Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidakpastian Di Ujung Jalan
putra terus mengikuti alice, menjaga jarak namun tetap waspada. sesekali, alice meliriknya melalui kaca spion, senyum tipis menghiasi wajahnya. di dalam hatinya, putra tak menyadari bahwa senyum itu tak pernah pudar, bahkan setelah dua tahun mereka terpisah tanpa kabar.
ketika motornya berhenti di depan rumah alice, suasana seolah menenangkan kenangan-kenangan manis yang pernah mereka bagi. “aku pulang dulu ya, bunny,” ucap putra lembut, menggunakan nama panggilan kesayangan yang selalu ia gunakan untuk alice, yang membuatnya merindukan masa-masa mereka bersama.
“i-iya, kak. hati-hati, makasih udah anterin,” sahut alice terbata, berusaha menahan rasa gugup yang tiba-tiba menyelimuti dirinya. saat matanya bertemu dengan mata putra, ada kenangan lama yang kembali menghangatkan hatinya, sekaligus rasa sakit yang belum sepenuhnya hilang.
“assalamu'alaikum,” kata putra sambil melajukan gas motornya, meninggalkan alice yang berdiri di depan rumah, merasakan ketidakpastian dalam hatinya.
“waalaikumsalam,” sahut alice, suaranya hampir tak terdengar, namun hatinya bergetar. saat putra menjauh, ada perasaan campur aduk dalam dirinya; rindu akan kenangan yang indah dan kesedihan karena hubungan mereka yang telah berakhir.
semua kenangan indah dalam dua tahun terakhir berputar dalam pikirannya, dan saat itu ia sadar, perasaannya terhadap putra tak semudah ia kira. meskipun mereka telah berpisah, bagian dari dirinya masih berharap bisa kembali ke masa itu, meski ia tahu realita tidak seindah impian.
“Bu,” panggil alice saat memasuki rumah. Suasana sepi menyelimuti, dan dia langsung melangkah ke kamar ibunya. Di sana, dia melihat sosok wanita yang ia sayangi terbaring tidur. Hatinya teriris mengingat obrolannya dengan Alvaro, membuatnya menghela napas pasrah.
Setelah beberapa saat, alice berlalu ke kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya di kasur, menatap langit-langit kamar yang akrab. Banyak momen yang baru saja ia alami hari ini kembali terlintas di pikirannya, memunculkan berbagai perasaan yang campur aduk.
“Gue harus apa?” gumamnya, suara hatinya penuh keraguan. “Ibu mau gue kuliah, dan gue mau ngewujudin impian ibu. Tapi di satu sisi, gue juga nggak mau kejadian dulu keulang,” ucap alice, teringat masa SMA-nya yang penuh lika-liku dan kesedihan.
Kepalanya terasa berat memikirkan semua tanggung jawab yang harus dipikul. Dia ingin menjadi anak yang membanggakan, tetapi bayangan masa lalu terus menghantui. Alice merindukan kedamaian, tetapi juga merasa terjebak di antara harapan dan ketakutannya sendiri. Dalam kerinduan akan masa lalu yang sederhana, dia berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang tak kunjung terjawab dalam hidupnya.
Rasa ngantuk meliputi alice, membuatnya terpejam dalam kegelapan pikiran yang penuh pertanyaan tanpa jawaban.
“kak, kak!” suara arsya tiba-tiba membangunkan alice yang tengah tertidur nyenyak.
“emm, kenapa sya?” tanya alice dengan suara serak, masih berat membuka mata.
“arsya lapar, mau makan,” pinta arsya, mata bulatnya menatap penuh harap.
“yaudah, bentar,” sahut alice, akhirnya bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur, mengusap-ngusap matanya untuk mengusir rasa kantuk.
Di dapur, aroma makanan yang sedang dimasak tercium. “udah pulang, kak?” tanya arini, ibunya, sambil menatap alice yang duduk di meja makan.
“iya, bu. Jam tiga tadi pulang,” jawab alice, menatap ibunya dengan senyuman hangat. Dengan telaten, dia mulai menyuapi arsya yang duduk di depannya, merasakan kebahagiaan sederhana dari momen itu.
Setiap suapan mengingatkan alice akan tanggung jawab dan cinta yang selalu ada di rumah, menghangatkan hatinya meskipun banyak pertanyaan yang masih belum terjawab
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor