Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 18
Ariana kaget bukan main mendengar ucapan Aisyah.
"Mm..maksud bunda, bunda isteri kedua ayah?", tanya Ariana tak percaya, kemudian melihat ke arah ayahnya yang hanya bisa tertunduk diam.
"Betul sayang. Bunda yang isteri kedua, bukan ibunya Mita"
Ariana terdiam, menyesal telah berprasangka buruk terhadap Armita.
"Tapi bun, kenapa Ariana tidak pernah diberi tahu? Bagaimana mungkin selama ini kalian semua menyembunyikan ini dariku?", mata Ariana mulai berkaca-kaca.
Tapi yang terisak malah sang bunda.
"Sebenarnya kami bukan bermaksud menyembunyikannya dari kamu nak, tapi dari Arya. Tapi karena sifatmu yang terlalu jujur, membuat kami terpaksa juga harus menutupinya darimu"
Ariana tambah bingung. Ada apa lagi dengan kakaknya, Arya?
"Arya adalah saudara kembar Mita. Saat ayah dan ibu mereka berpisah, ibunya diam-diam membawa Mita bersamanya. Padahal sebelumnya sudah disepakati kalau anak kembar mereka akan tinggal di sini dan akan dirawat oleh ayah dan bunda. Tapi, sayangnya ibu mereka bertindak di luar kesepakatan. Dia membawa Mita, sementara Arya dia tinggalkan bersama kami"
Aisyah berusaha menghentikan isakannya.
"Karena itu, kami terpaksa merahasiakan pada Arya tentang siapa ibu kandungnya karena tak ingin dia merasa ditinggalkan. Selain itu, bunda juga sangat menyayanginya karena bunda lah yang merawat dia sejak kecil", Aisyah kembali terisak.
Ariana dan Mita kini juga mulai terisak. Sementara Aris dan ayahnya hanya tertunduk sedih. Hanya dua orang bule yang merupakan menantu keluarga itu yang menampakkan wajah bingung. Tak mengerti apa yang tengah terjadi.
"Bagaimana dengan Mas Aris? Kenapa Mas Aris tidak ikut ibunya? Apa Mas Aris tidak sedih waktu ibunya pergi?"
"Ariana.. Mas Aris ini anak bunda dan ayah, sama seperti kamu", sahut Aris.
Ariana kembali bingung.
"Ayah menikah dengan bunda saat Mas Arya dan Mbak Mita belum ada. Bunda hamil lebih dulu dan melahirkan Mas Aris. Kemudian setelah tiga tahun, baru mereka lahir"
Ariana mengangguk tanda paham. Ia kemudian menatap Mita dengan perasaan bersalah.
"Mm.. maafkan aku ya mbak. Aku.. gak tahu keadaan sebenarnya. Habisnya Mbak manja-manja gitu sama bunda, aku kan jadi cemburu.."
Mita tersenyum mendengar pengakuan Ariana.
"Aku juga minta maaf Ana sayang.. ibuku sudah lama meninggal, dan aku hanya tinggal berdua dengan papa tiriku. Jadi bunda sudah kuanggap sebagai pengganti ibuku. Sebenarnya ayah berniat mengambilku setelah kematian ibu, tapi papaku memohon agar bisa tetap mengasuhku karena dia begitu menyayangiku. Dan aku juga tahunya kalau sejak kecil ayahku ya beliau, bukan ayah Wira. Tapi, supaya kami bisa dekat, papaku memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Akhirnya, aku, ayah dan bunda bisa ketemu kapanpun kami mau. Kalo Mas Aris, tahunya juga pas dia sudah SMP", terang Mita.
Ariana mengangguk-angguk. Kini perasaannya sudah lebih baik. Bahkan kini dia merasa lebih bahagia karena ternyata dia juga punya kakak perempuan yang sebenarnya, selain kakak ipar.
"Boleh Mbak peluk kamu An?", pinta Mita.
Ariana mengangguk kemudian lebih dulu memeluk Mita dengan senyuman dan juga air mata haru.
"Nah, sudah beres kan masalahnya? Sekarang masalah Arya" Aris mengingatkan.
Armita menjelaskan pada mereka bukti apa yang ia punya untuk menolong Arya.
"Mita menduga, papa gak akan tinggal diam sama apa yang telah dilakukan Hanif. Karena itu Mita menyuruh Alin, asisten Mita buat mengikuti orang-orang papa pasca pembatalan pernikahan itu"
"Ayah benar-benar tidak habis pikir kenapa sampai Arya yang dituduh mencelakakan Hanif?", tanya Wira bingung.
"Mita juga gak ngerti Yah. Katanya ada bukti rekaman CCTV yang menampilkan Arya menganiaya Hanif entah masalah apa. Lalu juga ada rekaman pertemuan orang yang diduga Arya dengan sopir tronton itu setelah kejadian"
Aris menggelengkan kepalanya.
"Tuh anak kayaknya memang hobi nyari perkara. Gak kapok apa?! Sudah sering kena masalah"
Ya, Aris lah yang harus turun tangan tiap kali Arya mengalami masalah karena sikapnya.
Beberapa tahun lalu, ia juga harus pulang ke Indonesia karena Arya jadi korban pengeroyokan di kampusnya. Itu terjadi karena dia membela salah seorang mahasiswa yang sering mendapat perlakuan kasar oleh sekelompok mahasiswa lain. Korban bully itu bahkan bukan teman dekat ataupun teman satu angkatannya. Tapi itulah Arya, terlalu peduli dengan orang lain sampai melupakan akibat yang mungkin terjadi pada dirinya sendiri.
"Yah, bun, Ada yang mau Mita sampaikan", ucap Mita sedikit ragu.
"Mita mau minta maaf karena.. karena Mita sudah memberitahu Arya kalau Mita adalah saudaranya"
Aisyah sontak kaget, dan wajahnya terlihat panik. Sementara Wira yang walaupun terlihat sama kagetnya, kemudian hanya menghela nafas.
"Jadi.. dia sudah tahu kalau bunda bukan.. bukan ibu kandungnya Mit?", mata Aisyah mulai berkaca-kaca.
Mita menggeleng.
"Belum bun, Mita belum memberitahunya"
"Mungkin memang sudah waktunya. Biar nanti Ayah sama Bunda bicara serius tentang ini dengan Arya", sahut Wira pasrah.
********
Mita tengah asyik dengan ponselnya di teras belakang. Ratih yang baru selesai menjemur pakaian, mendekatinya dengan sungkan.
"Eh, Bibik? Ada apa?", tanya Mita seraya tersenyum.
"Eng.. anu Mbak. Saya cuma mau bilang kalau.. Mbak Mita lebih cantik aslinya dibanding yang di foto", Ratih tersenyum sungkan.
Mita mengerutkan dahinya.
"Itu.. saya pernah lihat foto Mbak Mita di novel online"
Mita langsung antusias mendengarnya.
"Bik Ratih, sudah baca novelnya?", Mita membenarkan duduknya menghadap Ratih.
Ratih hanya mengangguk.
"Gimana? Bagus gak?"
"Itu Mbak Mita yang bikin? Wuih, bagus Mbak. Seru!", jawab Ratih ikut semangat.
"Tapi, dapat fotonya Mas Arya yang itu darimana?", Ratih mencoba mencari tahu kebenaran.
"Dari temenku, dia bilang nemu foto cowok yang mirip sama aku. Pas aku lihat, eh, ternyata itu Arya. Kebetulan waktu itu aku lagi seneng nulis novel, ya aku bikin aja kisah petualangan anak kembar. Sebenarnya sih buat mengobati rasa sedihku karena gak bisa ketemu dan kumpul sama Arya", terang Mita.
"Oh.. gitu. Ya tapi itu Mbak, Mas Arya sewot pas dia dijadiin pemuda manja.. dia pengennya jadi anggota geng motor atau gak bad boy apa gitu", ujar Ratih lagi.
Mita ternganga mendengarnya, kemudian terbahak.
"Ya sudah.. nanti aku bikin lagi. Arya kujadiin bad boy play boy. Pasti dia seneng"
Ratih mengacungkan jempolnya tanda setuju.
********
Jam pulang kantor sebentar lagi. Intan masih di ruangannya saat panggilan dari Irwan masuk di ponselnya. Buru-buru ia menjawabnya.
"Iya Wan?"
"A..apa?!"
"Wan, kamu serius?"
"Bb.. bagaimana bisa jadi begini Wan?"
Intan menangis, membuat karyawan lain di ruangannya menjadi penasaran. Salah seorang karyawati mencoba menenangkan Intan yang kini terduduk di lantai sambil menangis pilu.
********
Zaki tengah berdiri di dekat sebuah bengkel besar. Matanya mengarah ke atas, mengamati kamera CCTV yang ada di situ. Kemudian ia membuka video kiriman Rizal.
"Yup, ini kameranya", ucapnya bicara sendiri.
Ia kemudian melangkah pelan, mencari CCTV lain yang mungkin ada. Tiba-tiba senyumnya mengembang.
"Permisi Bu.. mau nanya. Itu CCTV yang di depan punya ibu?", tanya Zaki sopan pada pemilik warung nasi pecel.
Si ibu melihat Zaki dengan tatapan curiga.
"Gini Bu, saya mau nyari teman saya yang sekarang entah ada dimana. Ada yang bilang melihat dia di sini sekitar seminggu yang lalu. Jadi, kalau boleh saya minta rekaman CCTV ibu yang hari itu. Boleh?"
Ibu itu masih menatapnya tanpa bicara. Zaki jadi salah tingkah.
"Eh, Ibu jual nasi pecel ya? Wah, pas banget nih. Saya memang niat mau nyari nasi pecel dari tadi. Tolong bikinkan 10 porsi ya Bu, yang spesial", Zaki mencoba jurus lain.
Dan nampaknya jurus itu lumayan ampuh, karena kini raut wajah sang ibu sudah mencair.
"Baik dek, tunggu sebentar"
Si ibu menyahut riang karena akhirnya mendapat pembeli setelah beberapa jam tak satupun dia dapatkan.
Setelah pesanannya selesai dan membayar, Zaki diminta si ibu untuk mengikutinya ke rumah untuk bertemu suaminya. Zaki pun sumringah.
Saat sampai di halaman rumahnya, Zaki segera memutar rekaman CCTV yang diperolehnya dari penjual pecel tadi. Dari arah CCTV itu, tampilan orang yang mirip Arya itu kini bisa terlihat lebih jelas. Bahkan bagian wajahnya pun bisa terlihat, tapi sepertinya kualitas gambarnya memang perlu diperbaiki.
Zaki kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Gue bisa minta tolong gak? Ada rekaman yang kurang jelas, gue perlu lihat muka orang yang ada dalam rekaman itu"
"Siip.. makasih"
Zaki mengirimkan rekaman video itu kemudian segera keluar dari mobilnya. Di depan pintu sudah menyambut sang isteri dan buah hatinya.
"Assalamualaikum Chika sayang.. dah mandi?"
Zaki mengambil Chika dari gendongan ibunya.
"Yang, di jok belakang ada nasi pecel sepuluh bungkus"
"Kok banyak bener belinya?", Mama Chika bingung.
"Iya, terpaksa tadi beli banyak. Nanti diceritain. Sekarang, tolong yang delapan bungkus kamu bagiin aja ke tetangga", Zaki kemudian membawa Chika ke dalam rumah.
**********
Intan kini berada di rumah orang tua Irwan. Setelah tadi sempat drop di kantor, Irwan tak bisa membiarkannya tinggal sendiri di rumah dan meminta Intan untuk menginap di situ.
"Pierre.. tolong.. kembalikan Ariana", isaknya pilu saat bicara lewat ponselnya.
"Mengapa kalian begitu tega pada kami",
Air matanya tak berhenti mengalir.
"Tolong Pierre, aku ingin bicara padanya sebentar. Pierre! Pierre!", Intan melempar ponselnya dan menangis lebih keras.
Dia tak percaya kalau Pierre dan Andre benar-benar telah membawa Tiara pergi dan menyisakan Pak Umar dan Bik Tinah dalam keadaan terikat. Ternyata menyembunyikan Tiara di villa keluarga Irwan tak menghalangi mereka sama sekali.
Dia terdiam sejenak. Kemudian segera menghapus air matanya. Mengambil tas dan ponselnya yang kini layarnya sudah tak mulus lagi, kemudian keluar dari kamar.
"Maaf Bu, saya mau permisi keluar. Ada perlu", ucapnya sopan saat bertemu ibunya Irwan di ruang tengah.
Ibunya Irwan sontak berdiri dengan wajah khawatir.
"Apa kamu sudah baikan? Perlu ditemani? Biar nanti sopir aja ya, yang antar?"
"Ah, gak papa kok Bu. Insya Allah saya sudah baikan, jadi bisa berangkat sendiri. Terima kasih banyak. Saya permisi dulu. Assalamualaikum"
Intan kemudian mencium tangan ibunya Irwan dan berusaha tetap tersenyum.
Ibunya Irwan menjawab salam itu lirih, bagaimanapun dia masih merasa khawatir dengan keadaan calon menantunya.
Dan Intan kini sedang berada dalam mobilnya yang dia hentikan di dekat sebuah taman kota. Kedua jempolnya tengah sibuk bergerak-gerak di layar ponselnya. Sebuah aplikasi pembelian tiket penerbangan nampak di situ. Jakarta - Paris, itu yang dia cari. Setelah memutuskan dan membeli tiketnya, dia segera menyalakan kembali mesin mobilnya.
"Halo, Kania. Aku akan pergi beberapa hari. Ada keperluan mendesak di Paris jadi selama aku tidak ada, kau handle dulu urusan toko. Kalau ada apa-apa jangan sungkan menghubungiku. Terima kasih dan sampai jumpa nanti".
Intan mematikan sambungan telpon ke kotak suara salah satu karyawannya. Dihirupnya nafas dalam-dalam kemudian dihembuskannya perlahan demi menetralkan rasa galau di hatinya. Dia sadar tak ada gunanya memohon pada kedua saudaranya. Mereka sepertinya tak akan mengabulkan permintaannya untuk mengembalikan Tiara. Dan kini dia sudah bertekad akan mengambil kembali adiknya, bagaimana pun caranya.
Bagus...