Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18~ MERASA PRIHATIN
"Nah, ini kamarnya Tante." Ujar Nayra sembari membuka pintu kamarnya. "Kita mainnya di sini aja ya, yuk masuk." Ajaknya.
Dafa mengangguk, ia pun mengekor di belakang Nayra. Pandangannya berkeliling mengindai setiap sudut kamar itu. Netranya nampak sayu begitu melihat foto Adiva bersama kedua orangtuanya, terlihat sangat bahagia.
"Dafa kenapa?" Tanya Nayra begitu melihat perubahan raut wajah anak lelaki itu.
"Dedek Adiva beruntung ya Tante, bisa sama-sama Om dan Tante terus. Gak kayak Dafa, Dafa tinggal berdua sama Bunda."
Nayra tersenyum mendengarnya, "Dafa masih punya Bunda, gak kayak Tante udah gak punya orangtua." Ujarnya lalu merendahkan tubuhnya sejajar dengan Dafa. "Boleh Tante tanya sesuatu?" Ucapnya terlihat ragu, tidak begitu yakin Dafa bisa menjawab pertanyaannya.
"Boleh Tante," jawab Dafa.
"Kenapa sih, Bunda sama Ayahnya Dafa gak tinggal bareng lagi?"
"Karena Ayah udah gak sayang lagi sama Bunda dan Dafa, sekarang Ayah lebih sayang sama Tante Windi." Jawab Dafa, itulah yang ia tanamkan dalam hati sebab perpisahan kedua orangtuanya.
Nayra menghela nafas, ia mulai menarik kesimpulan bahwa ada orang ketiga yang menyebabkan runtuhnya rumah tangga Jihan.
"Ya udah gak apa-apa, yang terpenting kan Bunda sayang banget sama Dafa." Nayra mengusap pucuk kepala anak lelaki itu sambil tersenyum. Meski sebenarnya ingin sekali tahu cerita sebenarnya, namun ia menekan rasa keingintahuannya itu sebab tidak ingin membuat Dafa semakin sedih.
"Bantuin Tante kasih minum obat dedek Adiva, yuk?"
"Boleh Tante,"
Nayra pun meminta Dafa mengambil air tisu di atas nakas, sementara ia membawa putrinya duduk di karpet yang disediakannya khusus untuk putrinya bermain, kemudian membuka penutup botol sirup penurun panas yang diberikan Aidan.
"Ini Tante tisunya," Dafa menyodorkan sekotak tisu pada Nayra.
"Makasih ya," ucap Nayra seraya menyambut tisu itu. Menarik beberapa lembar untuk ia gunakan mengelap mulut putrinya sehabis minum obat.
"Oh ya, Tante lupa bawa camilan." Ujar Nayra setelah beberapa saat selesai memberi obat pada putrinya. "Dafa tungguin dedek Adiva disini dulu ya, Tante ambil kue sebentar. Dafa suka kan sama kue yang Tante kasih kemarin?"
Dafa mengangguk, "Iya Tante, kue nya enak."
"Ya udah, Dafa jagain dedek Adiva sebentar ya. Tante ambilin kue nya," Nayra pun bergegas keluar dari kamar dan menuju toko kue.
Sebelum mengambil kue, ia hendak menghampiri Jihan sebentar, namun urung begitu melihat Jihan sedang mengobrol dengan seorang laki-laki yang merupakan salah satu pelanggan di toko kue nya. Ia pun berbelok ke bagian etalase kue, dari situ ia masih dapat mendengarkan pembicaraan mereka.
"Seharusnya Mbak Jihan menuntut Mas Fahmi. Dia bukan hanya saja menikah diam-diam di belakang Mbak, tapi juga melalaikan kewajibannya. Setelah jatuh talak itu Mas Fahmi masih berkewajiban menafkahi Mbak sampai habis masa Iddah. Bahkan Mbak Jihan juga berhak mendapatkan sebagian harta Mas Fahmi, apalagi Mbak Jihan yang mendampinginya sejak nol. Ya Allah, kenapa Mas Fahmi bisa setega ini, bahkan juga melalaikan kewajibannya sebagai seorang ayah." Ucap Adi lalu menghela nafas panjang, terdiam sejenak sembari menatap Jihan dengan iba.
Ia terkejut saat mengetahui fakta bahwa wanita yang dulu dikatakan Jihan adalah sepupu Fahmi ternyata adalah istri kedua Fahmi. Dan yang lebih mengejutkan ternyata Jihan telah bercerai dengan Fahmi dan kini bekerja di toko kue langganannya demi memenuhi kebutuhan hidupnya bersama putranya. Pantas saja, ia sudah lama tak melihat Jihan dan Dafa.
"Gak apa-apa Mas Adi, saya ikhlas. Saya gak menginginkan apapun, Mas Fahmi tidak mengambil hak asuh Dafa saja saya sudah sangat bersyukur." Ucap Jihan, pandangannya sedikit tertunduk, ia merasa tidak enak karena dulu pernah berbohong pada Adi sang tetangga tentang siapa Windi sebenarnya.
"Lapang sekali hati Mbak Jihan, jika itu perempuan lain pasti tidak akan bisa menerima diperlakukan seperti itu."
"Mungkin sudah seperti ini takdir saya, Mas. Selagi Dafa selalu ada bersama saya, insyallah saya kuat menjalani ini semua."
"Yang sabar ya Mbak, semoga setelah ini Mbak Jihan dan Dafa akan menemukan kebahagiaan yang tiada tara." Ucap Adi.
"Aamiin," balas Jihan.
"Jadi ini semua totalnya berapa Mbak?" Tanya Adi kemudian sembari menunjuk beberapa jenis kue yang dibelinya untuk anak istrinya di rumah.
"Sebentar ya Mas, saya hitung dulu."
Sementara itu, Nayra tertegun mendengar pembicaraan mereka. Dugaannya ternyata benar, ternyata perceraian Jihan dan suaminya disebabkan adanya orang ketiga. Ia pun segera mengambil kue untuk Dafa lalu menghampiri Adi dan menyapanya.
"Borong nih Mas Adi?"
"Biasalah Mbak Nay, stok camilan anak istri di rumah." Ucap Adi. Setelah membayar belanjanya ia pun lekas pamit pergi.
"Itu tadi pelanggan setia di sini, sepertinya kamu kenal?" Tanya Nayra.
"Iya Mbak, Mas Adi itu tetangga saya. Kebetulan Mas Adi yang dulu kasih tumpangan ke rumah sakit sewaktu Dafa demam, dan menghubungi teman dokternya sehingga Dafa bisa langsung ditangani begitu sampai di rumah sakit." Ujar Jihan.
Nayra mengerutkan keningnya, "Bukannya dokter yang menangani Dafa itu adalah Aidan ya, itu artinya si Mas Adi temannya Aidan dong?"
Jihan pun nampak berpikir, kemudian tersenyum tipis. Kenapa bisa kebetulan seperti ini, dan sekarang ia justru bekerja di toko kue milik kakak sepupu dokter yang menangani Dafa kala itu.
.
.
.
"Mbak, gimana keadaan Adiva? Apa badannya masih panas?" Tanya Aidan melalui sambungan telepon, ia baru saja tiba di rumah dan langsung menghubungi kakak iparnya.
"Alhamdulillah udah gak panas lagi, Ai." Jawab Nayra.
"Syukurlah kalau gitu, Mbak. Aku kepikiran terus dari tadi." Ujar Aidan.
"Duh duh si Om dokter sayang banget sama keponakannya."
Aidan terkekeh, "Sayang banget dong Mbak, secara dia itu keponakan pertama aku." Ujarnya. "Oh ya Mbak, boleh tanya sesuatu?"
"Mau tanya apa?"
"Mbak kenal sama Dafa dan ibunya?" Tanya Aidan. Pikirannya seketika saja tertuju pada ibu dan anak itu saat tadi Nayra meyebutnya om dokter.
"Baru kenal sih, Jihan itu yang gantikan pegawai lama Mbak." Jawab Nayra. "Oh ya Ai, benar ya teman kamu yang namanya Adi yang hubungi kamu sewaktu Dafa demam?"
"Iya benar Mbak, kata Adi waktu itu sih anak tetangganya. Kok Mbak bisa tahu, Ibunya Dafa cerita ya?"
"Hem, dan kebetulan si Adi itu pelanggan setia di toko kue Mbak dan tadi pagi mampir ke sini beli kue." Jawab Nayra.
"Wah, bisa kebetulan gitu ya Mbak."
"Mbak kasihan Ai sama Dafa dan ibunya," Nayra menghela nafas, lalu, melirik suaminya yang memakaikan baju anak mereka.
"Kasihan kenapa, Mbak?" Tanya Aidan yang kini duduk di sofa sembari melepas sepatunya.
Nayra pun menceritakan tentang pembicaraan Jihan dan Adi yang ia dengar. Aidan yang mendengarkan pun turut merasa prihatin.
"Kita doakan saja Mbak, semoga Dafa dan ibunya segera menemukan kebahagiaannya kembali."
"Amiiin,"
Setelah sambungan telepon terputus, Aidan meletakkan ponselnya di atas meja. "Ya Allah, kasihan sekali Dafa. Pantas saja waktu dia demam hanya ibunya yang membawanya ke rumah sakit tanpa ditemani ayahnya." Gumamnya sambil mengusap wajah. Ia yang sejak kecil selalu dilimpahkan kasih sayang kedua orangtuanya, tak bisa membayangkan ada di posisi Dafa. Anak sekecil itu sudah harus menjadi korban perceraian.
Jihan yang tenang ya jangan gugup keluarga Aidan udah jinak semua kok paling Fio aja yang rada2🤭🤭🤭
makanya Jihan jangan meragu lagi ya Aidan baik dan bertanggung jawab kok g kayak sie onta
sampai rumah langsung ajak papa Denis ngelamar ya Ai biar g ditikung si onta lagi soalnya dia dah mulai nyicil karma itu