubuhnya agar Anna tidak terus menatapnya dengan rasa takut. "Maafkan aku, Anna. Aku sudah terinfeksi, dan sebaiknya kamu menjaga jarak dariku," ujarnya lagi, berpikir dirinya akan berubah menjadi zombie seperti di toilet tadi.
Anna terdiam membisu, namun air matanya tiba-tiba mengalir dan merasa sedih mendalam, berpikir akan kehilangan Widya untuk selamanya.
"Pergilah Anna! Dan bersembunyi di dalam sana, sebelum aku berubah menjadi zombie," ucap Widya lagi, memerintahkan Anna untuk berlindung. Namun, Anna menggeleng, tapi hal itu tidak dilihat oleh Widya karena tubuhnya membelakangi Anna.
Sementara Widya, tanpa dia sadari, luka pada lengan kirinya memudar. Dan ada sebuah gerakan aneh pada kulitnya bergerak lincah, membuat kulit dan lukanya kembali pulih dalam sekejap, hanya tersisa bekas yang tampak samar-samar.
Terkejut, matanya membulat sempurna. Mengangkat lengan kirinya ke langit, di terangi cahaya bulan. Sedangkan Anna, memandang ke arah lengan kiri Widya yang terangkat. "Wi... Widya!" serunya dengan nada terbata-bata, terkejut melihat lengan Widya yang tadinya terluka parah, kini kembali normal dan pulih.
"Apa yang terjadi pada lenganmu?" kata Anna lagi, bertanya dengan bingung. "Kenapa... kenapa, tiba-tiba menyisakan bekas luka yang terlihat samar?"
Widya menggeleng. Perlahan, menurunkan lengan kirinya, menoleh ke arah Anna dan tersenyum.
"Aku juga tidak tahu, Anna," jawabnya dengan cepat. "Ini aneh, tapi nyata. Dan aku berharap, aku tidak berubah menjadi zombie, agar bisa menyelamatkan dirimu selalu."
Anna, tanpa berpikir panjang, berlari ke arah Widya, dan tiba-tiba memeluk Widya dengan erat. "Aku juga berharap seperti itu," kata Anna. "Aku senang jika luka di lenganmu kembali pulih, walaupun aku sedikit penasaran tentang ini. Dan berharap, kamu tetap sebagai manusia normal seperti diriku."