Elina wanita terkuat di akhir zaman yang paling ditakuti baik manusia, zombie dan binatang mutan tiba-tiba kembali ke dunia tempat dia tinggal sebelum-nya!
Di kehidupan pertamanya, Elina hanyalah seorang gadis biasa yang hidupnya dihancurkan oleh obsesi cinta dan keputusan-keputusan keliru.
Sekarang, dengan kekuatan kayu legendaris dan ruang dimensi yang memberinya kendali atas kehidupan, Elina ingin memulai kembali hidupnya dengan membuat pertanian besar dan melakukan siaran langsung bersama bayinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membeli bibit
Elina dan Edgar segera membahas rencana pembangunan asrama dan pabrik yang sudah lama Elina pikirkan. Dia ingin memastikan semuanya sesuai rencana agar dapat segera berjalan dengan baik.
"Asramanya akan tiga lantai," ujar Elina, memberikan gambarnya ke Edgar
"Aku ingin satu lorong di setiap lantai memiliki 14 kamar, dengan 7 kamar di setiap sisi. Setiap kamar harus cukup luas untuk menampung empat orang, dengan tempat tidur susun. Aku juga mau setiap kamar punya kamar mandi di dalamnya, supaya para pekerja nyaman."
Edgar mendengarkan dengan seksama sambil sesekali mencatat detail penting.
"Berarti, luas kamar sekitar 24 meter persegi, ya? Mungkin sekitar 4 meter kali 6 meter, cukup untuk empat orang. Kamar mandi di dalam, bagaimana ukurannya?" tanya Edgar.
"Kira-kira 3 meter kali 2 meter," jawab Elina sambil merenung. "Sekitar 6 meter persegi, cukup untuk shower, toilet, dan wastafel."
Edgar mengangguk, menghitung-hitung dalam benaknya. "Berarti, total satu kamar dengan kamar mandinya sekitar 30 meter persegi."
"Ya, benar," jawab Elina. "Jadi kalau ada 14 kamar per lantai, total luasnya sekitar 420 meter persegi. Jangan lupa tambahkan lorongnya, mungkin sekitar 1,5 meter lebar dan panjangnya sekitar 35 meter. Itu berarti tambahan 52,5 meter persegi untuk lorong di setiap lantai."
"Jadi satu lantai asrama ini totalnya sekitar 472,5 meter persegi," Edgar menyimpulkan. "Kalau ada tiga lantai, berarti seluruh asrama akan memakan luas sekitar 1.417,5 meter persegi."
Elina tersenyum, puas dengan perhitungannya. "Lokasinya sudah kupikirkan. Aku ingin asrama ini dibangun di dataran tinggi, dekat dengan pegunungan. Udaranya segar dan jauh dari kebisingan, jadi cocok untuk tempat tinggal para pekerja atau tamu yang datang."
Edgar mengangguk setuju, memahami alasan Elina memilih lokasi tersebut. "Bagus untuk memberikan kenyamanan," tambahnya. "Lalu untuk pabrik?"
"Untuk pabrik pengemasan produk, aku ingin bangunnya di dataran rendah," Elina menjelaskan lebih lanjut. "Aksesnya harus mudah ke jalan utama supaya distribusi produk lebih lancar. Pabrik ini nanti akan mengurus pengemasan sayuran, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya."
"Berapa luas tanah yang kamu butuhkan untuk pabrik ini?" tanya Edgar, penasaran.
"Setelah kupikir-pikir, mungkin sekitar 1.500 hingga 2.000 meter persegi," jawab Elina.
"Karena di dalamnya akan ada ruang pengolahan, pengemasan, gudang penyimpanan, dan area distribusi. Mungkin di masa depan, aku ingin memperluas bisnis ini, jadi lebih baik tanahnya cukup luas untuk ekspansi."
Edgar setuju dengan semua perencanaan itu. Ia sudah bisa membayangkan asrama besar tiga lantai berdiri megah di atas tanah tinggi, sementara pabrik pengemasan sibuk di dataran rendah dengan segala aktivitas produksinya.
Elina kemudian teringat satu hal yang belum ia bahas, "Oh, aku hampir lupa soal kantin untuk asrama."
Edgar mengangguk, menunggu rincian lebih lanjut.
"Aku ingin kantinnya cukup luas, bisa menampung sekitar 100 orang sekaligus. Jadi, mungkin kita butuh ruang sekitar 200 meter persegi. Kantin ini harus nyaman untuk makan dan juga bisa jadi tempat berkumpul para penghuni asrama," jelas Elina, membayangkan suasana hangat dan ramai di kantin tersebut.
"Lokasinya di mana?" tanya Edgar, ingin memastikan letaknya tidak mengganggu aktivitas lain.
"Kantin ini akan kuletakkan di lantai dasar asrama, mungkin di bagian belakang gedung agar mudah diakses dari semua sisi. Kalau memungkinkan, aku juga ingin area luar yang bisa dijadikan tempat duduk outdoor, biar para penghuni bisa menikmati pemandangan sambil makan."
"Bagus, jadi total dengan kantin, luas lantai dasarnya akan bertambah sekitar 200 meter persegi," Edgar menghitung. "Apakah ada dapur di dalam kantin ini?"
"Ya, tentu saja," jawab Elina. "Dapurnya tidak perlu terlalu besar, cukup sekitar 50 meter persegi, hanya untuk memasak makanan harian. Kantin ini nantinya juga bisa menampung produk segar dari pabrik kita, jadi lebih praktis."
Edgar mencatat semua detail itu. "Dengan tambahan kantin dan dapur, rencana asrama ini semakin lengkap. Aku rasa para pekerja dan tamu yang tinggal di sini akan merasa sangat nyaman."
Elina tersenyum, merasa puas bahwa semua aspek dari pembangunan ini sudah diperhitungkan dengan matang.
Tapi da satu permasalah serius, dia kekurangan dana! Elina duduk termenung dan tak berdaya.
Uang yang ada di tangannya tidak sampai 1 miliar, sementara estimasi biaya pembangunan berkisar antara 7 hingga 8 miliar.
Meminjam di bank bukanlah pilihan, karena ia tidak memiliki riwayat kredit yang baik, penghasilan yang stabil, dan proses persetujuan yang rumit akan memakan waktu, sedangkan kebutuhan untuk membeli bibit dan memulai penanaman sangat mendesak.
Edgar yang melihat kegalauan di wajah Elina mencoba menawarkan solusi dengan mengatakan, "Aku bisa meminjamkannya padamu."
Namun, Elina segera menolak tawaran itu, merasa tidak ingin membebani siapapun. Ia menyadari bahwa ia mungkin terlalu terburu-buru dalam merencanakan semuanya.
Yang paling penting sekarang adalah fokus pada langkah pertama, yaitu membeli bibit dan segera mulai menanam agar buah dan sayur yang ada di dalam ruang bisa dikeluarkan dan dijual.
"Edgar, di mana kita bisa membeli bibit yang baik?" tanya Elina, penuh harapan.
Edgar segera menjawab, "Aku punya kenalan, Paman Zhou. Dia berada di kabupaten. Apakah kau ingin pergi melihatnya terlebih dahulu?"
Elina mengangguk, “Lebih cepat lebih baik.” Mereka pun segera meninggalkan desa.
...****************...
Setelah menempuh perjalanan, mereka tiba di Kebun Zhou, sebuah tempat yang dikenal dengan tanaman subur dan bibit berkualitas.
Ketika mereka keluar dari mobil, mereka disambut oleh Paman Zhou, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah dan berpenampilan sederhana.
Ia mengenakan kaos lengan pendek yang sedikit kotor, celana pendek, dan topi jerami yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Jari-jarinya yang kasar menunjukkan bahwa ia adalah seorang petani yang rajin bekerja. Paman Zhou mengajak mereka untuk melihat bibit-bibit yang ia miliki.
Setelah berkeliling di kebun yang rimbun, Elina merasa puas melihat banyak bibit yang tumbuh dengan baik dan subur.
Ia menghampiri Paman Zhou dan bertanya, "Bagaimana dengan harganya?"
Paman Zhou tersenyum lebar, bisnis yang besar akan segera datang, pikirnya
"Kau membutuhkan bibit apa saja? "
Elina berkata "Stroberi, jeruk dan mangga"
Paman Zhou tersenyum dan menjawab "Untuk bibit stroberi, aku bisa memberikan harga khusus jika kau membeli dalam jumlah besar."
Elina berpikir sejenak. "Aku berencana menanam 12 hektar tanah. Tiga hektar untuk mangga, empat hektar untuk jeruk, dan lima hektar untuk stroberi. Untuk stroberi, berapa banyak yang perlu aku beli?"
Paman Zhou menghitung, "Biasanya, satu hektar membutuhkan sekitar 5.000 bibit stroberi. Jadi, untuk lima hektar, kau memerlukan sekitar 25.000 bibit. Harganya Rp2.000 per bibit, jadi totalnya Rp50.000.000."
"Untuk jeruk dan mangga?" tanya Elina.
"Pohon jeruk dan mangga membutuhkan lebih sedikit bibit, sekitar 400 pohon per hektar. Jadi, untuk empat hektar jeruk, kau butuh 1.600 pohon, dan untuk tiga hektar mangga, kau butuh 1.200 pohon. Harganya Rp25.000 per pohon jeruk, dan Rp30.000 per pohon mangga," jawab Paman Zhou.
Elina menghitungnya dan berkata "Berarti, untuk jeruk, total biayanya sekitar Rp40.000.000 dan untuk mangga Rp36.000.000. Jadi total untuk ketiga jenis bibit ini adalah Rp126.000.000"
Paman Zhou mengangguk, Elina terdiam. Uangnya tinggal 62 juta.
Edgar melihat ada kesempatan untuk membantunya segera berkata dengan tegas "aku bisa pinjamkan padamu 500 juta, kali ini kau tidak boleh menolak"
Melihat ekspresi tegasnya, kali ini Elina tidak menolaknya.
Segera Edgar mentransfer 120 juta ke rekening paman Zhou, dan sisanya 380 juta ke rekening Elina.
Melihat notifikasi di hp nya, Elina berkata dengan tulus "Terima kasih Edgar, kau banyak membantuku kali ini. Aku pasti akan membayar uangmu secepatnya". Edgar tersenyum, Elina yang pergi menemui pak Zhou tidak menyadari kesedihan yanga ada di mata Edgar.
" Paman Zhou tolong kirimkan bibitnya Minggu depan, di desa X. Saya akan menunggunya didepan pintu masuk desa"
"oke, kalo ingin membeli bibit lagi. Hubungi aja paman, untuk masalah harga dijamin lebih murah dari yang lain" Elina mengangguk dan pamit pergi bersama Edgar.
Elina mengambil alih Alex yang berada dalam pelukannya Edgar, dan mereka segera pulang kembali kerumah.
...----------------...
Ada gak ya cowok seperti Edgar di dunia nyata hmm.. Kalopun ada harus cantik dulu😵💫
jangan lupa dukung novel ini hehehe
Elina sm andra cptn nkah dong,biar halal...scra mreka msh sling cnta...