Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18 (Menjengkelkan)
Zea seperti kesulitan menjelaskan pada kekasihnya bahwa Marco bukanlah selingkuhannya. Marco yang menyadari itu memutuskan untuk membantu Zea, agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara pasangan kekasih itu.
"Gini, Zea ini bisa dibilang majikan aku, aku baru aja diterima sama Zea sebagai supirnya, jadi, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak tentang Zea, Zea sama sekali tidak selingkuh" terang Marco.
"Benar gitu, sayang?" Pria itu bertanya pada Zea.
"Iya, sayang, apa yang dia katakan itu memang benar, Marco itu supir aku yang nganterin aku kemanapun aku pergi, kamu tahu sendiri kan, aku gak dibolehin nyetir mobil sendiri soalnya belum punya SIM" Zea menjelaskan. Pria itu mengangguk pertanda menerima penjelasan Zea.
"Kamu sendiri kok bisa disini? Tahu gitu aku ajak kamu tadi buat temani aku belanja peralatan tennis" Zea berbalik bertanya.
"Aku disuruh sama om aku buat beli makanan disini, soalnya om aku baru datang dari Singapura dan sudah lama gak makan makanan khas Indonesia, makanya aku belinya disini" jelasnya.
"Oh iya, sayang, aku minta maaf yah, kayaknya aku gak bisa deh temani kamu latihan nanti sore, soalnya aku diminta buat temani om aku itu, keliling Jakarta, maaf yah" katanya.
"Iya, sayang, gak apa-apa kok, aku ngerti, lagian kan ada Marco yang bisa anterin aku" jawab Zea. Tak berapa pesanan dari kekasih Zea itu sudah selesai, lalu dia pun beranjak pergi dengan menenteng kantongan ditangannya. Zea pun melanjutkan makannya saat kekasihnya itu melangkah semakin jauh.
....
Silva dan kedua sahabatnya sudah mengantri di loket pembelian tiket. Saat tiba gilirannya, Silva terkejut karena karyawan di loket itu tahu namanya.
"Dengan mbak Silva yah?" Tanyanya.
"Iya, benar, kok mbak bisa tahu" Silva bingung. Hilda dan Flea juga bingung.
"Jadi, begini, sebelum mbak Silva datang kesini, ada seseorang yang sudah memesan tiket nonton disini untuk empat orang, katanya ini sebagai kado ulang tahun mbak dari pacarnya mbak" jelasnya.
"Pacar? Apa Marco yang menyiapkan ini? Apa jangan-jangan waktu dia bilang ada urusan, dia kesini buat beli tiket disini?" Silva bertanya-tanya sambil menatap kedua sahabatnya.
"Bisa jadi sih, Sil, Marco sengaja ngasi kamu surprise gitu" jawab Hilda.
"Tapi, aku merasa kalau ini bukan Marco deh yang lakukan" Flea justru berbanding terbalik dengan yang dipikirkan Hilda.
"Tapi, gak tahu juga deh, siapa tahu aja aku yang salah kan" Flea segera meralatnya agar Silva tidak kesal padanya. Silva dan kedua sahabatnya itu langsung menerima tiket yang memang sudah dipersiapkan untuk mereka bertiga, sesuai dengan yang dikatakan oleh karyawan di loket pembelian tiket itu.
Sebelum masuk, Silva membeli cemilan dan juga minuman untuk dibawa masuk saat mereka menonton film nanti.
Terdengar pengumuman bahwa film akan segera diputar. Silva, Hilda serta Flea segera masuk ke dalam theater 2, sesuai dengan yang tertera di tiket mereka. Mereka mencari nomer kursi mereka yang berada di deretan D.
Lampu sudah dimatikan saat mereka masuk, karena film sudah mulai terputar, jadi Silva tidak terlalu memperhatikan seseorang disampingnya yang sudah terlebih dahulu duduk.
Silva pun asik menikmati film yang sedang terputar itu. Dia tidak sadar kalau yang duduk disampingnya adalah seorang pria. Silva juga baru menyadari kalau sampai di pertengahan film itu terputar, dia tidak melihat keberadaan Marco di dalam theater. Silva memandang berkeliling, mencari keberadaan kekasihnya itu.
"Sil, kamu ngapain? Dari tadi aku perhatikan kamu gak fokus gitu nontonnya?" Tanya Flea yang duduk disamping kiri Silva.
"Aku nyari Marco, tapi, gak ada aku lihat" jawab Silva.
"Mungkin aja dia di deretan yang lain, cuma kamu gak melihatnya karena ruangannya kan udah gelap pas kita masuk, nanti juga kamu bisa temukan dia pas film selesai dan lampunya dinyalakan kembali, udah kamu fokus aja nontonnya, lagi seru nih" kata Flea. Silva pun menurut dan kembali terfokus matanya ke layar lebar didepan.
Dua jam kemudian, film yang mereka tonton pun sudah selesai. Lampu di dalam theater kembali dinyalakan. Silva langsung mencari keberadaan Marco. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh area theater, namun, sepertinya dia tidak melihat keberadaan kekasihnya itu.
"Marco mana yah, Fle? Aku cari-cari dia gak ada" Silva masih mencari-cari.
"Kamu ngapain sih nyariin yang gak ada, kan ada aku disini, pacar kesayanganmu" kata seseorang yang sedari tadi duduk disamping Silva. Silva menoleh kearahnya. Betapa terkejutnya Silva, ternyata selama film terputar, lelaki yang duduk disampingnya itu adalah Alex.
"Kamu kenapa ada disini?" Tanya Silva.
"Kan aku temani pacar aku nonton disini, masa iya sih, aku gak temani kamu, sayang" jawab Alex, sambil merangkul pundak Silva. Silva langsung melepaskan rangkulan Alex.
"Kamu apa-apaan sih, Lex" Silva kesal melihat kelakuan Alex.
"Jangan gitu dong, sayang, aku udah susah payah loh buat nyiapin ini semua untuk kamu" Alex tetap bersikap manis pada Silva.
"Udah deh, Lex, gak usah panggil sayang gitu, aku ini pacarnya Marco dan gak usah dekati aku, gara-gara kelakuan kamu tempo hari, banyak orang yang mengira kalau pacar aku itu kamu" Silva menatap tajam Alex.
"Tadi aku ketemu kak Febi dan mengatakan hal serupa, hingga membuat Marco salah paham dan marah sama aku, kamu itu berniat merusak hubungan aku dengan Marco! Kamu harus terima kenyataan dong kalau kita gak bisa bersama" Silva menambahkan.
"Kalau aku tahu ini semua kamu yang nyiapin, aku gak bakal terima dan mending aku nonton film yang lain dan ingat, jangan pernah ganggu hubungan aku dan Marco" Silva pun berlalu pergi, diikuti kedua sahabatnya.
"Lihat aja nanti, Sil, suatu saat kamu pasti akan jadi milikku, mungkin sekarang kamu pacaran dengan Marco, tapi, pada akhirnya akulah yang akan jadi suamimu kelak" batin Alex tersenyum.
Silva terus saja mengumpat apa yang dilakukan oleh Alex. Dia tidak habis pikir kalau Alex akan bertindak sejauh itu, yang tentu saja membuat Silva semakin jengkel dengan Alex.
"Apa sih maunya itu cowok! Katanya sahabat, tapi, malah merusak hubungan aku dengan Marco, sekarang Marco pasti marah dan kecewa sama aku, dia pasti menganggap aku mempermainkan perasaannya" pikiran Silva saat ini kalut. Disamping dia sangat kesal dengan perbuatan Alex, Silva juga memikirkan nasib hubungannya yang masih seumur jagung itu. Silva bingung bagaimana caranya menjelaskan tentang kejadian ini.
"Kamu yang sabar yah, Sil, aku yakin kok, kalau kamu menjelaskan dengan sejujur jujurnya, Marco pasti bakal mengerti dan perlahan akan melupakan masalah ini" kata Hilda yang mencoba membuat Silva tenang.
"Iya, Sil, benar kata Hilda, kamu bilang yang sejujurnya aja, aku yakin Marco bakal ngerti kok" Flea menimpali.
"Yah... Semoga aja seperti itu" harap Silva.
Mereka bertiga pun berjalan-jalan keliling mall untuk refreshing dan mencoba melupakan kejadian di bioskop tadi.